logo2

ugm-logo

Blog

Anies Baswedan Apresiasi Persatuan Masyarakat Saling Bantu Hadapi Bencana Jakarta

PR BEKASI - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melihat terjadinya bencana seperti banjir di Jakarta, telah menggambarkan wajah persatuan dari berbagai elemen masyarakat atau organisasi untuk saling membantu saudara lainnya.

Terutama seperti yang dikatakan oleh Anies Baswedan, saat ini Indonesia atau Jakarta sedang ditempa penuh cobaan.

Tidak hanya banjir, namun virus Covid-19 hingga kini masih terus menjadi penanganan yang membutuhkan kerja ekstra.

"Peristiwa ini menggambarkan bahwa begitu banyak orang baik yang membantu sesama di masa penuh cobaan sekarang. Apalagi kita dalam suasana pandemi," kata Anies Baswedan seperti dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, Senin, 22 Februari 2021.

Anies Baswedan memberi kesaksiannya ketika mengetahui adanya keluarga yang mendatangi pinggiran banjir dan memberi bantuan kepada warga terdampak.

Hal semacam itu menurut Anies Baswedan merupakan bukti dari masih banyaknya masyarakat berhati baik. Tanpa dokumentasi, tidak terlihat, tidak ada memerlukan penghormatan secara khusus, sesegera mungkin hanya ingin membantu saudaranya.

"Tanpa ada upacara, tanpa ada dokumentasi, semata-mata membantu saudara," kata Anies Baswedan.

Dalam kesempatannya saat berada di pos pantau pintu air Manggarai, Jakarta Pusat pada Minggu, 21 Februari 2021 kemarin, Anies Baswedan menyampaikan apresiasinya untuk warga, hingga lembaga yang ikut melibatkan pihaknya untuk menangani banjir di Jakarta.

"Saya menyampaikan apresiasi pada warga, lembaga-lembaga sosial dan ormas yang sejak kemarin turun membantu saudara kita yang terdampak banjir," kata Anies Baswedan.

Sementara itu Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPBD DKI Jakarta Sabdo Kurnianto mengatakan bahwa Jakarta Pusat sejak Sabtu telah sepenuhnya surut pukul 21.30 WIB. Namun di daerah lain ketinggian air yang masih ditangani, memiliki ketinggian air bervariasi.

Dilaporkan hingga kini sebanyak lima orang meninggal dunia akibat banjir, dengan rincian empat adalah anak-anak dan satu ialah pria lanjut usia.

Korban lansia berusia 67 tahun berjenis kelamin laki-laki, meninggal di dalam rumah yang terkunci berlokasi di Jatipadang, Jakarta Selatan.

Sementara tiga anak laki-laki yang menjadi korban yaitu berlokasi di Jakarta Selatan dan Jakarta Barat, meninggal lantaran hanyut terseret arus banjir saat sedang bermain.

"Satu anak perempuan usia tujuh tahun tenggelam di Jakarta Barat," kata Sabdo Kurnianto.

Untuk itu masyarakat terutama orang tua diharapkan dapat lebih memperhatikan dan menjaga anak-anak ketika bermain di air genangan, dikhawatirkan terjadi arus kuat yang menyeret dan mengakibatkan korban jiwa.***

Daftar 30 Titik Banjir di Jakarta Versi Jaki

Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah titik di wilayah DKI Jakarta terendam banjir pada Sabtu (20/2). Hujan dengan intensitas lebat hingga ekstrem yang mengguyur Ibu Kota sejak Jumat (19/2) malam menjadi salah satu pemicunya.

Menurut pantauan CNNIndonesia.com melalui aplikasi Jakarta Kini (Jaki) per pukul 14.53 WIB, banjir setidaknya menggenangi 30 titik yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta.

Ketinggian banjir berkisar antara 30 cm sampai di atas 1,5 meter. Beberapa kelurahan yang terpantau mengalami genangan tinggi seperti Cipinang, Kebon Manggis dan Kramat Jati di Jakarta Timur, serta Pela Mampang di Jakarta Selatan.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan terdapat tiga faktor yang menyebabkan banjir di Jakarta, yakni curah hujan tinggi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), curah hujan tinggi di Jakarta dan pasang naik air laut di wilayah Jakarta Timur.

Mengutip peta pantauan banjir dari aplikasi Jaki, berikut beberapa daftar sebaran titik banjir di DKI Jakarta:

1. Cilangkap: genangan 71-150 CM
2. Kelapa Dua: genangan 71-150 CM
3. Pekayon: genangan 31-70 CM
4. Kalisari: genangan 71-150 CM
5. Cijantung: genangan 31-70 CM
6. Bambu Apus: genangan 71-150 CM
7. Rambutan: genangan 71-150 CM
8. Baru: genangan 71-150 CM
9. Cijantung: genangan 31-70 CM
10. Lubang Buaya: genangan 31-70 CM
11. Kramat Jati: genangan 71->150 CM
12. Batu Ampar: genangan 31-150 CM
13. Cililitan: genangan 71-150 CM
14. Kebon Pala: genangan 31-70 CM
15. Cipinang: genangan 71->150 CM
16. Pondok Bambu: genangan 31-70 CM
17. Cawang: genangan 31-15O CM
18. Rawajati: genangan 71-150 CM
19. Kebon Baru: genangan 31-70 CM
20. Kebon Manggis: genangan >150 CM
21. Manggarai: genangan 31-70 CM
22. Kuningan Barat: genangan 71-150 CM
23. Pela Mampang: genangan >150 CM
24. Duren Tiga: genangan 31-70 CM
25. Pejaten Barat: genangan 71-150 CM
26. Cilandak Timur: genangan 71-150 CM
27. Cilandak Barat: genangan 31-70 CM
28. Lebak Bulus: genangan 71-150 CM
29. Bintaro: genangan 31-150 CM
30. Pondok Pinang: genangan 71-150 CM

Kasad Minta Pasokan Bantuan untuk Penanganan Bencana Dipercepat

JAKARTA - Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad), Jenderal Andika Perkasa terus memantau perkembangan penanganan bencana alam yang terjadi di Kalimantan dan Sulawesi. Ia memastikan bahwa penanganan bencana di dua daerah tersebut terus dilakukan.

Jenderal Andika Perkasa meminta agar penanganan bencana di Sulawesi dan Kalimantan dipercepat serta diutamakan. Dia juga mendorong agar pasokan bantuan berupa peralatan dan bahan makanan segera disiapkan.

"Dengan kemajuan penanganan bencana alam di beberapa wilayah Sulawesi dan Kalimantan, akan kita pantau terus setiap perkembangannya serta penyiapan segala peralatan dan bahan makanan akan didorongkan secepat mungkin untuk membantu percepatan penanganan dan evakuasi masyarakat,” ujar Andika Perkasa, Rabu (17/2/2021).

Jenderal Andika Perkasa bersama jajaran petinggi TNI-AD lainnya melakukan pemantauan penanganan bencana melalui video conference berkala. Hadir dalam video conference tersebut Pangdam XIII/Merdeka, Pangdam VI/Mulawarman, Pangdam XVI/Pattimura dan Pangdam XIV/Hasanuddin.

Pemantauan berkala dilakukan terhadap penanganan bencana alam gempa dan banjir yang terjadi di Sulawesi dan Kalimantan. Dari hasil laporan yang diterima, situasi dan kondisi sudah mulai mendapatkan hasil yang baik serta aktivitas yang biasanya dilakukan oleh masyarakat sudah berjalan normal kembali.

Bahkan, kondisi yang terjadi di Manado sudah dilakukan pembersihan dan bakti sosial kepada masyarakat dalam bentuk pengobatan. Sementara di wilayah Kalimantan Selatan, kian membaik dan para pengungsi jumlahnya semakin berkurang.

Perkembangan kondisi juga terjadi di wilayah Mamuju dan Majene. Di mana, para pengungsi sampai saat ini semakin berkurang. Ketersediaan Rumah Sakit Lapangan serta Reverse Osmosis kian hari makin diminati oleh masyarakat

Ahli Ungkap Alasan Indonesia Banyak Dilanda Bencana Alam

Jakarta, CNN Indonesia -- Dosen Universitas Hasanuddin (Unhas), Adi Maulana menyatakan Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana alam yang sangat besar. Dia mengatakan potensi itu muncul dari proses terbentuknya kepulauan Indonesia.

"Indonesia menjadi sebuah negara dengan potensi bencana alam, terutama bencana tektonik geologi, hingga hidrometeorologi itu yang sangat besar sekali," ujar Adi dalam webinar 'Bencana di Negeri Cincin Api' yang diselenggarakan ALMI, Rabu (10/2).

Adi menuturkan kepulauan Indonesia terbentuk dari proses evolusi yang sangat panjang, yakni akibat pergerakan tektonik. Dia berkata pergerakan lempeng selama beberapa puluh juta tahun akhirnya membentuk konfigurasi kepulauan Indonesia.

Adi menjelaskan pergerakan tektonik terjadi akibat arus konveksi di dalam perut bumi. Pergerakan tektonik juga membuat lempeng bergerak saling bersinggungan, menjauh, atau mendekat.

"Inilah yang kemudian menjadikan gempa, terjadinya gunung api, kemudian terjadinya tsunami, tanah longsor, pegunungan, cekungan, atau dataran tinggi," ujarnya.

Adi membeberkan Indonesia berada di antara lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Pergerakan lempeng itu yang pada akhirnya akan menyebabkan berbagai bencana alam, seperti letusan gunung, gempa bumi, hingga tsunami.

Adapun terkait dengan istilah cincin api yang dilekatkan dengan Indonesia, dia berkata hanya merupakan istilah dari keberadaan jejeran gunung api. Dia menyebut gunung apit yang banyak di Indonesia akibat tumbukan antara lempeng Eurasia dengan Indo-Australia.

"Itu kalau kita sambung, di Sumatera setiap 50 kilometer ada gunumg api. Di Jawa, setiap 100 km ada gunung api. Sehingga kalau jejeran itu disambung akan menghasilkan suatu garis membentuk cincin api," ujar Adi.

"Memang tidak bulat, tapi relatif membentuk sebuah lingkaran. Inilah yang disebut dengan cincin api," ujarnya.

Lebih lanjut, Adi berkata Indonesia rawan bencana hidrometeorologi karena berada di garis ekuataor atau khatulistiwa. Negara yang berada di kawasan itu biasanya diterpa El Nino dan La Nina.

El Nino membuat suatu daerah memiliki suhu panas yang jauh lebih tinggi dari daerah lain yang menyebabkan musim kemarau berkepanjangan hingga kebakaran hutan. Sedangkan La Nina sebaliknya membuat konsentrasi hujan sangat ekstrem.

Di sisi lain, Adi mengakui Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Namun, dia mengingatkan bahwa asal mula keberadaan sumber daya alam yang melimpah itu akibat proses alam yang berpotensi menciptakan bencana alam.

"Jadi, kita ini hidup di dua sisi mata uang. Yang pertama gemah ripah loh jinawi. Tapi konsekuensi itu kita menjadi negeri 'seribu' bencana," ujar Adi.

Berdasarkan data BNPB tahun 2020, Indonesia dilanda 2.939 bencana alam. Jika dikonversi, Indonesia dilanda 8 bencana dalam sehari, 56 bencana dalam satu minggu, dan 240 kali bencana dalam satu bulan.

"Dan tren kejadian ini dari tahun ke tahun itu semakin meningkat sekitar 10 sampai 20 persen," ujarnya.

Adi menambahkan bencana akan terus terjadi tanpa ada atau tidak manusia di Bumi. Namun, dia berkat keberadaan manusia akan mempercepat proses bencana alam.

Misalnya, dia berkata pertumbuhan manusia yang meningkat akan membuat lahan alami beralih fungsi menjadi lahan pemukiman hingga industri. Alih fungsi lahan itu pun mengakibatkan beberapa wilayah dilanda bencana alam, seperti tanah longsor hingga banjir.

"Jadi dari tahun ke tahun bencana alam itu akan terus terjadi," ujar Adi.

Alarm Deteksi Dini Bencana Longsor Nganjuk Rusak Sudah Setahun

TEMPO.CO, Nganjuk - Warga yang menjadi korban bencana tanah longsor di Desa Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, mengungkapkan alarm tanda bahaya yang dipasang di lokasi itu rusak sekitar satu tahun lalu dan hingga kejadian bencana itu belum diperbaiki, sehingga warga tidak tahu akan terjadi musibah.

Muh Rifai, salah seorang warga yang menjadi korban tanah longsor yang terjadi Senin, 15 Februari 2021, mengatakan beberapa tahun lalu sebenarnya pernah terjadi tanah longsor, dan warga mendengar alarm tanda bahaya, namun alat itu kini sudah rusak.

"Pas kejadian alatnya rusak. Satu tahun ini. Jadi, tidak bisa nyala," kata Muh Rifai di Nganjuk, Rabu.

Ia juga tidak mengetahui dengan pasti terkait perbaikan alat tersebut. Yang ia tahu, alat itu dipasang di sekitar perkampungannya, sehingga jika akan terjadi bencana otomatis langsung bekerja.

"Sudah lama rusaknya, sekitar satu tahun. Pasangnya sudah lama. Jadi, ketika akan terjadi longsoran warga mau mengungsi, namun kemarin itu tidak ada (tidak menyala), karena rusak," kata dia.

Sementara itu, Wakil Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi mengakui bahwa petugas memang sebelumnya sudah memasang sejumlah titik Early Warning System (EWS), yang digunakan untuk mendeteksi dini bencana alam.

"Di beberapa tempat sebenarnya ada, tapi kemarin itu juga tidak bunyi. Ada yang hilang dan kurang perawatan," kata dia.

Ia mengatakan, alat itu fungsinya otomatis sehingga jika ada bencana alam langsung bisa terdeteksi. Namun, karena tidak berfungsi, akhirnya alat tersebut tidak dapat memberikan informasi peringatan dini kepada masyarakat.

Pihaknya juga menjadikan hal ini sebagai evaluasi, agar tidak terulang lagi dan korban bencana alam bisa dicegah. Terlebih lagi korban manusia. "Nanti pengadaan baru lagi dan ini akan jadi evaluasi," kata dia.

Sementara itu, terkait dengan relokasi warga yang terdampak bencana tanah longsor di Desa/Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk tersebut, Wabup mengatakan hal itu sudah dibahas antara Bupati, Mensos Tri Rismaharini dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Menko PMK) Muhadjir Effendi.

Pemkab juga sudah berencana untuk merelokasi warga ke tempat yang lebih aman. Beberapa skema telah disiapkan antara lain alternatif untuk pindah ke lokasi rumah di Kecamatan Berbek, yang sudah dibangun terlebih dahulu oleh Dinas PUPR Kabupaten Nganjuk maupun akan tukar guling dengan tanah Perhutani yang masih di Kecamatan Ngetos.

"Intinya kami lakukan relokasi, paling tidak ada dua skema. Di Berbek, dulu perumahan yang masih memungkinkan bisa pindah ke situ. Atau di daerah Ngetos tepi jalan juga ada tanah kosong milik Perhutani. Bisa tukar guling atau bagaimana," ujar dia.

Terjadi bencana tanah longsor di Dusun Selopuro, Desa, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Minggu, setelah hujan deras mengguyur daerah ini. Akibatnya 10 rumah rusak, yakni delapan rumah warga tertimbun dan dua rusak berat. Dari 186 orang warga yang terdata di daerah itu, 21 orang dinyatakan hilang. Setelah pencarian, dua berhasil selamat, enam orang masih dicari dan sisanya meninggal.

ANTARA