KBRN, Malang : Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang (UM), Prof. Dr. Budi Handoyo, M.Si., memperkenalkan konsep inovatif Disaster Spatial Learning (DSL) sebagai pendekatan baru dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana di Indonesia.
Tema ini diangkat Prof. Budi dalam pengukuhannya sebagai guru besar bidang Pembelajaran Spasial Kebencanaan pada Kamis (2/9/2025) dengan judul "Disaster Spatial Learning" sebagai Solusi Inovatif Mitigasi Bencana di Indonesia.
Prof. Budi menjelaskan, DSL atau pembelajaran spasial kebencanaan didefinisikan sebagai metode pembelajaran berbasis spasial yang menggabungkan teknologi geospasial, teori berpikir spasial, konstruktivisme kontekstual, pembelajaran pengalaman, serta pendekatan komunitas. Tujuannya adalah menumbuhkan kesadaran, pengetahuan, dan keterampilan praktis masyarakat dalam menghadapi risiko bencana.
“DSL bertujuan menciptakan generasi yang tidak hanya memiliki pengetahuan teoritis tentang bencana, tetapi juga keterampilan praktis dan kesiapsiagaan mental dalam menghadapi tantangan kebencanaan masa depan,” ujar Prof. Budi Handoyo.
Pasalnya, di tengah kondisi geografis Indonesia yang memiliki potensi atau ancaman bencana alam yang tinggi, pembelajaran-pembelajaran kebencanaan sifatnya masih umum dan abstrak.
“Nah sekarang kita coba anak-anak itu belajar kebencanaan itu basisnya peta spasial, melihat ruang di mana mereka tinggal, bencana yang terjadi prosesnya seperti apa, kemudian bagaimana mereka harus melakukan tindakan yang sesuai dengan keadaan bencana itu,” ungkap Prof. Budi.
Konsep ini telah diuji coba di SMA Negeri 1 Dampit Kabupaten Malang. Hasilnya menunjukkan peningkatan signifikan. Datanya, Kesiapsiagaan erupsi meningkat dari 59% menjadi 98% (kategori tinggi–sangat tinggi). Kesiapsiagaan gempa naik dari 59% menjadi 91%. Kesiapsiagaan banjir melonjak dari 66% menjadi 99%.
“Selain pengetahuan, sikap siswa terhadap bencana juga lebih positif, disertai keterampilan praktis dalam menghadapi situasi darurat, misalnya prosedur evakuasi saat gempa,” kata dia.
Selain itu. Prof. Budi menekankan pentingnya kemitraan dengan pemerintah daerah dan BPBD. Menurutnya, BPBD merupakan lembaga responsif, tetapi dengan keterbatasan tenaga untuk menjangkau wilayah terkecil, sehingga perlu “banyak tangan” melalui edukasi berbasis sekolah dan komunitas.
“Untuk memperluas jangkauan, kami juga mengembangkan platform digital DSL Global Partnership. Melalui dashboard real-time, ruang belajar virtual, dan resource sharing, platform ini memungkinkan kolaborasi global antara peneliti, sekolah, guru, dan siswa,” imbuhnya.
Ia menambahkan, DSL dapat diterapkan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, dengan pendekatan berbeda sesuai jenjang pendidikan. Misalnya, pembelajaran berbasis cerita di SD, integrasi Google Earth di SMP, penggunaan GIS di SMA, hingga analisis spasial lanjutan di perguruan tinggi.
“Dengan DSL, kita beralih dari paradigma reaktif ke proaktif, dari sektoral ke integratif, serta dari lokal menuju global. Semua demi mengurangi risiko bencana dan melahirkan masyarakat yang lebih tangguh,” tandas Prof. Budi.