JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta pemerintah pusat untuk menyiapkan rencana aksi guna mendukung daerah rawan bencana terhadap anomali fenomena La Nina.
"Kementerian/lembaga harus membuat rencana aksi untuk mendukung daerah yang rawan bencana," ujar Deputi Bidang Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan dalam konferensi pers virtual, Minggu (11/10/2020).
Lilik menuturkan, bencana alam pada dasarnya bersifat lokal.
Karena itu, kementerian dan lembaga juga perlu menggugah masyarakat agar saling bersinergi mengantisipasi dampak La Nina.
Menurutnya, antisipasi itu perlu dilakukan oleh jajaran pemerintah provinsi, kabupaten/kota, camat, kepala desa maupun lurah, ketua RT dan RW, serta masyarakat itu sendiri.
"Sehingga semuanya harus bergerak, kita akan melakukan upaya secara bersama-sama, sehingga tidak sendiri-sendiri, ini kita harapkan bisa bersinergi," kata dia.
Selain itu, BNPB juga berharap adanya dukungan penuh dari BNPB tingkat daerah, organisasi relawan hingga relawan perseorangan.
Mereka diharapkan dapat menguatkan sinergitas dalam kesiapsiagaan menghadapi dampak anomali La Nina.
"BNPB tentu saja mengharapkan dukungan kawan-kawan di daerah, baik provinsi, kabupaten/kota, orgasiasi relawan menjadi bagian kesiapsiagaan ini," terang Lilik.
Adapun dampak anomali iklim La Nina berpotensi meningkatkan curah hujan di sejumlah wilayah di Indonesia.
Berdasarkan data BKMG, prakiraan dampak La Nina terjadi pada akhir 2020 hingga awal 2021.
Sebagian besar wilayah Indonesia saat ini sudah memasuki musim hujan sejak Oktober hingga November 2020.
Wilayah tersebut meliputi sebagian besar Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi Selatan bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah bagian barat.
Kemudian Gorontalo, sebagian besar wilayah Sulawesi Utara, Maluku Utara, Pulau Buru bagian utara, Papua Barat bagian utara, dan Papua bagian tengah.
Adapun puncak musim hujan diprakirakan umumnya akan terjadi pada Januari dan Februari 2021.