logo2

ugm-logo

Ringkasan Eksekutif

 

Pendampingan Simulasi Health Emergency Operation Center (HEOC) di Provinsi Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah


Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM


Koordinasi masih menjadi masalah terbesar dalam manajemen bencana dan untuk mengatasinya diperlukan kolaborasi pentahelix untuk penanganan bencana dan krisis kesehatan. Kementerian Kesehatan RI melalui Pusat Krisis Kesehatan telah menciptakan berbagai modul, pedoman, dan mengadakan simulasi kegiatan kebencanaan. Namun, masih banyak pemangku kebijakan di tingkat sub nasional yang mengalami kendala dalam mengoperasikan HEOC (atau sekarang disebut Pusdalops atau Pusat Pengendalian Operasi Kesehatan) selama masa tanggap darurat. Peneliti dan konsultan PKMK FK-KMK UGM secara aktif terlibat dalam pengembangan pedoman dan regulasi terkait manajemen bencana kesehatan dan krisis kesehatan di Indonesia, termasuk mengenai perkembangan HEOC di Indonesia bekerja sama dengan Pusat Krisis Kementerian Kesehatan RI. Kali ini, divisi MBK PKMK FK-KMK UGM bekerja sama dengan Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) mengadakan simulasi HEOC di tiga provinsi di Indonesia dan melakukan pendampingan perbaikan dokumen HEOC di ketiga provinsi tersebut, yakni Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Program ini telah diawali pada 2023, tahun ini (2024) program tersebut masih berjalan.

Pada 2024, dilaksanakan kegiatan FTX di Provinsi Sulawesi Selatan dengan kasus banjir dan rabies yang menyebabkan adanya kondisi krisis kesehatan akibat wabah dan bencana alam. Di Provinsi Bali, telah dilaksanakan TTX dan FTX dengan kasus wabah ILI (Influenza-like Illness) yang menyebabkan krisis kesehatan di tingkat provinsi. Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah dilaksanakan TTX dan FTX dengan mengangkat bencana banjir disebabkan tanggul jebol di beberapa titik. Kegiatan yang dilaksanakan ini berdasarkan dokumen pedoman HEOC yang telah disusun oleh masing-masing provinsi dengan pendampingan AIHSP selama 4 tahun terakhir. Sehingga adanya simulasi ini difungsikan untuk menguji operasionalisasi dokumen dan SOP yang telah ada.

Setelah mengimplementasikan hal tersebut, ditemukan adanya area-area yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Provinsi Sulawesi Selatan dan Bali menyampaikan keinginan mereka untuk mendapatkan fasilitasi dan pendampingan dari PKMK FK-KMK UGM dan AIHSP untuk meningkatkan, memperbaiki, dan memfinalisasikan dokumen mereka. Oleh karenanya, PKMK FK-KMK UGM dan AIHSP menyetujui permintaan tersebut. PKMK FK-KMK UGM mendesain pelaksanaan finalisasi pedoman dan mendampingi proses perbaikan hingga finalisasi. Kedua provinsi, walaupun memiliki dinamika dan tantangan masing-masing dalam melakukan perbaikan, berhasil melakukan finalisasi hingga mendapatkan perencanaan sosialisasi dan peresmian dokumen di tingkat pemerintahan provinsi. Meski akhirnya Provinsi Jawa Tengah juga menghendaki hal yang sama setelah mereka menyelesaikan simulasi, proses finalisasi pedoman tidak terlaksana karena hambatan di internal Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Sehingga, PKMK FK-KMK UGM sebagai fasilitator hanya dapat memberikan rekomendasi perbaikan kepada tim penyusun pedoman di provinsi tersebut.

Kegiatan ini dapat diimplementasikan dengan baik dengan luaran terlaksananya TTX dan FTX di ketiga provinsi, serta pendampingan perbaikan dokumen HEOC. Salah satu keunggulan dari kegiatan ini adalah keterlibatan GEDSI dan peran multi sektor dalam setiap sisi kegiatan. Sehingga, pendekatan yang diberikan dapat bersifat komprehensif dan implementatif. Selain itu, dengan melibatkan lebih banyak komponen di Dinas Kesehatan setempat, menjadikan meningkatnya atensi dari pemangku kebijakan tentang pentingnya dokumen ini dan upaya kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana dan krisis kesehatan.

Dari kegiatan ini, SOP-SOP yang mungkin sudah ada namun tersebar di berbagai institusi dan bidang dapat diintegrasikan menjadi satu dokumen utuh dan telah diuji implementasinya. Kegiatan juga membantu menyadarkan pentingnya membuat SOP manajemen korban, SOP RHA, SOP penyusunan materi komunikasi risiko, dan SOP penyusunan laporan harian HEOC agar bersifat inklusif. Hal ini juga menjadi masukan penting bagi Pusat Krisis Kemenkes RI yang perlu mencantumkan detail tersebut di dalam pedomannya. Kegiatan ini juga mampu memberikan capaian dalam memberikan pelatihan bagi Tenaga Cadangan Kesehatan – Emergency Medical Team (TCK-EMT), PSC 119 (Public Safety Center 119) dan EMT dari berbagai LSM.

Penulis :

dr. Alif Indiralarasati

Peneliti Div MBK FK-KMK UGM