Medan, CNN Indonesia -- Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Provinsi Riau semakin pekat. Tak hanya jarak pandang yang terbatas, bahkan kualitas udara di sana sudah masuk pada level berbahaya. Kondisi itu memaksa sejumlah warga Riau mengungsi.
Kota Medan, Sumatra Utara, menjadi salah satu tujuan pengungsian lantaran dianggap masih aman dari kabut asap. Dalam beberapa hari terakhir, gelombang warga yang pindah ke Medan terus meningkat. Mereka memanfaatkan moda transportasi bus yang perjalanannya memakan waktu lebih lama hingga berjam-jam akibat jarak pandang yang terbatas.
"Memang ada peningkatan 10 persen penumpang dari Riau. Penumpang ramai biasanya [malah] terjadi saat hari raya, musim libur sekolah dan tahun baru. Namun, dalam dua pekan ini, jumlah penumpang dari Riau naik sekitar 10 persen," ujar Viktor salah seorang petugas di pool bus di Jalan Sisingamangaraja, Kelurahan Harjosari II, Kecamatan Medan Amplas, Medan, Sumut.
Pengakuan beberapa penumpang bus dari Riau, Viktor mengatakan mereka sudah tak tahan menghirup kabut asap di Riau. Para penumpang itu turun di beberapa titik seperti Tebingtinggi, Lubuk Pakam, Tanjung Morawa, Medan, Binjai Stabat, dan lainnya.
Selain jumlah penumpang yang melonjak, dia mengatakan waktu tempuh dari Pekanbaru menuju Medan menjadi berlipat akibat terbatasnya jarak pandang. Walhasil para sopir bus tak bisa mengemudikan laju kendaraan mereka seperti biasanya.
"Informasi dari supir bus, asap akibat karhutla membuat jarak pandang menjadi pendek. Kalau biasanya sekitar 200 meter, kini tinggal 50 meter. Jadi supir harus berjalan lebih pelan. Makanya ini juga mempengaruhi waktu tempuh yang biasanya 15 jam, menjadi 17 jam," ujar Viktor.
Beberapa penumpang yang turun dari bus masih menggunakan masker. Mereka menggunakan masker sejak keberangkatan dari Pekanbaru.
"Sepanjang jalan, terutama dari Riau, kabut asap terus menyelimuti. Jadi pakai masker," kata salah seorang penumpang dari Riau, Rasiana.
Penumpang lain, Murni, mengaku dirinya bersama suami dan dua anaknya pindah ke Medan sementara waktu karena kualitas udara di Riau yang sudah sangat mengkhawatirkan.
"Keluarga memang ada yang tinggal di Medan. Jadi sementara waktu tinggal di tempat saudara di Medan. Di sana (Riau) bernafas saja kita sudah sesak, apalagi saya ada anak kecil. Dari pada anak sakit, makanya kami memilih pindah," ujar Murni
Sebelumnya, BNPB menyampaikan 328.724 hektare lahan 328.724 hektare dengan 2.719 titik panas sepanjang periode Januari-Agustus 2019. Lahan itu tersebar di enam provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Kualitas udara Riau saat ini kembali dikategorikan berbahaya lantaran sudah terdampak oleh karhutla yang terjadi sepanjang 2019. Saat memimpin Rapat Terbatas di Pekanbaru pada awal pekan ini, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyatakan status Riau sudah siaga darurat.