Medan. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, erupsi Gunung Sinabung patut dijadikan bencana nasional. Dengan begitu, ada political will dari pemerintah pusat untuk menganggarkan dana dalam APBN untuk penanganan bencana secara komprehensif dan berkesinambungan.
"Ada beberapa opsi metode penanganan bencana Sinabung. Jadi bencana nasional, atau bencana lokal tapi ada komitmen dana untuk rekonstruksi lewat APBN atau perlu dibentuk semacam badan rehabilitasi dan rekonstruksi bencana Sinabung," kata Fahri Hamzah.
Fahri mengatakan itu dalam rapat koordinasi dengan Gubsu Gatot Pujo Nugroho, di Kantor Gubsu, Medan, Senin (4/5). Rapat dihadiri Sekda Kabupaten Karo Seberina, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan tokoh masyarakat Karo Arya Sinulingga.
Dari sisi DPR RI, Fahri mengaku siap memfasilitasi dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar lebih memokuskan penanganan bencana erupsi Sinabung. Sekarang, yang dibutuhkan rekomendasi dari pemerintah kabupaten dan provinsi. Rekomendasi itu ditujukan ke pemerintah pusat agar menetapkan bencana Sinabung menjadi bencana nasional.
Seperti yang dikatakan Gubsu, katanya, jangan dilihat bencana erupsi Sinabung ini dari sisi korban jiwa sehingga baru bisa ditetapkan skala bencananya. Tapi, efeknya berkepanjangan dan setiap hari dirasakan.
Apalagi, paparnya, sejumlah ahli vulkanologi mengaku tidak tahu pasti kapan berakhirnya bencana ini. Bencana ini telah merusak pertanian masyarakat. Padahal, pertanian merupakan pencarian utama masyarakat di sana.
Gubsu Gatot Pujo Nugroho mengaku, penanganan bencana erupsi Sinabung memang seharusnya ditanggulangi secara komprehensif pemerintah pusat. Soalnya, daerah sudah tidak mampu berbuat banyak karena keterbatasan anggaran.
"Dulu sewaktu masa Presiden SBY, kita usulkan agar masuk menjadi bencana nasional. Namun, BNPB ketika itu menilai kriterianya tidak bisa dikatakan sebagai bencana nasional karena melihat minimnya korban jiwa," sebut Gubsu.
Ternyata, lanjutnya, letusan Sinabung kedua mulai 15 September 2013 hingga kini masih kerap terjadi. Hal ini sangat mengganggu sistem perekonomian di Sumatera Utara terlebih lagi di Kabupaten Karo sendiri.
"Soalnya, lahan pertanian rusak sehingga mengganggu mata pencarian utama masyarakat Karo," ucap Gubsu.
Seberina menambahkan, bantuan rumah 50 unit sudah selesai dan ditambah lagi 53 unit yang sedang finishing. Rencananya akan diserahkan ke masyarakat.
Namun, paparnya, masyarakat masih belum bisa menempatinya karena belum adanya fasilitas umum. "Tahap dua, akan dibangun rumah untuk 1.683 kepala keluarga untuk relokasi warga empat desa," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, masyarakat yang di atas radius 3- 10 kilometer juga terdampak erupsi Sinabung. Mereka juga patut diperhatikan. Soalnya, lahan pertanian mereka tidak bisa berproduksi efektif.
"Termasuk juga anak sekolah. Dulu, ada disiapkan bus, sekarang tidak lagi," ungkapnya.
Arya Sinulingga menilai, sejauh ini belum ada konsep pemerintah untuk penanggulangan bencana erupsi Sinabung secara berkesinambungan. "Padahal, tidak ada peraturan khusus soal penetapan bencana nasional atau tidak," tegasnya.
Khusus untuk bencana Sinabung, lanjutnya, seharusnya bisa dibuat seperti transmigrasi, hanya saja, relokasi warga tidak keluar daerah. Program idealnya, sewa rumah dan isinya serta lahan pertanian sampai relokasi dilakukan.
"Kemudian, jaminan hidup Rp 3,5 juta per KK per bulan seperti sistem transmigrasi, bukan hanya Rp 6.000 per orang per hari selama tiga bulan.
Bantuan pertanian diberikan sampai relokasi. Masyarakat dimasukkan sebagai peserta KIS (Kartu Indonesia Sehat), KIP (Kartu Indonesia Pintar) dan KKS (Kartu Keluarga Sejahtera)," sebutnya.
Selain itu, tambahnya, perlu juga pemberian beasiswa full untuk perguruan tinggi. Karena, kita melihat pasca erupsi, 70% pemuda Karo tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Mereka hanya mampu di kisaran diploma tiga.
"Kita sedang mengupayakan agar 800 pemuda Karo mendapat beasiswa full di perguruan tinggi," jelasnya. ( ramita harja)
sumber: medanbisnisdaily