Kerangka Acuan Kegiatan
PENGANTAR
Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana yang cukup tinggi. Selama ini, terdapat banyak pengalaman penanganan bencana alam, tetapi masih belum banyak pengalaman penanganan bencana non alam. Indonesia, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), merencanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia yang akan akan dimulai setelah 2025. Rencana pembangunan ini tentunya menekankan perlunya upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kesiapsiagaan sektor kesehatan dalam menghadapi bencana nuklir.
Bencana nuklir dapat memberikan dampak yang besar bagi masyarakat. Perubahan status kesehatan secara langsung maupun tidak langsung dapat terjadi kepada masyarakat yang terdampak. Selain itu, upaya evakuasi masyarakat menuju zona aman pun memerlukan strategi khusus agar tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar.
Kesiapsiagaan yang baik diharapkan dapat mengoptimalkan upaya proses penanggulangan bencana. Kesiapsiagaan yang baik juga diharapkan dapat menekan dampak yang terjadi ketika bencana. Kerjasama antar pihak menjadi kunci utama dalam keberhasilan upaya peningkatan kesiapsiagaan. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam upaya peningkatan kesiapsiagaan bencana nuklir meliputi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), institusi pendidikan baik dalam aspek kependidikan dan pusat studi penelitian, Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Organisasi Riset Tenaga Nuklir-Badan Riset Inovasi Nasional. Oleh karena itu, urusan krisis kesehatan menjadi tanggung jawab bersama berbagai pihak dengan pengorganisasian yang terencana, terintegrasi dengan organisasi terkait dan siap digunakan pada saat terjadi situasi krisis. Peran tiap pihak yang terlibat menjadi sangat penting untuk peningkatan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana nuklir.
TUJUAN
Membahas peran dan kesiapan masing-masing pihak dalam kesiapsiagaan sektor kesehatan dalam menghadapi bencana non alam (nuklir).
METODE PELAKSANAAN
Seminar dilaksanakan melalui hybrid, didahului dengan sesi panel oleh pembicara dari Hiroshima University. Setelah itu, sesi selanjutnya merupakan diskusi panel dengan pembicara dari berbagai pihak meliputi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Pusat Studi Bencana. Adapun sesi panel selanjutnya akan diisi oleh pihak Dinas Kesehatan DIY, Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN dan RSUP Dr. Sardjito.
OUTPUT
Peserta mengetahui bagaimana upaya kesiapsiagaan sektor kesehatan dalam menghadapi bencana non alam (nuklir).
PESERTA
Target peserta berasal dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten Kota, pengelola program kesehatan, rumah sakit, puskesmas, dan Kementerian Kesehatan (KKP, balai besar, pusat pelatihan), BPBD, perguruan tinggi kesehatan, peneliti, mahasiswa dan pemerhati bencana kesehatan termasuk masyarakat umum lainnya.
WAKTU PELAKSANAAN
Hari/Tanggal : Kamis, 30 Maret 2023
Pukul : 08.00-12.00 WIB
Link Zoom :
https://ugm-id.zoom.us/j/91035000943?pwd=K2tYeFJsak9TYytnZVB3NEdLWVNRQT09
Meeting ID: 910 3500 0943
Passcode: 200456
JADWAL KEGIATAN
Waktu
|
Kegiatan/Materi
|
Narasumber
|
08.00-08.30 WIB
|
Registrasi
|
|
08.30-08.35 WIB
|
Pembukaan
|
|
08.35-08.40 WIB
|
Menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Hymne Gadjah Mada
|
|
08.40 - 08.45 WIB
|
Sambutan Ketua Pokja Bencana FK-KMK UGM /Keperawatan
|
Sutono, SKp., M.Kep., MSc
|
08.45 - 08.50 WIB
|
Sambutan Dekan F-KMK UGM
|
dr. Yodi Mahendradhata, MSc, Ph.D, FRSPH
|
Sesi Panel 1
|
|
|
08.50-09.10 WIB
(10.50-11.10 JST)
|
Lesson Learned from Japan's Radiation Disaster
|
Prof Nobuyuki Hirohashi
(Hiroshima University)
|
09.10-09.20 WIB
(11.10-11.20 JST)
|
Diskusi
|
Moderator : Ns. Maryami Yuliana, S.Kep., M.Kep., PhD
|
09.20-09.40 WIB
|
Rencana kesiapsiagaan DIY dalam menghadapi bencana non alam
|
BPBD DIY
|
09.40-10.00 WIB
|
Peran Universitas dalam Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana non alam
|
Syahirul Alim, S.Kp., M.Sc.PhD
(Departemen Keperawatan Dasar dan Emergensi FKKMK UGM)
|
10.00-10.20 WIB
|
Diskusi Sesi Panel 1
|
Moderator : Ns. Maryami Yuliana, S.Kep., M.Kep., PhD
|
Sesi Panel 2
|
10.20-10.40 WIB
|
Peran pemerintah lokal di sektor kesehatan dalam kesiapan meghadapi bencana non alam (nuklir)
|
Dinas Kesehatan DIY
|
10.40-11.00 WIB
|
Peran dan kesiapan Organisasi Riset Tenaga Nuklir dalam menghadapi bencana nuklir sektor kesehatan
|
Organisasi Riset Tenaga Nuklir Badan Riset dan Inovasi Nasional
|
11.00-11.20 WIB
|
Kesiapan rumah Sakit dalam Mengantisipasi Bencana Non Alam (Nuklir) RSUP dr Sardjito
|
RSUP Dr. Sardjito
|
11.20-11.50 WIB
|
Diskusi Sesi Panel 2
|
Moderator : Madelina Ariani, SKM, MPH
|
11.50-12.00 WIB
|
Penutup
|
|
PENUTUP
Demikian Kerangka Acuan Kegiatan Seminar ASM Pokja Bencana FK-KMK UGM mengenai Kesiapsiagaan Sector Kesehatan dalam Menghadapi Bencana Non-Alam (Nuklir). Kami berharap melalui kegiatan ini instansi terkait tergerak untuk mengembangkan penanganan bencana mulai dari kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana non-alam. Sebagai lembaga riset dan konsultasi, Pokja Bencana Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (PKMK FK-KMK) UGM, akan memberikan sumbangan pengembangan inovasi dalam dunia keilmuan di bidang kesehatan dan Manajemen Bencana dalam memperkuat kesiapsiagaan bencana.
Reportase Sesi 1
Kegiatan Annual Scientific Meeting diselenggarakan oleh PKMK UGM, Pokja Bencana FK-KMK UGM, dan Departemen Keperawatan melalui zoom seminar dan live streaming. Rangkaian acara dimulai pukul 08.00 hingga pukul 12.00 WIB. Kegiatan dibagi menjadi dua sesi, pada sesi panel 1 mengangkat topik Pembelajaran Mengenai Kebencanaan dari Jepang, Rencana Kesiapsiagaan DIY dalam menghadapi bencana non alam, dan Peran Universitas dalam Kesiapsiagaan menghadapi Bencana Non Alam. Sesi panel 1 dimoderatori oleh Ns. Maryami Yuliana Kosim, S.Kep., M.Kep., PhD dari Departemen Keperawatan Dasar dan Emergensi, FK-KMK UGM.
Pemateri pada sesi panel 1 meliputi Prof. Nobuyuki Hirohashi dari Hiroshima University, Drs. Biwara Yuswantana, MSi selaku Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah DIY, dan Sutono, S.Kp, MSc., M.Kep dari Departemen Keperawatan Dasar dan Emergensi, FK-KMK UGM.
Prof Nobuyuki Hirohashi menjelaskan mengenai “Lesson Learned from Japanese Radiation Disaster”. Pada awal sesi, Prof Hirohashi menekankan pentingnya mengambil pelajaran dari pengalaman bencana yang sudah dialami sebelumnya agar dapat meningkatkan kesiapsiagaan untuk mengantisipasi kondisi tak terduga di masa depan. Selain bom nuklir pada masa Perang Dunia, di Jepang sendiri kejadian kecelakaan radiasi nuklir terjadi di Tokaimura pada 1999 dan bencana Fukushima pada 2011. Kecelakaan radiasi nuklir di Tokaimura menjadi titik balik munculnya peraturan yang mengatur mengenai kesiapsiagaan kejadian nuklir di Jepang. Pada bencana nuklir di Fukushima, kesulitan terjadi pada saat evakuasi karena kondisi musim dingin dan kurangnya support medis pada saat evakuasi. Sehingga, diperlukan perencanaan yang baik dalam penanganan potensi bencana nuklir yang terjadi, termasuk di dalamnya adalah pembagian zonasi.
Beberapa pertimbangan dalam evakuasi:
1. Distribusi RS dan fasilitas perawatan
2. Jumlah pasien di area tersebut
3. Kendaraan yang tersedia
Selain itu, evakuasi juga menghadapi stigma karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai evakuasi ke tempat aman dari radiasi. Kurangnya pengetahuan dapat menimbulkan diskriminasi. Diperlukan pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat.
Materi kedua disampaikan mengenai Rencana Kesiapsiagaan DIY dalam menghadapi Potensi Bencana Non Alam (Kegagalan Teknologi) yang disampaikan oleh Kepala Pelaksana BPBD DIY. Di DIY, potensi bencana non alam kegagalan teknologi dapat terjadi pada reaktor nuklir BATAN di Babarsari, Sleman. Kegagalan bencana kegagalan teknologi dapat terjadi karena ikutan bencana alam, kesalahan prosedur, dan lain-lain. Upaya penanganan pengurangan bencana kegagalan teknologi dapat dilakukan beberapa tahap meliputi perencanaan, peningkatan standar keselamatan, sosialisasi rencana penyelamatan, peningkatan fungsi deteksi dan peringatan dini dan penyusunan prosedur operasi penyelamatan dan rencana evakuasi penduduk sekitar. Kajian Indeks Risiko Bencana DIY pada kejadian kegagalan teknologi berada pada kelas bahaya dan kerentanan yang rendah, sedangkan kapasitas sedang, sehingga kesimpulan kelas risiko rendah.
BATAN Yogyakarta sudah memiliki rencana tindak darurat (rencana kontigensi). Adapun upaya kesiapsiagaan meliputi setiap 2 tahun sekali dengan skala internal, pelatihan SDM TRC dalalm penanganan darurat nuklir/limbah beracun. Tantangan ke depan meliputi: potensi kegagalan teknologi pada reaktor nuklir BATAN, kepadatan penduduk, kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang bahaya nuklir, penyusunan SOP penanganan bencana nuklir.
Materi ketiga pada sesi 1 disampaikan oleh Sutono, S.Kp., MSc., M.Kep mengenai Peran Universitas dalam Kesiapsiagaan Bencana Non Alam. Beberapa bencana (man-made hazard) yang pernah terjadi: radiological hazard (kerusakan berat teaktor nuklir akibat gempa dan tsunami 2011), menimbulkan paparan radioaktif yang menyebabkan lebih dari 100.000 orang dievakuasi, insiden kapal tanker Bangladesh yang menyebabkan minyak tumpah di laut, kebakaran depo pertamina plumpang, dan sebagainya. Keterlibatan akademisi dalam disaster risk reduction antara lain: 1) penerapan data ilmiah untuk pengambilan kebijakan dan keputusan, 2) Partisipasi civitas akademika dalam proses diskusi, 3) Implementasi teknologi sebagai hilirisasi dari penelitian. Akademisi juga dapat terlibat secara aktif pada Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI).
Reporter: Hersinta Retno Martani (Departemen Keperawatan Dasar dan Emergensi)
Reportase Sesi 2
Seminar kesiapsiagaan sektor kesehatan dalam menghadapi bencana non alam (nuklir) diselenggarakan pada Kamis (30/3/2023) oleh Pokja Bencana FK-KMK UGM, Departemen Keperawatan FK-KMK UGM dan PKMK UGM. Kegiatan ini merupakan salah satu seminar yang diadakan dalam rangka Annual Scientific Meeting. Pada sesi kedua seminar menghadirkan tiga pemateri dan dimoderatori oleh Madelina Ariani, MPH peneliti dari Pokja Bencana FK-KMK UGM. Materi pertama terkait Peran pemerintah lokal di sektor kesehatan dalam kesiapan meghadapi bencana non alam (nuklir) oleh Kudiana SKM, M.Sc dari Dinkes Provinsi DIY. Upaya yang wajib dilakukan dan terus dilakukan oleh pemerintah adalah penguatan kesiapsiagaan termasuk penguatan perencanaan dan organisasi. Kesiapsiagaan tersebut akan mengakomodir rencana yang harus disiapkan, SOP, alur koordinasi, manajemen komunikasi dan regulasi. Upaya selanjutnya adalah meningkatkan kapasitas SDM kesehatan sehingga sewaktu-waktu bisa ditugaskan dalam penanganan bencana. Beberapa upaya yang sudah dilakukan oleh Sektor Kesehatan di DIY adalah penerbitan regulasi di daerah, sosialisasi penduduk yang terdampak krisis kesehatan, pembentukan HEOC/ klaster kesehatan, penyusunan perencanaan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan, pelatihan/gladi dan monitoring evaluasi.
Materi kedua terkait Peran dan Kesiapan Organisasi Riset Tenaga Nuklir dalam menghadapi bencana nuklir sektor kesehatan disampaikan oleh Dr.Rer.Biol.Hum.Heru Prasetio, MSi Kepala Pusat Riset Tek. Keselamatan, Metrologi dan Mutu Nuklir. Heru menampilkan bagaimana bahaya paparan radiasi bagi lingkungan dan hal-hal yang harus disiapkan oleh rumah sakit. Jika paparan radiasi terkontaminasi ke lingkungan tentunya akan memberikan dampak risiko pada tubuh manusia. Penanganan kontaminasi dimulai dengan skrining awal untuk mengidentifikasi sejauh mana potensi radiasi yang terkontaminasi. Prosedur tindakan di RS harus menyiapkan ruang dekontaminasi, bahan/alat dan ruang triase. Menyambung materi kedua, dr. Hanif Afkari Sp. KN -TM. RSUP Sardjito menyampaikan tentang Kesiapan Rumah Sakit dalam Mengantisipasi Bencana Non-Alam (Nuklir) RSUP dr Sardjito. RSUP Sardjito sudah melakukan mitigasi hazard mapping potensi bahaya nuklir. Kemenkes menetapkan RSUP Sardjito sebagai RS Rujukan Nasional untuk penanganan bencana Nuklir. RSUP sudah memiliki Hospital Disaster Plan sebagai panduan yang operasional dalam penanganan bencana termasuk bencana nuklir, pengaturan ruang dekontaminasi dan ruang triase. Alat-alat proteksi radiasi wajib ada di RS Rujukan Nasional penanganan bencana nuklir: perangkat kit kontaminasi, personal dosimetry, APD radiasi, dan alat pemantau radiasi . RSUP Sardjito sudah pernah melakukan simulasi kesiapsiagaan bencana nuklir pada 2016 dan 2022. RSUP Sardjito secara teknis sarana pendukung dan kesiapan SDM sudah siap sebagai RS Rujukan Bencana Nuklir.
Pada sesi diskusi dibahas kembali bagaimana bentuk kesiapsiagaan manajemen RS dalam menghadapi bencana nuklir, manajemen penanganan korban dan perimeter diameter standar aman area radiasi nuklir. Idealnya manajemen pelayanan kebencanaan pada setiap RS harus mempunyai Hospital Disaster Plan sebagai petunjuk yang operasional untuk menangani semua jenis bencana. Prinsip penanganan awal untuk korban radiasi, harus dilakukan dekontaminasi terlebih dahulu kepada korban kemudian melanjutkan penanganan sesuai dengan dampak yang diakibatkan pada tubuh pasien.
Reporter : Happy R Pangaribuan, MPH
Pokja Bencana FK-KMK UGM