Reportase Sesi 1:
Seminar Persiapan Rumah Sakit Dalam Penanggulangan Bencana
Dalam rangka Annual Scientific Meeting (ASM) 2016 FK UGM, Pokja Bencana Kesehatan bekerjasama dengan PKMK FK UGM turut berpartisipasi melalui penyelenggaraan seminar sehari dengan tema Persiapan Rumah Sakit dalam Penanggulangan Bencana. Kegiatan ini digelar di FK UGM Jumat 18 Maret 2016.
Dalam sambutannya, Dekan FK UGM, Prof. DR. dr. Teguh Aryandono, SpB(K)Onk mengapresiasi kegiatan ini karena perlu kiranya sikap sadar bencana dipraktekkan oleh semua pihak, terutama di negara Indonesia yang merupakan daerah bencana. Dekan FK UGM juga berharap Hospital Disaster Plan (HDP) ini dimiliki oleh rumah sakit di seluruh Indonesia, agar risiko bencana dapat diminimalisir.
Membuka sesi 1, dr. Handoyo Pramusinto, SpBS selaku moderator menjelaskan bahwa sekitar 70% rumah sakit yang ada di DIY memang sudah memiliki HDP, tetapi bagaimana standar dan kualitas HDP nya perlu dievaluasi lagi?.
Sementara itu, bergabung via Webinar (teleconference) dari Jakarta pembicara Sesi 1 dr. Achmad Yurianto selaku Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes RI, yang mempresentasikan tentang Klaster Kesehatan. HDP muncul karena terjadinya pergeseran paradigma dalam pengelolaan bencana, yang sebelumnya lebih difokuskan pada penanggulangan pasca bencana, kini bergeser ke manajemen risiko pra bencana yang ternyata lebih efektif dalam pengurangan risiko. Kaitannya dengan sistem klaster, sistem klaster dibuat berdasarkan keputusan kepala BNPB no. 173 tahun 2014, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam proses penanggulangan bencana sehingga masing-masing pihak terkait dapat bekerja secara cepat, tepat, dan akurat sesuai tupoksi masing-masing. Saat ini terdapat 8 klaster dalam mekanisme PRB, dan klaster kesehatan termasuk salah satu diantaranya. Tugas utama klaster kesehatan meliputi layanan kesehatan, DVI, kesehatan reproduksi, kesehatan jiwa, gizi, air, dan sanitasi. Namun dari sistem klaster ini permasalahan yang masih ada diantaranya belum dibuatnya ketentuan terkait tata kerja antar klaster sehingga overlap masih kerap terjadi, dan belum disosialisasikan ke tingkat pemda sehingga koordinasi dengan lembaga lain terkait di tingkat daerah masih kurang baik.
Kemudian Kudiana, SKM,MSc dari Dinkes DIY menyebutkan bahwa Hospital Disaster Plan (HDP) telah diatur dalam Permenkes No. 64 tahun 2013; yang esensinya memperkuat koordinasi dan kemitraan antar sumber daya, optimalisasi sarana prasarana yang ada, dan informasi penanggulangan krisis kesehatan secara cepat-tepat-akurat. Bahkan menurut Permenkes No.12 tahun 2012, HDP sudah masuk dalam DEP Akreditasi rumah sakit. Adapun peran Dinkes dalam HDP adalah mendorong terbentuknya HDP di rumah sakit di wilayahnya dengan memberikan pelatihan HDP bagi rumah sakit.
Berdasarkan pengalaman saat turun langsung ke lapangan pasca bencana, dr. Sulanto Saleh Danu, SpFK selaku konsultan bencana kesehatan dari PKMK FK UGM menjelaskan, bahwa dari sisi kesehatan ada 2 hal yang perlu diperhatikan. Yakni setelah terjadi krisis atau bencana, apakah rumah sakitnya hancur atau rumah sakitnya utuh tetapi menerima banyak korban bencana. Hal ini penting untuk merumuskan HDP yang tepat untuk masing-masing wilayah karena karakteristik bencana antar wilayah tentunya berbeda. Dr. Sulanto juga membagikan berbagai pengalaman menarik selama mendampingi pembuatan HDP, mulai dari fase persiapan yang ternyata tidak semua RS siap karena hanya ingin memiliki HDP sebagai syarat akreditasi, baik dari sisi infrastruktur maupun tingkat pengetahuan SDM nya. Hal-hal tersebut diharapkan dapat menjadi lesson learned agar rumah sakit dapat memperbaiki HDP nya.
Berbagai pertanyaan turut mewarnai sesi diskusi, seperti bagaimana efektivitas SPGDT online yang saat ini sedang dirintis oleh Dinkes DIY? Perumusan anggaran PRB? Koordinasi klaster kesehatan dengan lembaga lain antar klaster? Serta mengapa simulasi bencana yang sepertinya sudah sangat baik tidak sejalan dengan praktek di lapangan saat bencana terjadi?.
Reportase oleh Edna