KAK
PENGANTAR
Dampak WASH pada bencana gempa Sulawesi Tengah belum terdokumentasikan sistematis baik dalam laporan dan penelitian hingga saat ini, termasuk WASH inklusi padahal terdapat lebih dari 1300 kegiatan penyediaan air bersih, jamban darurat, dan penyaluran hygiene kit yang dilakukan oleh lebih dari 21 anggota sub klaster WASH. Sementara intervensi WASH pada situasi bencana sangat penting untuk menurunkan risiko dan penyebaran penyakit, serta menekan angka kematian akibat situasi lingkungan dan sanitasi yang menurun. WASH merupakan hak setiap orang tetapi keadaan dan keterbatasan penyandang disabilitas, lanjut usia dan kelompok rentan lainnya dalam situasi bencana cenderung terpinggirkan dengan alasan penanganan yang cepat dan efisiensi menggunakan standar umum. Dalam situasi pra bencana, 20 persen masyarakat miskin membutuhkan akses WASH dan hal ini semakin meningkat pada situasi bencana.
Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dan membutuhkan layanan dasar salah satunya WASH baik pada situasi normal (upaya kesiapsiagaan atau pengurangan risiko bencana) dan situasi bencana (tanggap darurat/ respon). Tidak hanya itu, pelaksanaan intervensi WASH juga banyak mengalami kendala padahal pemenuhan WASH pada semua siklus bencana sangat penting untuk menurunkan risiko pemicu munculnya dan penyebaran penyakit, termasuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat sanitasi dan kesehatan lingkungan yang buruk ataupun yang terdampak akibat bencana. Pada tingkat internasional dan nasional, kebijakan maupun standar inklusi dalam respon kemanusiaan telah disepakati. Namun, terdapat ketidaksesuaian antara komitmen terhadap inklusi dalam respon kemanusiaan dan pelaksanaannya. kesadaran dan kebijakan inklusi ini belum terimplementasi dengan baik, terutama saat respon bencana. Menariknya, didapatkan asumi bahwa inklusi merupakan hal teknis yang harus ditangani oleh sektor atau lembaga khusus. Selain itu, inklusi belum menjadi prioritas bagi actor - aktor WASH pada saat bencana meski mereka sadar itu harus dipenuhi, serta masih rendahnya keterlibatan Organisasi Penyandang Disabilitas (OPDis) maupun Asosiasi Orang Lanjut Usia dalam pemenuhan WASH inklusi dalam semua siklus bencana (pra, respon dan pasca bencana).
Oleh karena itu, menilik tiga kondisi di atas yakni rentannya Indonesia terhadap bencana, permasalahan kebutuhan WASH pada saat respons bencana dan tingginya angka disabilitas di Indonesia, maka perlu untuk mengidentifikasi hambatan - hambatan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan WASH yang inklusi pada situasi bencana, terutama dari sisi penyedia layanan baik pemerintah dan non pemerintah, termasuk juga menggali peran serta dan kemungkinan peluang - peluang baik untuk penyedia dan organisasi penyandang disabilitas (OPDIS). Harapannya, dapat menjawab pertanyaan mengapa standar inklusi WASH masih sulit untuk dilaksanakan pada situasi bencana dengan memetakan kegiatan WASH yang dilakukan dan mengidentifikasi hambatan dan peluang yang terjadi menggunakan kasus bencana Sulawesi Tengah tahun 2018. Hal ini yang melatarbelakangi kerjasama penelitian antara Arbeiter – Samariter - Bund (ASB) Indonesia and the Philippines dalam kemitraan dengan Kelompok Kerja Organisasi Penyandang Disabilitas (Pokja OPDis) Sulawesi Tengah dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), Fakultas Kedokteran Keseahatan Masyarakat dan Keperawatan (FK - KMK) Universitas Gadjah Mada yang dilakukan dengan dukungan pendanaan dari ELRHA dan The New DFID. Sesi seminar dan presentasi progress penelitian ini adalah rangkaian dari proses kerjasama penelitian.
TUJUAN KEGIATAN
- Menyampaikan kerangka, proses dan hasil sementara penelitian WASH Inklusif:Analisis Faktor Penghambat dan Pendukung Inklusi Penyandang Disabilitas dan Orang lanjut Usia dalam Layanan WASH Pasca Bencana Gempa Bumi, Tsunami dan Likuifaksi Sulawesi Tengah Tahun 2018
- Mendapatkan masukan dan rekomendasi untuk hasil penelitian
AGENDA KEGIATAN
Hari/ Tanggal : Jumat / 27 November 2020
Waktu : 09:00 – 11.00 WIB
Tempat : Di tempat masing-masing
Disiarkan melalui Zoom Meeting
Meeting ID 846 0624 0659
Passcode 137342
link https://bit.ly/wash-2020
RUNDOWN KEGIATAN
Jam |
Kegiatan |
Keterangan |
09.00 – 09.15 WIB |
Pembukaan dan Pengantar |
Direktur ASB/ Divisi manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK - KMK UGM |
09.15 – 09.35 WIB |
Proposal penelitian |
PKMK FK-KMK UGM
Materi
|
09.35 – 09.55 WIB |
Progress hasil penelitian |
ASB dan Pokja OPDis
Materi
|
09.55 – 10.10 WIB |
Pembahas 1 |
Sunarman Sukamto
Kedeputian V Bidang Hukum dan HAM Kantor Staf Kepresidenan/PPRBM Solo
Materi
|
10.10 – 10.25 WIB |
Pembahas 2 |
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah |
10.25 – 10.55 WIB |
Diskusi |
Moderator |
10.55 – 11.00 WIB |
Penutup |
Moderator |
KEPESERTAAN
- Presentasi proposal dan progress penelitian ini terbuka untuk umum, PKMK FK - KMK UGM sebagai host akan mempublikasikan infografis seminar beserta link pendaftaran Zoom
- Presentasi akan dilaksanakan dalam Bahasa Indonesia dan tidak disediakan penterjemah Bahasa Isyarat.
- PKMK FK - KMK UGM akan mempublikasikan reportase hasil kegiatan di website bencana-kesehatan.net
Narahubung
Happy Pangaribuan
+62 853-5872-7172
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Reportase
Reportase
Dok. PKMK FK - KMK UGM
Seminar dan presentasi progress penelitian ini adalah rangkaian dari proses kerjasama penelitian antara Arbeiter – Samariter - Bund (ASB) Indonesia and the Philippines dalam kemitraan dengan Kelompok Kerja Organisasi Penyandang Disabilitas (Pokja OPDis) Sulawesi Tengah dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK - KMK) Universitas Gadjah Mada. Tujuan dari acara yang terbuka untuk umum ini untuk menyampaikan kerangka, proses dan hasil sementara penelitian WASH Inklusif: Analisis Faktor Penghambat dan Pendukung Inklusi Penyandang Disabilitas dan Orang lanjut Usia dalam Layanan WASH Pasca Bencana Gempa Bumi, Tsunami dan Likuifaksi Sulawesi Tengah Tahun 2018 dan tentu saja untuk mendapatkan masukan dan rekomendasi untuk hasil penelitian yang direncanakan untuk difinalisasi pada akhir 2020 dari para pembahas yang hadir dan masukan dari peserta lain. Acara ini dimoderatori oleh apt.Gde Yulian Yogadhita, M.Epid dan dibuka oleh dr. Bella Donna, M.Kes dan Melina Margaretha dari ASB, dalam sambutannya Bella menyambut baik kerjasama antara NGO dengan akademisi dalam mendokumentasikan pelajaran praktis yang ditemukan saat penanganan bencana kemudian Melina dalam pembukaannya menambahkan bahwa kolaborasi ini terselenggara dibiayai oleh ELRHA Humanitarian Innovation Fund melalui Kementerian Luar Negeri Belanda.
Pada sesi pertama, dilatarbelakangi oleh rentannya Indonesia terhadap bencana, permasalahan kebutuhan WASH pada saat respons bencana dan tingginya angka disabilitas di Indonesia, tim peneliti merasa perlu untuk mengidentifikasi hambatan - hambatan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan WASH yang inklusi pada situasi bencana, terutama dari sisi penyedia layanan baik pemerintah dan non pemerintah, termasuk juga menggali peran serta dan kemungkinan peluang - peluang baik untuk penyedia dan organisasi penyandang disabilitas (OPDIS). Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan mengapa standar inklusi WASH masih sulit untuk dilaksanakan pada situasi bencana dengan memetakan kegiatan WASH yang dilakukan dan mengidentifikasi hambatan dan peluang yang terjadi menggunakan kasus bencana Sulawesi Tengah tahun 2018. Presenter pertama, Madelina Ariani, SKM., MPH., sebagai principal investigator penelitian dari PKMK FK-KMK UGM memaparkan mengenai desain penelitian, dimana penelitian ini dilakukan dengan metoda campuran sekuensial antara metode kuantitatif dan kualitatif dengan pendekatan tindakan partisipatori, dengan subyek penelitian yaitu seluruh penyedia layanan WASH pada situasi bencana baik dari pemerintah dan organisasi non pemerintah yang sudah atau masih beraktivitas hingga 31 Desember 2020 dan penyandang disabilitas, dan orang lanjut usia di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk mengurai hambatan dari layanan WASH yang inklusif saat bencana, tim peneliti menggunakan kerangka sosioekologikal model yang dibagi di empat level: individual, interpersonal, organisasi, dan kebijakan yang kemudian di - breakdown dengan perspektif teori manajemen proyek.
Ketua tim ASB, Chrysant Lily menyampaikan dari segi implementasi, tim sudah mencapai hal - hal yang ditargetkan sesuai work plan, pada sekitar tujuh bulan terakhir ini, secara garis besar telah terlaksana pelatihan untuk semua tim peneliti yang terlibat, proses community engagement sebagai bagian dari upaya pemenuhan etika dan rangkaian pengumpulan data untuk dua kelompok informan dalam penelitian ini, yaitu WASH actors dan penyandang disabilitas/orang lanjut usia di masyarakat. Imransyah, anggota pokja orang penyandang disabilitas di Palu – Sigi - Donggala (Opdis Pasigala) menceritakan tentang proses dan kesan kesan yang dilaluinya sebagai mitra penelitian. Lily dalam progressnya menemukan hasil awal, pada perspesktif WASH actors yang masih memandang penyandang disabilitas dan orang lanjut usia sebagai ‘charity objects’ dan tidak dilibatkan di sepanjang siklus proyek, juga berbagai prioritas lain saat bencana membuat inklusi sekedar menjadi token. Di sisi lain, dari perspektif penyandang disabilitas dan orang lanjut usia, mereka merasa tidak menjadi bagian dari kelompok disabilitas/lansia dan kurang paham hak - haknya, terbiasa beradaptasi dengan cara lain dan tidak melihat adanya dukungan untuk berkontribusi.
Pada sesi pembahasan, ada tiga pembahas yang diagendakan, yaitu Sunarman Sukamto dari Kedeputian V Bidang Hukum dan HAM Kantor Staf Kepresidenan/PPRBM Solo, pembahas kedua Ratna Dewi Susianti, Praktisi WASH dari Yakkum Emergency Unit, dan Alfina A.Deu SKM, dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Sunarman memperkenalkan regulasi PP 42/2020 tentang Aksesibilitas terhadap Permukiman, Pelayanan Publik dan Perlindungan dari Bencana Bagi Penyandang Disabilitas, dimana PP ini mewajibkan setiap permukiman, pelayanan publik dan penanganan bencana untuk menyediakan aksesibilitas atau kemudahan dan memastikan penyandang disabilitas mendapatkan kesempatan pertama dalam penyelematan dari bencana. PP ini adalah payung hukum dan peta jalan menuju permukiman, pelayanan publik dan penanggulangan bencana yang inklusif bagi semua ragam disabilitas di Indonesia, karena disebutkan pada pasal 21, aturan ini bertujuan untuk menjamin hak dan kebutuhan penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana. Sunarman juga menyoroti paradigma OPDis sebagai charity object sudah usang dan bertentangan dengan kerangka hukum dan kebijakan nasional yang berlaku. Praktik manajemen proyek kebencanaan yang tidak inklusi bertentangan dengan kerangka hukum dan kebijakan nasional sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dan masih menjadi disabling factor pada level individu maupun institusi, oleh karenanya perlu ada aspek legally binding dan audit prestasi tentang aspek inklusi saat sebuah proyek kebencanaan masih pada tahap perencanaan dan penganggaran.Susi dari YEU membahas level interpersonal yang lebih dalam untuk menggali hambatan dari keluarga terdekat, pihaknya mengapresiasi sharing dari mitra penelitian, rasa dilibatkan dan rasa berdaya itu menjadi kuat karena terlibat langsung. Penting juga untuk menyederhanakan pedoman wawancara untuk lebih mudah dimengerti. Dari pembahas yang ketiga, Alfina menambahkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada pemberdayaan lansia dengan komitmen yang tinggi dari semua pihak.
Ketiga tanggapan diapresiasi dengan baik oleh tim peneliti baik dari PKMK FK-KMK UGM dan tim ASB Indonesia and the Philippines, dan akan memperkaya hasil dan rekomendasi penelitian ini, karena proses penelitian masih menyisakan proses finalisasi menggunakan FGD dengan stakeholder, informasi tambahan terkait latar belakang enabler - enabler dan motivasi. Ada dua sharing pengalaman diberikan dari peserta di sesi diskusi, yaitu Cacolaratu dari Balai Prasarana dan Pemukiman Sulteng dan Agung Trisna dari Bapelkes NTB. Cacolaratu membagikan informasi pada saat awal bencana memang banyak teman - teman aktor WASH dari klaster nasional yang datang sudah memberikan model untuk disabilitas dan lansia, bahkan pada rapat klaster juga penyandang disabilitas sudah dilibatkan juga, namun prioritas pemenuhan kebutuhan dasar air dan sanitasi menjadi prioritas utama dan tidak memiliki titik titik tempat kelompok rentan (disabilitas dan lansia) ini berada. Agung Trisna menyampaikan form kaji cepat kesehatan (RHA) tidak disebutkan mengenai kelompok rentan disabilitas dan lansia sehingga kebutuhan untuk kelompok ini tidak terakomodasi, harapannya hasil penelitian ini menjadi bahan untuk advokasi ke pemerintah daerah maupun NGO yang akan memberikan pelatihan di NTB.
Reporter : apt.Gde Yulian Yogadhita, M.Epid.
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK - KMK UGM