Makassar (ANTARA) - Lembaga swadaya nasyarajat, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan membeberkan penyebab bencana banjir dan longsor yang berulang setiap tahun di sejumlah daerah terdampak yang menjadi langganan tiap tahun karena kualitas lingkungan berkurang serta perusakan hutan secara masif.
"Berdasarkan kajian kami, tingginya angka kehilangan tutupan hutan di wilayah ini dipengaruhi beberapa faktor utamanya soal masifnya izin pertambangan di wilayah hulu atau kawasan hutan, alih fungsi lahan, penebangan liar, serta pembangunan," ungkap Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik Walhi Sulsel Slamet di Makassar, Kamis.
Catatan akhir tahun Walhi Sulsel menyebutkan ada sekitar 362 kejadian bencana di seluruh kabupaten/kota se-Sulsel. Dari hasil kajian, Provinsi Sulsel sudah mengalami penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungannya.
Dalam 10 tahun terakhir, setidaknya angka kejadian bencana di Sulsel meningkat enam kali lipat. Dimana tahun 2014 tercatat hanya ada 54 kejadian angka bencana dan 2024 angkanya mencapai 362 kejadian.
Kerugian yang dialami oleh masyarakat Sulsel akibat bencana tahun lalu itu jumlahnya sangat fantastis yakni mencapai Rp1,95 triliun lebih.
Beberapa penyebab dari kritisnya kondisi lingkungan yang ada di Sulsel, kata dia, karena tutupan hutan terus berkurang. Di Sulsel hanya memiliki luas tutupan hutan pada tahun 2023 sekitar 1.359.039 hektare atau hanya tersisa 29,70 persen dari luas provinsi.
Dari 139 daerah aliran sungai (DAS) di Sulsel, hanya 38 DAS dalam kategori sehat karena memiliki tutupan hutan di atas 30 persen, sedangkan sisanya, kritis.