Liputan6.com, Ujung Kulon - Tahun 1883 menjadi waktu yang tak bisa dilupakan sejarah dunia. Bencana alam besar terjadi, Gunung Krakatau yang terletak di Selat Sunda meletus dan berimbas ke hampir seluruh Bumi.
Erupsi awal, terjadi pada 20 Mei 1883. Kejadian ini pertama kali disadari oleh Kapten Kapal Elizabeth dari Jerman yang tengah berlayar dekat Selat Sunda.
Dilansir dari Livesciene, Senin (20/5/2019), pria tersebut melihat awan berabu setinggi 9,6 kilometer keluar dari kawah Krakatau.
Selama dua bulan beberapa kapal komersial yang berlayar dekat perairan tersebut mendengar gemuruh yang berasal dari Gunung Krakatau dan melihat awan panas mulai keluar.
Kejadian buruk akhirnya terjadi pada 27 Agustus 1883. L meledakkan diri dan hancur berkeping-keping.
Hari itu, pada pukul 10.20, letusan dahsyat Krakatau diperkirakan setara dengan 150 megaton TNT. Jika dibandingkan kekuatannya lebih besar 10 ribu kali dari bom atom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.
Akibat ledakan tersebut, dua pulau lenyap. Tsunami dengan tinggi 40 meter pun terjadi.
Tak ada data valid berapa jumlah korban jiwa letusan tersebut. Tapi beberapa laporan menyebut korban tewas lebih 35 ribu orang.
Lebih mengerikannya lagi, kerangka manusia ditemukan di Samudera Hindia sampai Pantai Timur Afrika.
Gemuruh letusan juga tidak cuma terdengar di daerah dekat Krakatau saja. Namun, sampai 4.600 kilometer jauhnya.
Letusan tersebut masih tercatat sebagai suara letusan paling keras yang pernah terdengar di muka bumi. Siapapun yang berada dalam radius 10 kilometer niscaya menjadi tuli. The Guiness Book of Records mencatat bunyi ledakan Krakatau sebagai bunyi paling hebat yang terekam dalam sejarah.
"Akibatnya tak hanya melenyapkan sebuah pulau beserta orang-orangnya, melainkan membuat mandek perekonomian kolonial yang berusia berabad-abad," demikian ungkap Simon Winchester, penulis buku Krakatoa: The Day the World Exploded, August 27, 1883.