Table Top Exercise and Communication in Disaster Medicine
UiTM Selayang Campus, Selangor Malaysia
1 – 6 Juli 2019
Pembaca sekalian, delegasi kami senang sekali dapat berbagi reportase harian mengenai kegiatan ini. Berawal dari pertemuan kami di Kongress WADEM Mei 2019 lalu di Brisbane, pada beberapa sesi presentasi tentang disaster health management, EMT, dan kurikulum bencana di Indonesia, kami bertemu dengan ketua Panitia TOPCOM 2019. Dari diskusi singkat itulah kemudian dr. Hendro Wartatmo, Sp.BDKBD, dr. Handoyo Pramusinto, Sp.BS(K), dr. Bella Donna, M.kes, dan Madelina Ariani, SKM, MPH diundang untuk menghadiri konferensi TOPCOM ini. Delegasi juga membawa tiga poster dan satu paper presentasi.
Sangat menarik ketika pertama kali membaca website TOPCOM ini, acara ini sudah berlangsung hingga tujuh kali dan dihadiri oleh praktisi, peneliti, dan pengajar yang memang berkecimpung di bidang pelatihan kebencanaan khususnya emergensi dan bencana. Silakan menyimak program lengkapnya pada https://www.topcommalaysia.com.
Silakan menyimak reportase harian dari delegasi kami:
Semua kebutuhan kami, dari tiket hingga akomodasi telah disiapkan oleh panitia TOPCOM sejak kami masih di Indonesia. Kemarin, saya dan dr. Bella berangkat terlebih dahulu, kami ingin mengikuti secara penuh kegiatan ini mulai dari pre konferens, seminar, dan simulasi hingga 6 juli mendatang.
Setibanya di Malaysia, siang menjelang sore kami sempatkan rekreasi sejenak ke wilayah pemerintahan Putra Jaya, kemudian rehat magrib di Bukti Ampang (semacam Bukit Bintang di Gunung Kidul, Yogyakarta), kemudian ke pusat kota, apalagi kalau bukan menyambangi Menara Kembar Petronas. Selepas itu baru kami ke homestay yang sudah disiapkan. Lebih tepatnya apartemen yang berada tepat di seberang rumah sakit Selayang.
Hari ini, ada banyak workshop yang diselenggarakan, yaitu 6 kelas. Kami memilih untuk masuk di kelas F tentang Tactical Medicine and Communication Risk. Acara setiap kelas tepat dimulai pukul 8.30 MYT, begitupun di kelas ini. Sesi pagi di isi oleh Supt Mat Shukor. Shukor menjelaskan tentang advanced tactical combat medicine disusul dengan drill. Sederhananya, materi ini mengajarkan bagaimana seorang relawan kesehatan harus memperhatikan keselamatan dirinya, bagaimana membuat dirinya selamat, dan bagaimana perlindungan diri dasar yang bisa dilakukan. Keilmuan ini memang berasal dari militer, tetapi bisa diterapkan oleh siapa saja untuk keselamatan dirinya saat sedang melaksanakan tugas kemanusiaan, terutama pada daerah konflik dan sulit. Di sesi drill, kami diajarkan banyak istilah dan gerakan perlindungan diri dari kepolisian dan tentara, kami juga diberi kesempatan untuk merasakan kegentingan saat mobil yang kami tumpangi saat menjadi relawan medis dicegat dan ditembaki oleh orang yang tidak dikenal, bagaimana keluar dari mobil dan berlari menjadi inti dari latihan ini.
Sesi siang, kami sempat mengikuti kelas Tuan Mohd Eirwan tentang Hazard Assessment dan PPE. Menarik, meski pembahasannya banyak mengenai penanganan dan studi kasus bom yang terjadi di Malaysia. Kemudian, kami berpisah, dr. Bella masuk ke kelas Datuk Dr. Alwi tentang Introduction to Mass Casuality Incident. Di kelas ini, diceritakan kemungkinan dan kejadian mass casuality yang pernah terjadi di Malaysia, bagaimana penanganan klinisnya juga. Sedangkan Madelina, melanjutkan kelas selanjutnya yakni kelas Roslan Ghani dan Arif Aizudeen tentang Communication Crisis Management dan Phonetic Alphabeth. Hingga pukul 17.00 MYT kami diajak untuk memahani proses komunikasi, bagaimana situasi komunikasi pada saat krisis melalui permainan dan praktek komunikasi.
Penulis menyadari bahwa komunikasi memang sangat penting dalam situasi krisis. Tekanan yang tinggi bisa memperburuk komunikasi dengan siapa saja. Penulis langsung teringat kejadian demi kejadian saat mendampingi dinas kesehatan dan puskesmas saat situasi bencana. Susah - susah gampang, gampang - gampang susah, kadang mudah kadang juga menjadi tantangan, tidak masalah asalkan tetap dapat kita kendalikan, kira - kira begitu. Jangan sampai dinkes dan puskesmas setempatmerasa diambil alih tugas dan tanggungjawabnya atau jangan sampai juga mereka terlena dengan bantuan dan tidak mandiri. Hal yang perlu digarisbawahi, komunikasi memilki peran yang penting, bagaimana komunikasi kita saat mendampingi tidak menggurui tetapi menjadi kesepakatan bersama untuk kebangkitan pasca bencana untuk daerah.
Demikian, esok masih ada workshop. Kami berencana mengikuti di kelas F dengan topik Psychosocial and Humanitarian Assistance. Sedangkan dr. Handoyo dan dr. Hendro akan mengikuti kelas Counter Terrorism and CBRNE.
Reportase oleh: Madelina Ariani (FK – KMK UGM).
Hari 2
Selasa, 2 Juli 2019
Pagi ini saya dan dr. Bella baru bertemu dengan dr. Handoyo dan dr. Hendro. Beliau baru tiba tadi malam dan menginap di salah satu hotel yang telah disiapkan oleh panitia, lebih jauh dari kami, kurang lebih 30 menit dari Fakultas Kedokteran UiTM.
Untuk kebutuhan pengembangan bahan ajar tentang dekontaminasi di rumah sakit, maka kami semua memilih kelas D dengan topik Counter Terrorism and CBRNE, sub topik Hospital Decontamination Demonstration. Lokasi demo di depan IGD Hospital Selayang. Tepat di sebelah kanan IGD, ruang dekontaminasi telah disiapkan sejak beberapa tahun yang lalu. Ruangan ini sehari - hari terbuka mungkin bisa untuk parkir ambulans juga, tetapi sudah disiapkan pembatas plastik anti air, ada pipa - pipa air, dan shower juga.
Di sisi yang lain pemain simulasi dan pasien sudah siap. Para pemain berpakaian lengkap sesuai syarat penanganan pasien dekontaminasi. Ada dua pembelajaran yakni demonstrasi dekontaminasi pasien dengan ambulatory dan non ambulatory. Menarik untuk membandingkannya dengan RS - RS kita di Indonesia. Video rekaman sederhana demonstrasi tersebut Klik Disini
Kami kembali ke FK UiTM untuk menyimak demonstrasi dekontaminasi CBRNE. Menarik sekali menyimak SOP dan perlengkapan yang digunakan. Saya jadi teringat simulasi dengan skenario ledakan nuklir di BATAN Yogyakarta dua tahun lalu yang diselenggarakan oleh BATAN dan BPBD DIY. Peralatan dan SOP yang kita demonstrasikan juga sama. Namun, kembali kita harus mengingat evaluasi saat itu diantaranya bagaimana kita dapat menyiapkan lebih banyak peralatan dekontaminasi untuk ambulans, peralatan di rumah sakit rujukan, dan first responder jika skenario itu benar - benar terjadi.
dr. Hendro kemudian masuk ke kelas B tentang Principle of Damage Control. Damage control memang pertama kali berawal dari bidang militer angkatan laut, dimana kerusakan kapal yang terjadi di tengah laut segera dapat diperbaiki. Kemudian konsep ini diadopsi oleh kedokteran. Konsep yang disampaikan oleh Dr. Husham Abdel Rahman dari Qatar tentang damage control ini menurut dr. Hendro sudah dilakukan juga di Indonesia. Namun, memang kita perlu mencontoh untuk perkembangan pesat peralatan dan sistem yang mereka telah dibangun.
dr. Handoyo masuk ke kelas F tentang Psychological Impact and Strategies of Disaster Invention for Children and Adolescence. Teori yang disampaikan oleh Dr. Zaraiah Aiza menarik, tetapi mengingat bencana yang kerap terjadi di Indonesia maka konsep ini perlu ditambahkan dengan pendekatan masyarakat lokal, bagaimana penanganan psikososial yang diberikan oleh relawan dapat diteruskan oleh masyarakat setempat. Konsep ini juga harus memperhatikan situasi yang tidak terduga seperti anak yang kehilangan orang tuanya, atau saudara yang kehilangan saudaranya, karena kasus ini banyak kita dapatkan di kejadian bencana di Indonesia.
Selesai makan siang, kami masuk ke kelas F. Ada 3 materi yang kami simak yakni tentang Role of Humanitarian Medicine, Public Health Emergency, and Medical Logistic Challenges. Sangat menarik untuk lebih menggali peran kita dalam kemanusiaan, banyak yang harus diperhatikan oleh relawan kesehatan. Tidak hanya kebutuhan pribadi dan tim, tetapi juga hal -hal lain dari masyarakat yang akan ditolong, misalnya aspek sosial budaya. Berhubungan dengan materi selanjutnya tentang logistik. Ada 5 pilar yang harus kita perhatikan dalam melakukan logistic preparedness yakni koordinasi/ kerjasama, orang, SOP, stok, dan informasi. Di sesi terakhir, IFRC lebih menjelaskan tentang perbedaan istilah antara Public Health Emergency (PHE) dan Public Health in Emergency (PHiE). PHE lebih kepada penanganan wabah, sedangkan PHiE lebih kepada penanganan kasus-kasus kesehatan masyarakat pasca bencana.
Apa yang disampaikan selama ini telah dilakukan oleh tim bencana FK - KMK UGM jika bertugas, mulai dari penyiapan logistik dan tim, serta upaya Public Health in Emergency. Surveilans dalam bencana kami mulai sejak Gempa Jogja 2010, kemudian diperkuat pada pasca gempa bumi di Pidie Jaya Aceh 2016, berlanjut dengan bencana Lombok, Palu, dan Lampung Selatan. Masih banyak pekerjaan public health dalam emergensi yang harus kita kembangkan bersama.
Seluruh delegasi diundang untuk gala dinner malam mini di KL Tower. Seru sekali menikmati hidangan dan keindahan malam dengan view seluruh KL. Ya, seluruh KL karena resto ini mampu berputar 360 derajat. Kami berharap kerjasama ini akan dapat berlanjut ke depannya.
Reportase oleh: Madelina Ariani (FK – KMK UGM).
Hari 3
Rabu 3 Juli 2019
Sejak pukul 7 MYT dari homestay kami sudah terdengar sirine mobil bergantian menuju kampus UiTM. Bagaimana tidak, banyak pejabat negara Malaysia dan delegasi dari berbagai bangsa hadir pada pembukaan konferensi TOPCOM kali ini. Kami sendiri baru hadir sekitar pukul 8.30 MYT, LO langsung mengarahkan kami ke ruang auditorium Fakultas Kedokteran UiTM. Benar saja, auditorium sudah dipenuhi oleh para undangan, pejabat, dan pembicara. Banyak peserta diarahkan ke ruangan lain dan mengikuti seremonial pembukaan melalui siaran live TV.
Lagu Kebangsaan Malaysia diputar, seluruh peserta berdiri, dan bernyanyi dengan khidmat. Acara dilanjutkan dengan doa mengharap ridho Allah SWT untuk kelancaran dan keberkahan kegiatan yang sangat bermanfaat untuk penanganan kebencanaan dan kemanusiaan ke depannya.
Datuk Dr. Mohamed Alwi bin Haji Abdul Rahman selaku Head of Departement and Consultant Emergency Physician, Hospital Selayang memberikan sambutannya. Dr. Alwi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang berjasa tidak hanya untuk terselenggaranya kegiatan ini tetapi juga pada dedikasi selama ini pada bidang disaster and emergency medicine baik dari Malaysia dan Negara - negara lain yang datang. Malaysia memang cukup aman dari bencana alam seperti gempa, tetapi tidak lepas dari ancaman banjir yang terjadi setiap tahun ataupun ancaman CBRNE. Untuk itu, kesiapsiagaan tetap harus dilakukan.
Sambutan berikutnya dari Datuk Wira Dr. Hj Bahari Bin Datuk Abu Mansor, Deputi Chairman Malaysian Red Cressent. Kemudian sambutan dari perwakilan Kementerian Kesehatan Malaysia. Pembukaan secara simbolis dilakukan dengan tanda tangan digital oleh Kementerian Kesehatan, diikuti oleh Dr. Alwi, Dr. Sakinah, dan Datuk Wira. Acara selanjutnya adalah “Jasamu Dikenang” atau pemberian penghargaan kepada orang - orang yang berjasa selama ini untuk upaya kemanusiaan, kebencanaan, dan emergensi di Malaysia. Penghargaan ini dberikan tidak saja untuk orang Malaysia tetapi juga orang - orang dari negara lain yang berjasa untuk Malaysia.
Ada demonstrasi penanganan bencana yang ditunjukkan oleh Malaysia hari ini. Selama kurang lebih satu jam simulasi penanganan kebakaran di sebuah perusaan cat. Badan Bomba dan Penyelamatan (Jika di Indonesia seperti Damkar dan SAR, termasuk tim HAZMAT) serta tim medis dari Hospital Selayang datang ke lokasi kejadian. Simulasi ini menunjukkan proses evakuasi, dekontaminasi, triage, penanganan korban, dan evakuasi medis udara menggunakan helikopter. Simulasi seperti ini sering dilakukan di Indonesia, terutama bencana alam. Namun, seperti yang saya sampaikan pada reportase hari kedua setelah menyaksikan demonstrasi dekontaminasi, kita memang harus memberi perhatian lebih untuk bencana kegagalan teknologi, nuklir, dan CBRNE, terutama untuk daerah - daerah yang banyak memiliki perusahaan kimia.
Kelas pleno dimulai tepat pukul 14.00 MYT. Dr Alwi membuka dan mempesilakan pembicara pertama presentasi dari Qatar. Judul presentasinya berjudul Crisis Surge Capacity and Mitigation Plan in Trauma. Menarik untuk memulai sesi pembelajaran siang ini dengan penjelasan mengenai surge capacity. Meminjam kata - kata bijak dari Sun Tzu, Jika kita mampu mengenali diri kita sendiri dan musuh kita maka kita tidak akan kalah dalam pertempuran. Surge capacity merupakan salah satu cara kita untuk mengenali diri kita sendiri. Sedangkan mengenali dan menghitung risiko ancaman adalah cara kita untuk mengenali musuh kita, tentu dalam hal kebencanaan. Presentasi berlanjut dengan contoh mengenai kesiapsiaagaan sektor kesehatan Qatar dalam menghadapi ancaman bencana dan emergensi.
Pembicara kedua dari Australia. Khusus membicarakan mengenai aeromedical, retrieval, and evacuation medicine. Tantangan geografi dan demografi Australia mengharuskan mereka untuk melakukan penanganan lebih yakni melakukan evakuasi dan layanan medis melalui udara. Tidak semudah dibayangkan, banyak tantangan yang harus dipertimbangkan, misalnya mengenai besarnya biaya logistik yang harus disiapkan, apakah tim terlatih, termasuk tantangan teknis dalam melakukan layanan kesehatan di dalam helikopter atau pesawat, getaran dan tekanan udara misalnya. Menarik untuk membaca lebih jauh sebuah penelitian yang membandingkan efektivitas rujukan pasien dengan pendamping atau didampingi oleh tim aeromedical saja.
Pembicara ketiga dari Amerika Serikat membawakan presentasi: what is an active shooter? Ya, ancaman penembakan terutama di negara dengan ancaman teror dan konflik yang tinggi perlu diberikan perhatian. Bagaimana kita siap untuk melakukan penanganan korban, termasuk manajemennya. Mulai dari pengetahuan tentang jenis dan model peluru/ senjata, bagaimana cara kerja dan dampak tembakannya terhadap tubuh, sehingga memudahkan untuk melakukan tindakan penyelamatan.
Terakhir, tiba saatnya dr. Hendro presentasi tentang sharing experience in disaster management lesson learnt from Indonesia natural disaster. Segar dalam ingatan semua bencana yang pernah terjadi Indonesia, tidak hanya bencana alam tetapi juga krisis kesehatan seperti kurang gizi yang terjadi di Lombok 34 tahun kemudian terulang pada bencana Asmat 2017 lalu. Melalui semua peristiwa bencana besar yang pernah terjadi dimana Hendro terlibat memberikan pembelajaran tersendiri, terutama progress kemajuan manajemen bencana sektor kesehatan di Indonesia.
Reportase oleh: Madelina Ariani (FK – KMK UGM).
Hari 4
Kamis 4 Juli 2019
Masih sama seperti kemarin, TOPCOM 2019 pagi hingga siang diisi dengan pleno. Empat paparan menarik, pertama tentang Medical Preparedness in Radiological and Nuclear Incidence (USA), kedua tentang Mass Casualty Incident Management Blast Injury (Sri Lanka), ketiga tentang Management of Mechanical Ventilator in Pediatric Critical Care (USA), dan keempat tentang Psychology Fisrt Aid (USA).
Kasus - kasus konflik dan bencana alam yang pernah dialami oleh Sri Lanka menarik untuk diambil pelajarannya. Terutama mengenai kejadian bom atau peledakan yang bisa terjadi dimana saja dan kapan saja sehingga rumah sakit harus siap menerima dan melakukan penanganan korban. Tidak hanya itu, kegagalan nuklir dan bahaya radiasi juga perlu diberikan perhatian. Tidak hanya penting bagaimana cara penanganan pasien terkontaminasi radiasi tetapi juga bagaimana keamanan tim medis yang menolong, untuk itulah keamanan dan keselamatan petugas medis menjadi perhatian utama. Demikian resume dari dua materi pertama.
Selalu menarik membahas tentang kasus penanganan gangguan psikososial, terutama saat dan pasca bencana. Saya jadi teringat saat mendapat pelatihan tentang pendampingan psikososial, saya berpikir pendampingan psikososial mudah untuk dilakukan, kita hanya perlu menghibur. Ternyata tidak segampang itu. Banyak hal yang perlu diperhatikan seperti cara bertanya, memilih permainan, begitu juga dengan konteks sosial budaya masyarakat setempat. Namun, pertolongan pertama psikososial dapat dilakukan oleh siapa saja dan menjadi tanggung jawab saat berhadapan dengan korban.
Kegiatan table top exercise berlangsung satu jam sebelum makan siang. Dimulai dengan sedikit materi tentang ICS. Tiba - tiba datang korban dan kemudian tim penyelamat. Menyaksikan tim penyelamat dan medis melakukan pertolongan, seluruh peserta menjadi observer. Debriefing kemudian ditanyai mengenai what went well dan wrong nya. Salah satu yang jelas terlihat adalah, semua orang ingin melakukan penyelamatan korban. Namun, seharusnya juga memperhatikan prosedur medis dan regulasi, serta keselamatan diri sendiri.
Setelah makan siang, table top exercise berpindah ke ruang skills lab di lantai 2. Di lokasi ini sudah disiapkan 10 meja dan nama - nama kelompok. Table top excercise kali ini diinstrukturi oleh dr. Via dari USA dan tim, serta difasilitatori oleh pembicara dari berbagai negara lainnya. Sedangkan kami ditugaskan menjadi observer.
Table top exercise dilakukan dua kali. Tujuannya untuk memberikan pemahaman mendalam tentang ICS, gaya kepemimpinan, dan komunikasi dengan dua kasus yang berbeda. Mengobservasi table top exercise ini menyadarkan saya bahwa kegiatan seperti ini pun sudah sering kami lakukan saat pelatihan rumah sakit, dinkes, dan puskesmas disaster plan, bahkan untuk praktek logistik medis bencana untuk mahasiswa kedokteran. Sebelum berangkat untuk kegiatan ini, tim kami melakukan pelatihan dinkes disaster plan dan dilanjutkan dengan simulasi aktivasi klaster kesehatan. Banyak pembelajaran dari metode pengembangan skenario kasus, model fasilitasi, dan debriefing yang dapat diambil untuk pelatihan bencana sekembalinya kami nanti ke Indonesia.
Reportase oleh: Madelina Ariani (FK – KMK UGM).
Hari 5
Your text...
Hari 6
Your text...
Video
Dekontaminasi pasien ambulatory (pasien dapat berjalan)
Dekontaminasi pasien non ambulatory (pasien tidak dapat berjalan)