KATHMANDU — Puluhan ribu korban gempa dahsyat di Nepal, Senin (27/4), masih telantar dan belum dievakuasi. Mereka kesulitan air, makanan, selimut, dan tidur di alam terbuka akibat ketiadaan tenda darurat.
Situasi semakin buruk akibat warga terisolasi setelah jalan dan jembatan putus total sehingga menyulitkan proses evakuasi. Di beberapa tempat, tentara dan regu penolong menggunakan sekop untuk menyingkirkan material longsor karena buldoser tak bisa masuk.
Jumlah korban tewas, Senin, mencapai 3.218 orang dengan korban luka menyentuh angka 6.000 orang. Jumlah korban sangat mungkin bertambah karena banyaknya permukiman di daerah terpencil dan pegunungan yang belum dapat ditembus relawan.
Kelompok pegiat kemanusiaan yang menerima laporan dari penduduk desa-desa terpencil di pegunungan mengatakan, semua permukiman di lereng-lereng gunung hancur. Ratusan orang tewas dan ratusan warga yang terluka sulit dievakuasi, mereka pun bergulat dengan kondisi yang sulit.
Pemerintah Nepal mengalami kesulitan besar. Meski bantuan internasional mulai berdatangan, jumlahnya masih terbatas. Evakuasi korban dan distribusi bantuan sulit dilakukan akibat jalan ke sebagian besar daerah bencana tertimbun longsoran. Distrik Gorkha yang meliputi banyak desa terpencil di wilayah pegunungan adalah salah satu daerah korban bencana terparah.
Semua jalan ke Distrik Gorkha sulit dilalui, harus berjalan kaki karena tertimbun longsoran. Kepala Distrik Gorkha Prakash Subedi mengatakan, kondisi itu menghambat evakuasi oleh tim penolong. Tim terpaksa mencari jalan setapak menyusuri jalur gunung untuk mencapai desa-desa terpencil.
"Desa-desa di wilayah itu telah secara rutin terkena tanah longsor. Namun, gempa dahsyat kali ini adalah peristiwa alam tidak biasa bagi seluruh desa. Mungkin ada ratusan hingga ribuan orang yang benar-benar terkubur oleh tanah dan batu longsor," kata Matt Darvas dari lembaga bantuan World Vision. "Wilayah ini hanya bisa dijangkau helikopter," ujarnya.
Terbatas
Rumah sakit, fasilitas kesehatan, dan tenda darurat sangat terbatas. Tidak ada air bersih dan penerangan akibat jaringan listrik putus. Terputusnya sambungan telepon juga menyulitkan komunikasi dari lokasi.
Bantuan dari sejumlah negara tetangga, seperti Tiongkok, India, dan Pakistan, telah tiba di Kathmandu beserta tim penyelamat dan bantuan logistik. Bahkan, Pakistan telah mengirim ratusan tenda darurat dan 2.000 kotak makanan siap saji..
Namun, itu semua masih jauh dari kebutuhan. Negara-negara lain mengirimkan dukungan pada hari Minggu, termasuk Amerika Serikat, Kanada, Uni Emirat Arab, Inggris, Jerman, Perancis, Polandia, Italia, Israel, Singapura, dan Indonesia.
Helikopter hilir mudik mengangkut pendaki Gunung Everest yang tewas dan terluka. Gempa bumi memicu longsor dan memorakporandakan sebagian kamp pendaki. Kementerian Pariwisata Nepal mengatakan, sekitar 1.000 pendaki berada di lereng gunung itu, termasuk 400 warga asing.
Di daerah yang paling parah dilanda gempa, Gunung Qomolangma, petugas menemukan 18 mayat pendaki gunung. Enam helikopter berhasil mencapai gunung itu setelah cuaca membaik.
Sementara itu, Menara Dharahara, bangunan berlantai sembilan yang menjadi daya tarik utama wisatawan di Kathmandu, ibu kota Nepal, ambruk diguncang gempa. Polisi mengatakan, sebanyak 150 orang diduga berada di menara itu saat bencana terjadi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan, rumah sakit di Lembah Kathmandu dipenuhi pasien. RS mulai kehabisan pasokan darurat dan ruang untuk menyimpan mayat. Sebagian dokter merawat pasien di tenda darurat yang juga sangat terbatas.
Guncangan kuat, yang diikuti sedikitnya 14 gempa susulan juga mengguncang beberapa wilayah negara bagian di India dan Pakistan. Lebih dari 60 orang tewas di dua negara ini.
Indonesia kirim tim SAR
Untuk membantu korban bencana gempa bumi di Nepal, Pemerintah Indonesia tak hanya mengirimkan bantuan kemanusiaan, tetapi juga akan mengirimkan tim SAR dan tim medis.
Saat ditanya wartawan seusai menghadiri jamuan makan malam bagi para kepala negara peserta KTT ASEAN di Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC), Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (26/4), Presiden Joko Widodo mengatakan, pengiriman tim SAR dan medis ke Nepal masih harus melalui proses. Pemerintah Indonesia harus melihat kondisi dan pemantauan di lapangan.
"Kita siap membantu. Ini masih dalam proses karena di sana bandara belum bisa didarati. Kita cek, apakah nanti akan lewat India atau langsung ke Nepal. Mungkin dalam waktu tiga atau empat hari baru kita bisa masuk. Bukan hanya bantuan obat-obatan dan makanan, tetapi juga tim SAR dan tim medis. Itu yang kami tengah proses," ujar Presiden Jokowi.
Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Kementerian Luar Negeri sudah melakukan koordinasi internal. "Besok sudah akan ada pembahasan lebih detail apa yang akan kita bantu untuk Nepal. tetapi, prinsipnya, sebagaimana yang sudah disampaikan Presiden, kita akan membantu mengirimkan tim SAR kita, tim medis dan kebutuhan pokok yang diperlukan Pemerintah Nepal saat ini, termasuk makanan siap saji," kata Retno.
WNI belum bisa dikontak
Terkait dengan jumlah warga negara Indonesia (WNI) di Nepal, kata Retno, hingga Minggu malam tercatat ada 49 WNI. Dari jumlah itu, sebanyak 18 adalah WNI yang tinggal di sana. Selebihnya adalah yang tengah berkunjung.
"Dari 18 orang yang tinggal di Nepal, 9 orang sudah bisa dikontak. Namun, sembilan lain belum bisa. Sementara itu, 31 orang yang berkunjung, sebanyak 20 orang sudah bisa dikontak. Adapun 11 orang lain belum bisa dikontak. Meski demikian, kita terus berupaya untuk mencoba menghubungi mereka. Namun, karena komunikasi masih sulit, komunikasi sangat lamban," ujar Retno.
Untuk itu, kata Retno, Kementerian Luar Negeri sudah minta duta besar RI di Dhaka, yang meliputi wilayah Nepal, segera kembali ke pos. "Kebetulan yang bersangkutan masih berada di Jakarta setelah mengantar semua delegasi KAA ke Jakarta. Jika memungkinkan, kita minta dia masuk ke Nepal untuk mencoba berkomunikasi dengan WNI yang ada di Nepal," ujar Retno.
Untuk menampung pertanyaan keluarga terkait dengan keberadaan 49 WNI, Kementerian Luar Negeri meminta direktorat perlindungan warga negara untuk membuka komunikasi dan menyiapkan sarana komunikasi di Nepal. Sejauh ini, Indonesia belum memiliki kedutaan besar di Nepal, tetapi baru konsul kehormatan.
Terkait gempa bumi di Nepal, Retno mengatakan, pihaknya telah menyampaikan dalam pertemuan KTT ASEAN di Malaysia, khususnya kepada Ketua Delegasi Malaysia agar pertemuan KTT ASEAN juga menyampaikan simpati dan dukacita mendalam terhadap pemerintah dan rakyat Nepal.
"Menurut rencana, Senin ini, akan ada statement khusus dari KTT ASEAN mengenai gempa bumi yang terjadi di Nepal," ujarnya.
Media sosial
Selain media-media arus utama, pembahasan tentang gempa bumi di Nepal juga terpantau lalu lalang di media sosial. Linimasa Twitter, misalnya, relatif dipenuhi oleh beragam konten terkait dengan peristiwa itu. Salah satu topik ialah mengenai kondisi para pendaki gunung di Himalaya, Nepal.
Beragam kicauan yang diunggah sebagian tentang kekhawatiran mengenai kondisi para pendaki asal Indonesia yang pada saat kejadian berada di kawasan gempa bumi. Belakangan diketahui, sebagian pendaki Indonesia tidak termasuk dalam sejumlah pendaki yang menjadi korban dan meninggal dunia dalam gempa tersebut.
Relatif besarnya perhatian pengguna Twitter pada topik pendaki yang tengah melakukan aktivitas di Nepal pada saat gempa bumi terjadi direkam layanan aplikasi Topsy. Hingga satu jam terakhir sebelum pukul 12.12, Senin, terdapat 1.564 kali frasa "pendaki Nepal" dipergunakan di linimasa Twitter.
Sejumlah pengguna mengunggah beragam konten, seperti pemakai akun @alvazettu yang menulis: Wah, katanya ada 1.000 pendaki di Mount Everest waktu gempa terjadi di Nepal. Ngeri ih! -_-.
Adapun pengguna akun ?@FAFA_12680 mengatakan: Turut berduka atas meninggalnya 18 pendaki di everest akibat gempa Nepal,
Sementara itu, pemakai akun ?@Vigamey_ menulis: Bagaimana nasib pendaki di nepal, turut berduka cita.
(Ingki Rinaldi/AFP/AP/REUTERS)