logo2

ugm-logo

Reportase  Seminar Peringatan 20 Tahun Tsunami Aceh

“Rekam Jejak Manajemen Bencana Kesehatan Pasca Tsunami: Bagaimana Perkembangan Sistem Manajemen Kesehatan di Indonesia dalam Menghadapi Bencana dan Krisis Kesehatan”


 

PKMK - (Senin, 23 Desember 2024) Banda Aceh. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala dan Tsunami Disaster Management Center (TDMRC) Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala mengadakan seminar peringatan 20 tahun tsunami Aceh dengan tema “Rekam Jejak Manajemen Bencana Kesehatan Pasca Tsunami: Bagaimana Perkembangan Sistem Manajemen Kesehatan di Indonesia dalam Menghadapi Bencana dan Krisis Kesehatan”. Seminar ini dilaksanakan di Aula Gedung D Lantai 2 Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala dan disiarkan secara langsung melalui Zoom meeting dan Youtube. Hingga akhir acara, sekitar 500 peserta hadir secara daring dan 150 peserta hadir secara luring.

img1

Kegiatan diawali dengan pembukaan dan sambutan oleh Dekan FK Universitas Syiah Kuala (USK), Dr. dr. Safrizal Rahman, M.Kes., Sp.OT yang menyampaikan apresiasi atas upaya tim Universitas Gadjah Mada untuk hadir dan menginisiasi kegiatan ini. Sebuah momentum yang berharga untuk dapat bertemu kembali dengan para punggawa dan inisiator program bantuan dan pendampingan pada masa pasca tsunami Aceh 2004. Sambutan kedua diberikan oleh Prof. dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH selaku Dekan FK-KMK UGM yang menyampaikan bahwa semangat gotong royong dan kebersamaan menjadi kunci dan dasar kerjasama yang terbentuk di atas api optimisme masyarakat Aceh sehingga menjadi pemantik dalam perkembangan sistem manajemen bencana kesehatan di Indonesia. Beliau juga menambahkan bahwa seminar ini dapat menjadi dasar untuk merumuskan perjalanan ke depan dan inisiatif baru di dunia pengetahuan, kebijakan, dan praktik manajemen bencana kesehatan di Indonesia.

img2

Prof. Yodi kemudian melanjutkan dengan penyampaian pengantar seminar dengan judul “Institutionalizing Disaster Health Management in Higher Education Institutions”. Pada 2004, belum banyak orang yang memikirkan bagaimana manajemen bencana kesehatan di masa respon tanggap darurat. UGM termasuk dalam pionir dalam ilmu dan praktik baik ini. Setelah respon pada bencana tsunami Aceh 2004, civitas akademika UGM terus terlibat dalam penanggulangan bencana dan mengembangkan institusionalisasi manajemen bencana kesehatan di dalam kurikulum bagi pendidikan sarjana. Tak hanya itu, UGM juga melakukan penguatan di berbagai level. Seperti UGM, pihaknya menyampaikan bahwa USK juga telah berupaya dalam proses institusionalisasi manajemen bencana kesehatan. Namun, karena belum ada kebijakan yang mengikat maka proses melembagakan ini masih dapat berubah. Terdapat enam pilar yang dapat membantu proses ini, antara lain; governance, SOP, leadership and commitment, resources, budaya, kerjasama dan dukungan serta aksi kolektif.

img3

Memasuki acara utama, yakni talkshow sesi satu bertajuk “Kontribusi Akademi dalam Perkembangan Kurikulum Manajemen Bencana Kesehatan untuk Pendidikan Tenaga Kesehatan” yang dipandu oleh dr. Rovy Pratama, MBA. Dalam sesi ini, pembicara pertama, Dr. dr. Safrizal Rahma, M.Kes., Sp.OT selaku Dekan FK USK menuturkan bagaimana implementasi kurikulum manajemen bencana kesehatan di tingkat sarjana, pascasarjana, dan pendidikan doktor di FK USK yang menjawab pentingnya pendidikan ini dilakukan karena tingginya risiko dan besarnya ancaman di Indonesia yang menuntut kesiapsiagaan setiap waktu. Kedua, Direktur Poltekkes Aceh, Dr. Abdurrahman, SKP., M.Pd, bahwa Poltekkes Aceh yang tersebar di 8 area berbeda memiliki visi besar untuk menjadi center of excellence pusat studi manajemen kebencanaan di Indonesia. Maka, untuk mencapai visi tersebut, kurikulum yang tertata telah diimplementasikan di 7 jurusan dan 21 program studi. Terakhir, Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc., Ph.D menyampaikan bagaimana UGM dahulu bergerak dari aksi menuju sains padahal perguruan tinggi memiliki modal dan sarana prasarana untuk membantu mitigasi dan penanggulangan secara baik. Maka, kini, dengan pertumbuhan keilmuan yang semakin pesat, sudah saatnya sistem manajemen bencana kesehatan bergerak dari sains menuju aksi yang nyata, berdasar keilmuan, dan berdampak.

img4

Talkshow sesi kedua dengan topik “Rekam Jejak Dinas Kesehatan, Organisasi, dan Kementerian Kesehatan dalam Perkembangan Sistem Manajemen Bencana Kesehatan” dipimpin oleh apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid. Pemateri pertama, Herlina, SKM., MPH. selaku Kepala Seksi Yankes primer dan Kestra Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, menyampaikan bagaimana transformasi sistem kesehatan terjadi di Dinas Kesehatan Provinsi Aceh selama 20 tahun terakhir dan bagaimana sistem kesiapsiagaan terus diupayakan oleh segenap pihak bekerja sama dan berkolaborasi dengan berbagai pihak dan berbagai sektor. Kedua, Dr. apt. I Gede Made Wirabrata, S.Si, M.Kes, MM, MH perwakilan dari Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, menjelaskan bagaimana pengelolaan krisis kesehatan telah berkembang di Indonesia dan rencana serta program-program untuk memperkuat ketahanan tanggap darurat di Indonesia yang telah terlaksana dan langkah ke depan. Pemateri ketiga, Sutono, S.Kp., M.Sc., M.Kep selaku Ketua Pokja Bencana FK-KMK UGM memaparkan bagaimana peran Pokja Bencana dalam kerangka Academic Health System berkontribusi untuk penguatan dan pengembangan sistem manajemen bencana kesehatan melalui berbagai pelatihan peningkatan kapasitas yang diinisiasi dengan berjejaring dalam kerangka AHS, peran dalam fase respon dengan berkolaborasi bersama lintar institusi, serta riset implementatif yang telah dilakukan sebagai aktualisasi dari Tri Dharma perguruan tinggi.

img5

Tak kalah menarik, sesi talkshow terakhir dalam rangkaian seminar ini mengangkat pembahasan mengenai “Perkembangan RS dalam Sistem Manajemen Bencana Kesehatan” yang dipandu oleh dr. Meilya Silvalila, Sp.EM, KPEC., FICEP. Dalam sesi ini, Prof. Dr. dr. Azharuddin, Sp.OT(K)Spine., FICS selaku Ketua PERSI Aceh dan narasumber pertama menyampaikan bagaimana konsep safe hospital diterapkan di Provinsi Aceh berkembang sejak 2004 hingga saat ini. Meskipun secara regulasi telah dituangkan dan diwajibkan bagi rumah sakit memiliki dokumen perencanaan kesiapsiagaan atau Hospital Disaster Plan (HDP), namun jika dilakukan pemetaan bisa jadi belum banyak yang sudah melaksanakan hingga tahap simulasi atau pengembangan kapasitas bagi tenaga kesehatan medis dan non medis di institusinya. Di sisi lain, para staf di rumah sakit tempatnya bekerja harus mengetahui kapasitas institusinya agar dapat memahami dan merencanakan tindakan yang tepat ketika terjadi situasi bencana dan krisis kesehatan. Kemudian, dr. Hendro Wartatmo, Sp.B-KBD selaku anggota Pokja Bencana FK-KMK UGM dan konsultan manajemen bencana kesehatan menyatakan bagaimana upaya untuk membantu rumah sakit mempersiapkan diri dan mengimplementasikan dokumen perencanaannya dengan menyusun pedoman penyusunan HDP.

Di akhir sesi seminar, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D selaku Guru Besar FK-KMK UGM menyampaikan rumusan dan kesimpulan dari kegiatan ini. 20 tahun adalah periode yang cukup panjang. Prof Laksono menekankan pentingnya mengingat kembali peristiwa yang telah terjadi, jangan sampai lupa dan melupakan kejadian tersebut. Momentum ini untuk mengingatkan kembali dan menjadi pemantik bagi universitas yang membawa obor pengetahuan agar tidak hanya menjadi penonton namun menjadi aktor yang aktif berperan dalam mengatasi masalah kesehatan, khususnya manajemen bencana kesehatan di Indonesia. Maka, pengembangan kapasitas, knowledge management, knowledge practice, dan knowledge dissemination harus terus dilakukan oleh para akademisi dan civitas akademik di institusi pendidikan tempatnya berada.

Selama sesi talkshow dan penyampaian materi, diskusi dan tanya jawab terus dijalankan dan berjalan dengan hangat. Para partisipan terlibat aktif di dalam forum dan dengan besarnya angka partisipasi, diharapkan dampak dari seminar ini dapat menjadi pemantik bersama bahwa perkembangan sistem manajemen bencana kesehatan di Indonesia harus terus dilanjutkan dan dikembangkan untuk membentuk ketahanan dalam menghadapi bencana dan krisis kesehatan.

Reporter: dr. Alif Indiralarasati (PKMK UGM)