logo2

ugm-logo

Blog

Bagaimana Satu Keluarga di Surabaya Terpapar COVID-19 Hingga Meninggal?

Surabaya - Satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak di Surabaya meninggal diduga karena positif COVID-19. Lantas bagaimana awalnya satu keluarga tersebut terpapar COVID-19?

DW, anak bungsu keluarga tersebut mengatakan bahwa awalnya kakaknya dengan ditemani sang suami sempat kontrol kandungan di salah satu rumah sakit di kawasan Ampel. Kemudian kakaknya sempat menginap di rumah milik keluarganya yang ada di Ampel.

"Ini dugaan kuat ya, karena saya diceritakan juga oleh mama dan kakak sendiri waktu itu. Saya lupa tepatnya tanggal berapa, kakak saat itu kontrol kandungan di RS Muhammadiyah di Ampel. Saat itu kakak gak pulang, jadi sempat nginep 1 malam di rumah ampel," kata DW kepada detikcom, Kamis (4/6/2020).

Kemudian, lanjut DW, setelah kakaknya pulang ke rumah di Gubeng Kertajaya, suami kakaknya tersebut langsung sakit selama 3 hari. Sakit tersebut yakni demam dan batuk.

"Dari situ terus ketularan semua satu per-satu anggota keluarga. Tapi karena mungkin imun tubuh suami kakak kuat, jadi dia sembuh. Sedangkan kakak yang sedang hamil 8 bulan gak kuat mungkin imunnya lemah, akhirnya positif COVID-19 dan meninggal. Sementara orang tua saya sendiri sudah tua juga akhirnya terpapar dari hasil rapid test yang reaktif," jelasnya.

DW menyebut kedua orang tuanya disiplin selama pandemi COVID-19. Bahkan keponakan DW yang tinggal serumah dengan kedua orang tuanya tidak diperbolehkan keluar rumah.

"Jadi di sana (rumah Gubeng) ada kakakku pertama (yang meninggal) dan kakak kedua. Kakak-kakakku udah punya anak semua masing-masing 1 dan di sana sama orang tua saya. Mereka disiplin, apalagi semenjak ada pandemi ini gak pernah keluar rumah," terang DW yang mengaku tidak tinggal di rumah Gubeng.

Untuk kondisi keluarganya yang meninggal dunia, DW menjelaskan hanya ayahnya yang memiliki riwayat penyakit penyerta yakni jantung dan diabetes. Sementara ibu dan kakak DW tidak memiliki riwayat penyakit.

Sementara, 3 anggota keluarga DW yang meninggal telah dimakamkan dengan protokol COVID-19. DW menegaskan bahwa yang meninggal karena COVID-19 adalah kakaknya. Sementara kedua orang tuanya meninggal dengan status PDP. Mereka reaktif namun belum melakukan tes swab.

DW berpesan kepada masyarakat khususnya warga Surabaya bahwa virus Corona itu nyata dan berbahaya. Ia menilai banyak orang yang masih menganggap remeh virus tersebut.

"Virus ini jahat, tapi virus ini benar-benar ada dan gak bisa dianggap remeh. Jadi harus sadar akan kesehatan, kebersihan dan kalau memang tidak perlu kemana-mana lebih baik di rumah saja," pungkasnya.

sumber:detik.com

Jenis Virus Corona di Indonesia Disebut Tak Masuk Kategori yang Ada di Dunia, Ini Penjelasan Eijkman

KOMPAS.com - Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Amin Soebandrio menyatakan tiga jenis virus corona di Indonesia tidak masuk kelompok besar S, G, maupun V yang ada di dunia.

Amin mengatakan, Eijkman sebelumnya telah mengirim tujuh whole genome sequencing (WGS) virus corona dari Indonesia ke lembaga Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID).

"Nah tiga dari tujuh WGS yang dikirim Eijkman itu tidak termasuk S, G, maupun V, sehingga sementara ini dikelompokkan sebagai others," kata Amin saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/6/2020).

Perlu untuk diketahui, GISAID adalah bank data influenza di dunia yang bertugas mengumpulkan semua virus flu.

Tak hanya itu, GISAID juga melakukan penelitian terhadap virus penyebab Covid-19.

"Ada tiga virus Indonesia yang sejak awal dilaporkan tidak termasuk dalam kelompok besar yang ada di dunia ini menurut GISAID," ujar Amin.

Jenis virus corona

Amin menyampaikan ada suatu badan juga yang melakukan analisis data genom virus di dunia, yakni NEXTSTRAIN yang juga memberikan analisis.

Tiga WGS virus Indonedia tadi, lanjutnya, bila berdasarkan NEXTSTRAIN masuk dalam kelompok 19A.

"Artinya kelompok A yang sudah ada sejak tahun 2019," papar Amin.

Ketika disinggung berapa jenis virus corona yang saat ini ada di Indonesia, Amin tidak bisa menjawab dengan pasti.

Pasalnya, saat ini baru sedikit strain atau jenis virus corona yang di-submit.

"Untuk berapa jenisnya, saat ini masih sedikit yang di-submit. Dari Eijkman baru 7 yang di submit, dari Unair baru 2, yang lainnya baru proses karena belum lengkap," jelas dia.

"Yang dari Unair, kalau enggak salah 1 di antaranya itu masuk di kelompok G," imbuhnya.

Penjelasan Epidemiolog

Dikonfirmasi terpisah, pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyatakan bahwa hal ini mengindikasikan virus corona terus bermutasi.

Kendati demikian, ia menilai seharusnya dilihat dari keseluruhan pihak yang mensubmit jenis virus, tidak hanya dari Eijkman saja.

"Jadi kita ingin melihat polanya. Apakah mutasinya di Indonesia atau di luar Indonesia, ini penting," kata Pandu.

Lebih lanjut, hal ini juga menuntut dalam pembuatan vaksin harus mengantisipasi semua jenis virus corona yang ada.

Pandu mengungkapkan, nantinya vaksin tak hanya diperuntukkan di Indonesia, namun juga untuk seluruh dunia.

"Bukan hanya virus yang ada di Indonesia, bukan berarti Indonesia buat vaksin untuk Indonesia, enggak. Tapi juga untuk semua jenis virus corona yang ada di dunia," terang dia.

Oleh sebab itu, kata Pandu, dalam pembuatan vaksin harus dilakukan secara global. Tidak mungkin satu negara membuat vaksin sendiri-sendiri.

Terlepas dari itu, Pandu menilai usaha dari Indonesia dalam melaporkan jenis-jenis virus corona sudah tepat.

Era New Normal, Berikut Starter Kit Dalam Tas Siaga Covid-19

KOMPAS.com - Pemerintah terus menggenjot upaya persiapan fase new normal atau kenormalan baru di tengah pandemi.

Meski kurva kasus corona di Indonesia belum melandai, sejumlah persiapan terus dilakukan, semisal dengan pengerahan pasukan TNI-Polri, setidaknya di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota.

Pada fase ini, pembatasan kegiatan masyarakat akan dilonggarkan.

Masyarakat bisa kembali beraktivitas seperti bekerja dan bersekolah, namun dengan tetap mematuhi sejumlah protokol kesehatan seperti memakai masker dan membatasi jarak fisik.

Oleh karena itu, masyarakat perlu menyiapkan beberapa hal saat berada di luar rumah (fase new normal).

Masyarakat pun diimbau untuk tetap menggunakan masker, menjaga jarak fisik lebih dari 1 meter dan rutin mencuci tangan saat menjalani fase new normal.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pun merekomendasikan "Tas Siaga Covid-19) yang memiliki isi bermacam hal guna melindungi dari paparan Covid-19.

"Selain terus menerapkan disiplin diri menaati protokol kesehatan dengan jaga jarak dan rajin cuci tangan, penting bagi kita menyiapkan beberapa hal yang jadi 'senjata' ampuh pelindung diri, khususnya bagi para pejuang nafkah keluarga," tulis BNPB dalam akun Instagram resminya

Lantas, apa saja barang-barang yang perlu dibawa di dalam tas ketika bekerja atau keluar dari rumah?

1. Pakai masker dan siapkan cadangannya. Jangan lupa kantung untuk masker habis pakai.

2. Hand sanitizer, disinfektan semprot dan sabun cair.

3. Tisu basah dan kering.

4. Alat makan dan botol minum.

5. Perlengkapan ibadah.

6. Totebag buat kamu yang suka mampir belanja.

7. Suplemen atau multivitamin untuk menambah stamina.

Bagi pengguna setia ojeg pangkalan atau ojek online sebaiknya gunakan jaket dan helm pribadi.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto menjelaskan, penggunaan tas siaga Covid-19 tersebut dimaksudkan agar masyarakat lebih aman dari Covid-19.

"Sudah jelas. Dengan membawa peralatan-peralatan tadi, memungkinkan masyarakat dapat terlindung dari paparan Covid-19," kata Yuri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/6/2020).

Yuri mengatakan, barang-barang yang disebutkan di atas tadi, harus selalu dibawa oleh masyarakat apabila hendak keluar rumah, khususnya bagi para pekerja.

Lebih lanjut, dengan membawa peralatan misalnya alat makan dan botol minum sendiri, dapat menghindarkan dari penularan.

"Alat ibadah juga, membawa sendiri dan dipakai sendiri. Begitu juga alat untuk makan, minum dan terpenting selalu pakai masker," ucap Yuri.

BMKG Minta Warga di Pantura Jawa Waspadai Bencana Rob Hingga 6 Juni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Warga di pesisir utara Jawa diminta waspada datangnya bencana rob alias limpasan air laut hingga ke daratan akibat periode pasang.

Rob diprediksi akan terjadi hingga tanggal 6 Juni 2020 mendatang.

"Masyarakat terutama yang bermata pencaharian dan beraktivitas di pesisir atau pelabuhan diharapkan meningkatkan kewaspadaan dan upaya mitigasi terhadap potensi bencana rob terutama untuk daerah-daerah pantai berelevasi rendah seperti
Pesisir utara Jakarta, Pekalongan, Cirebon, dan Semarang, " ujar Plt Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Herizal dalam pernyataannya kepada Tribun, Kamis(4/6/2020).

Menurut Herizal, bencana rob disebabkan oleh kondisi pasang air laut yang cukup tinggi di beberapa wilayah Indonesia akibat fase bulan purnama
(full moon/spring tide).

Selain dari faktor astronomis tersebut, terdapat faktor meteorologis berupa potensi gelombang tinggi yang diprakirakan terjadi mencapai 2,5 meter hingga 4,0 meter di Laut Jawa yang dibangkitkan oleh embusan angin kuat dan persisten mencapai kecepatan hingga 25 knot (46 Km/Jam) yang ikut berperan terhadap peningkatan kenaikan tinggi muka air laut yang terjadi di  perairan utara Jawa.

"Secara klimatologis, tinggi muka air laut pada bulan Mei dan Juni di perairan Indonesia umumnya berada di atas tinggi muka laut rata-rata (mean sea level, MSL)," ujarnya.

Namun kata dia bencana rob memiliki kecenderungan menurun intensitasnya seiring dengan penurunan kecepatan angin.

Doni Monardo Ungkap Penyebab Peningkatan Kasus Positif Covid-19 di Surabaya

KOMPAS.com - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyanjung penanganan wabah virus corona baru atau Covid-19 yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya.

Hal itu disampaikannya saat berkunjung ke Balai Kota Surabaya bersama Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di Balai Kota Surabaya, Selasa (2/6/2020).

Doni mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sudah melakukan langkah-langkah yang sangat baik.

Adapun peningkatan kasus terkonfirmasi yang dialami Surabaya merupakan buah kerja keras dalam melakukan tracing dan pengambilan sampel di berbagai lingkungan masyarakat.

"Tentunya tak mudah untuk mendapatkan informasi daerah yang kawasannya banyak yang positif. Ini langkah yang strategis dan sangat cerdas," kata Doni, di Balai Kota Surabaya, Selasa.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ini berharap, pasien yang saat ini dirawat kemudian sembuh agar mendonasikan plasmanya kepada pemerintah untuk pengobatan pasien yang sakit berat.

Berdasarkan data Pemkot Surabaya, sebanyak 226 kasus kematian akibat Covid-19 memiliki riwayat penyakit penyerta.

Oleh karena itu, ia meminta agar jenis penyakit penyerta itu dipelajari, kemudian diinformasikan ke masyarakat agar berhati-hati.

Sejak beberapa hari terakhir, kasus Covid-19 di Surabaya memang mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, peningkatan jumlah kasus pozitif Covid-19 itu terjadi karena saat ini pihaknya terus gencar melakukan rapid test massal dan swab di beberapa lokasi yang dinilai ada pandemi.

Ketika kemunculan Covid-19 pada awal Maret lalu, Risma mengaku kesulitan melakukan tes cepat maupun tes swab karena keterbatasan alat itu.

Keterlambatan penanganan di awal pandemi karena keterbatasan alat kesehatan, disebut Risma, membuat kasus Covid-19 di Surabaya menjadi tinggi.

Namun, saat ini, Risma telah menerima banyak bantuan alat kesehatan dari Kemenkes, BIN, dan BNPB untuk melakukan tes kepada masyarakat di wilayah yang dinilai terdapat pandemi Covid-19.

Tes massal ini dilakukan di sejumlah tempat, baik di jalan raya, di perkampungan, maupun tempat ibadah.

"Jadi, kami lakukan rapid test massal di beberapa tempat. Kadang lokasinya di sepanjang jalan, kadang pula di masjid, dan sebagainya. Sampai hari ini rapid test kurang lebih sebanyak 27.000 orang," Risma.

Hingga Selasa (2/6/2020) malam, jumlah kasus Covid-19 di Surabaya mencapai 2.748 kasus.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur menggambarkan sebaran Covid-19 di Jawa Timur melalui peta sebaran yang dirilis rutin setiap hari.

Dalam peta tersebut, wilayah Kota Surabaya terlihat berwarna hitam pekat sejak empat hari terakhir.

Menurut Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, dr Joni Wahyuhadi, warna hitam pekat menunjukkan daerah tersebut angka kasusnya lebih dari 1.025 kasus.