Workshop
Sistem Standar Pelayanan Minimum Kesehatan Beradaptasi Protokol Pencegahan COVID-19 dan Perspektif Manajemen Bencana bagi Puskesmas
Oktober
6 Okt
Dok. PKMK FK-KMK UGM “Pemaparan materi (kiri) dan peserta workshop (kanan)
Sesi hari ini adalah pemaparan materi Sistem Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan di Indonesia oleh dr. Hendro Wartatmo. Peserta hari pertama berasal dari Puskesmas Kayangan, Puskesmas Santong, dan Puskesmas Sumur. Narasumber mengawali materi dengan menjelaskan pengertian bencana, siklus bencana terjadi dan krisis kesehatan. Dalam kesehatan baik bencana maupun krisis kesehatan puskesmas menjadi garda terdepan, artinya yang di garis depan perlu disiapkan. BNPB memiliki visi misi umum untuk menangani bencana, sementara pusat krisis kesehatan kemenkes khusus menangani bencana bidang kesehatan. Korban manusia pada bencana merupakan bentuk dari krisis kesehatan. Sementara korban krisis kesehatan tidak selalu berkaitan dengan bencana misalnya kurang makan dan wabah difteria. Puskesmas berperan pada setiap fase bencana. Pada fase pra bencana puskesmas berperan memberikan penyuluhan kesehatan dan promosi kesehatan terkait penanganan bencana. Pada fase saat bencana puskesmas melakukan respon akut untuk penanganan korban. Pada fase paska bencana puskesmas berperan untuk follow up korban dan pemulihan sistem kesehatan. Pada sistem penanggulangan bencana dan krisis kesehatan peran puskesmas dalam penanganan korban adalah sama. Secara srtuktur organisasi Puskesmas ada dibawah kendali dinas kesehatan kabupaten.
Diskusi
Beberapa pertanyaan dan sharing pengalaman yang disampaikan oleh peserta :
- Puskesmas Santong menanyakan bagaimana sistem kerja manajemen kebencanaan di puskesmas dan struktur kerjanya. Narsumber menyampaikan bahwa ini akan disusun dan merupakan salah satu output dari workshop. Sistem manajemen bencana di puskesmas bisa disiapkan dengan menyusul puskesmas disaster plan. Didalam dokumen tersebut akan ada pembagian tugas, sistem pelaporan dan fasilitas.
- Manajemen bencana di puskesmas harus melibatkan dinas kesehatan kabupaten karena merekalah yang menjadi kster Plan ini harus dengan persetujuan dinas kesehatan. Di Kemenkes sudah ada pedoman penanggulangan bencana, namun masih sampai ke kabupaten. Belum ke puskesmas sementara puskesmas adalah ujung tombaknya.
- Puskesmas Sumur menyampaikan bahwa wilayah Puskesmas Sumur termasuk zona merah bencana. Masalah yang dihadapi dulu adalah kekurangan tenaga medis dan bantuan terlambat datang. Kemudian komunikasi juga terputus. Pada saat itu para relawan baru datang ke puskesmas sumur setelah hari ketiga pasca bencana. Dengan kondisi tersebut narasumber menjelaskan bahwa perlu membuat jaringan komunikasi, misalnya ketika ada bencana komunikasinya kemana, puskesmas menghubungi siapa. Periode pelaporanselama 24 jam. Di rumah sakit yang selalu ada adalah dokter UGD. Penting juga membentuk tim gerak cepat
- Puskesmas Santong menanyakan kembali kepada siapa mereka berkoordinasi, apakah ke BPBD atau Dinas Kesehatan. Koordinasi harus ke Dinas Kesehatan Kabupaten. Puskesmas dibawah kendali ke Dinas Kesehatan Kabupaten. Selain disusun tupoksi masing-masing orang, sistem kerjanya juga harus disiapkan. Dalam dokumen PDP harus disusun secara detail. Pada kondisi bencana tidak ada libur. Tim Gerak Cepat (TGC) bisa menjadi bagian tim kebencanaan, nanti mereka masuk ke bagian tim operasionalnya.
Reporter : Happy R Pangaribuan
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM
7 Okt
Dok. PKMK FK-KMK UGM “Pemaparan tujuan program dari Yayasan Sheep Indonesia”
Sesi hari ini adalah pemaparan materi Sistem Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan di Indonesia oleh dr. Hendro Wartatmo. Peserta hari kedua berasal dari Puskesmas Taweli, Puskesmas Tambu dan Puskesmas Tompe. Puskesmas merupakan garis terdepan, namun kadang - kadang kebijakan penanganan bencana dari pusat hanya sampai ke provinsi dan kabupaten. Secara organisatoris bencana itu di bawah BNPB dan krisis kesehatan dibawah PKK Kemenkes. Visi misi BNPB untuk menangani bencana secara khusus, tapi jika Pusat Krisis Kesehtan (PKK) untuk menurunkan resiko kesehatan akibat krisis bencana. Ketika bencana terjadi mengakibatkan korban manusia maka itu merupakan bentuk dari krisis kesehatan. Artinya bencana tersebut sudah menjadi krisis kesehatan, namun korban krisis kesehatan tidak selalu berkaitan dengan bencana. Misalnya kurang makan dan wabah diphtheria Asmat pada 2017. Tugas puskesmas tetap sama pada kondisi bencana dan krisis kesehatan. Preparedness sangat mempengaruhi hasil dari respon pada siklus manajemen bencana. Puskesmas berperan di setiap fase bencana, misalnya melakukan penyuluhan saat pra bencana, menangani korban saat bencana dan melakukan follow up pasca bencana. Puskesmas ada di bawah kendali dinas kesehatan kabupaten artinya puskesmas harus aktif berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten.
Diskusi
Beberapa pertanyaan dan sharing pengamalan yang disampaikan oleh peserta :
- Puskesmas Tompe sharing pengalaman bahwa petugas kesehatan juga menjadi korban. Satu hari setelah bencana puskesmas mendirikan posko pelayanan keseahtan. Narasumber menyampaikan faktanya tenakes memang bisa jadi korban. Ketika terjadi keadaan seperti itu apa yang kita siapkan? Salah satunya adalah ada sistem kerja sama antar puskesmas, dan lebih luas lagi kerja sama antar kabupaten dan antar provinsi. Ketika terjadi kekurangan tenakes bisa didatangkan dari tempat lain. Membentuk posko, itu adalah respon yang bagus sembari menunggu bantuan dari luar. Puskesmas harus bisa auto respon, selama ini respon masih menggunakan insting tenakes. Sebaiknya respon ini harus disiapkan dari awal.
- Puskesmas Tambu pada hari kedua setelah bencana Palu, puskesmas langsung turun ke lapangan karena ada 2 desa wilayah kerja yang berdampak parah. Kendala pada saat itu adalah alat trasnportasi dan ketersediaan obat-
- Puskesmas Tawaeli menanyakan terkait dengan sistem, bagaimana jika puskesmas tidak bisa berbuat apa-
Reporter : Happy R Pangaribuan
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM
8 Oktober
Dok. PKMK FK-KMK UGM “Pemaparan materi (kiri) dan peserta workshop (kanan)”
Sesi hari ini adalah pemaparan materi Sistem Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan di Indonesia oleh dr. Hendro Wartatmo. Peserta hari ketiga berasal dari Puskesmas Toaya, Puskesmas Donggala, Puskesmas Biromaru dan Puskesmas Baluase. Puskesmas selalu menjadi ujung tombak saat bencana, namun kadang - kadang pedoman dari atas tidak nyampai ke puskesmas. Narasumber memulai dengan menjelaskan perbedaan antara bencana dan krisis kesehatan. Puskesmas dibawah kendali Dinas Kesehatan Kabuoaten/Kota artinnya saat bencana puskesmas harus aktif berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Persiapan puskesmas saat bencana tidak hanya sekedar menyiapkan tim bencana dan peralatan namun sistem juga penting untuk disiapkan. Misalnya puskesmas A terkena bencana dan banyak alkes yang rusak, apakah puskesmas A bisa menggunakan alkes puskesmas B yang letaknya saling berdekatan. Hal-hal seperti ini pada sistem yang perlu diatur. Jadi ada protab kerjasama diatur dalam lokal, antar kabupaten dan lebih luas lagi antar provinsi.
Diskusi
Beberapa pertanyaan dan sharing pengamalan yang disampaikan oleh peserta :
- Pengalaman Puskesmas Toaya pada saat bencana, koordinasi sangat bermasalah apalagi alat komunikasi putus. Namun puskesmas tetap bisa melakukan pelayanan dengan jumlah tenakes dan alat kesehtana yang seadanya. Kendalanya itu adalah tidak bisa berkoordinasi dengan baik. dr. Hendro mengatakan bahwa apa yang disampaikan adalah fakta, 80% lebih korban gempa yang menangani pasti orang-
- Pengalaman Puskesmas Baluase saat bencana sudah melakukan pelayanan oleh tenakes yang stay di puskesmas dan yang tinggal di desa. Pada bencana September 2018 lampau, keadaan puskesmas tidak bisa digunakan karena mengalami rusak berat.
Reporter : Happy R Pangaribuan
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM
15 - 16 Okt
Puskesmas Sumur - Pandeglang
Dok. PKMK FK-KMK UGM “Pemaparan Kebijakan SPM Kesehatan dan Puskesmas Disaster Plan”
Pertemuan ini berlangsung selama dua hari yang berfokus untuk mempelajari dan berdiskusi terkait Sistem Pelayanan Minimum (SPM) Kesehatan dari perspektif bencana dan krisis kesehatan. Peserta yang mengikuti sekitar 12 orang yang teridiri dari staff KTU, dokter IGD, dan penanggung jawab program kesehatan masyarakat. Metode pengajaran yang diberikan secara on-site dan melalui virtual. Peserta akan mendapatkan 4 sesi materi selama dua hari ditambah dengan sesi diskusi dan penugasan. Puskesmas Sumur merupakan puskesmas rawat inap dan berlokasi di wilayah kerja zona merah bencana.
Kamis, 15 Oktober 2020
Kegiatan ini diawali dengan penyampaian hasil survei awal terkait SPM Kesehatan bencana di Puskesmas Sumur. Penyampaian survei awal dan diskusi awal dibawakan oleh Happy R Pangaribuan, MPH. Dari hasil survei awal yang dilakukan Puskesmas Sumur belum mengetahui terkait SPM kesehatan bencana dan krisis kesehatan. Selama ini puskesmas juga belum memiliki program terkait kebencanaan misalnya program pengendalian penyakit, kesehatan lingkungan dan penyediaan air bersih pada fase pra-bencana, respon dan pasca bencana. Puskesmas Sumur juga belum memiliki Tim Reaksi Cepat (TRC)/Emergency Medical Team (EMT) dan belum memiliki tim Rapid Health Assessment (RHA). Masih banyak hal yang penting dipersiapkan oleh puskesmas dalam hal perencanaan penanggulangan bencana di puskesmas.
Selanjutnya pemaparan langsung materi Kebijakan dan Indikator SPM Kesehatan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid. Pelaksanaan SPM Kesehatan Bencana dan Krisis Kesehatan di Puskesmas merujuk dari 3 kebijakan yaitu Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 101 Tahun 2018, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 tahun 2019 Terdapat 14 indikator SPM Kesehatan yang seharusnya mampu dipenuhi oleh puskesmas. Penerapan indikator tersebut merupakan bagian dari kegiatan sub klaster kesehatan saat bencana, misalnya indikator capaian kinerja pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana/atau berpotensi bencana merupakan bagian dari kerja aktivasi sistem komando sesuai dengan puskesmas disaster plan. Sesi materi Perencanaan Penanggulangan Bencana Kesehatan di Puskesmas (Puskesmas Disaster Plan) disampaikan oleh dr. Bella Donna, M.Kes melalui virtual. Mengawali sesi ini pemateri menyinggung sekilas terkait kondisi penanganan COVID-19 di Indonesia. WHO menyatakan bahwa pandemi ini akan berlangsung lama dan dapat menjadi endemis. Bagaimana puskesmas mampu memanajemen risiko bencana di lingkunngan puskesmas. Semakin tinggi kapasitas yang disiapkan maka semakin kecil risiko yang dihadapi. Dalam Puskesmas Disaster Plan akan mencakup semua kebutuhan puskesmas dalam kesiapan menghadapi bencana. Di dalam komponen dokumen Puskesmas Disaster Plan terdapat kebijakan, analisis risiko peta rawan bencana, pengorganisasian, tugas pokok, SOP, formulir, glossary dan fasilitas. Mengadaptasi pada pandemic sekarang, maka dalam dokumen ditambahkan dengan laboratorium dan surveilan.
Jumat, 16 Oktober 2020
Kegiatan hari ini dimulai dengan ice breaking singkat terkait dengan RHA. Fasilitator menanyakan pada saat melakukan RHA pertanyaan apa saja yang bisa dijawab oleh puskesmas. Misalnya jumlah korban, jenis bencana, waktu bencana dan lain - lain. Kemudian dilanjutkan dengan materi petunjuk teknis SPM kesehatan bencana dan krisis kesehatan oleh Madelina Ariani, MPH melalui virtual. Pemateri mengawali sesi ini dengan menunjukkan ceklis SPM Kesehatan bencana dan krisis kesehatan dan menanyakan peserta dari ceklis tersebut apa yang sudah dilakukan oleh puskesmas. Puskesmas Sumur masih baru mengenal SPM Kesehatan bencana dan krisis kesehatan sehingga hampir semua dari ceklist tersebut belum terpenuhi. Setelah melakukan analisis risiko, beberapa potensi bencana di wilayah Puskesmas Sumur adalah tsunami, banjir, tenggelam, kekeringan, DBD, letusan gunung Krakatau, kebakaran dan gempa. Risiko yang tinggi adalah gempa. Selanjutnya peserta menghitung indikator pencapaian kinerja pemberian pelayanan kesehatan kepada penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana. salah satu program terkait bencana/krisis kesehatan yang pernah dilakukan oleh Puskesmas Sumur adalah pelayanan dan pengobatan saat tsunami Selat Sunda di 7 desa. Dalam sesi ini juga peserta mencoba mengisi struktur organisasi saat bencana berdasarkan Incident Command System.
Pertemuan ini ditutup dengan sesi Rencana Tindak Lanjut (RTL) setelah mengikuti pelatihan. Peserta menyampaikan beberapa hal yang mereka butuhkan baik dalam segi pelatihan dan alat kesehatan berdasarkan potensi bencana yang terjadi di wilayah kerja puskesmas. Puskesmas menyebutkan mereka membutuhkan perahu karet, pelampung saat jika terjadi becana tenggelam dan selama pandemi mereka masih membutuhkan kelengkapan APD. Terkait pelatihan puskesmas sumur membutuhkan peningkatan kapasitas terkait PPGD pada staff medis, non medis dan masyarakat awam. Puskesmas juga membutuhkan pelatihan lanjutan dalam penyusunan dokumen puskesmas disaster plan.
Sesi Diskusi
Pada sesi diskusi selama pertemuan peserta menanyakan terkait terkait posisi puskesmas dalam klaster kesehatan dan sejauh mana kewenangan puskesmas dalam mengkatifkan tim bencana saat terjadi bencana, struktur organisasi dan puskesmas juga share pengalaman saat menghadapi bencana. Tim bencana (TRC/EMT) yang sudah terbentuk di puskesmas ini bisa ditentukan terlebih dahulu apakah termasuk dalam EMT fix atau EMT mobile atau keduanya. Saat bencana terjadi, EMT mobile bisa ditugaskan oleh komandan pada struktur organisasi saat bencana untuk melakukan pelayanan mobile sementara EMT fix melakukan pelayanan di puskesmas. Pengaturan ini diatur dalam dokumen puskesmas disaster plan. Ada SOP yang disusun didalamnya termasuk SOP pengaktifan tim bencana. Puskesmas berada dibawah koordinasi klaster kesehatan yang dikoordinasikan oleh Dinkes Kabupaten/Kota. Artinya puskesmas merupakan bagian dari klaster kesehatan tersebut. Semua pelaporan pelayanan subklaster yang dilakukan oleh puskesmas disampaikan ke dinas kesehatan. Terkait sistem koordinasi dan sistem pelaporan ini juga diatur dalam puskesmas disaster plan.
Reporter : Happy R Pangaribuan
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM
19-20 Okt
Puskesmas Kayangan, Lombok Utara
19-20 Oktober 2020
Dok. PKMK FK-KMK UGM “Peserta Workshop SPM Kesehatan Bencana dan Krisis Kesehatan Puskesmas Kayangan”
Pertemuan ini berlangsung selama dua hari yang berfokus untuk mempelajari dan berdiskusi terkait Sistem Pelayanan Minimum (SPM) Kesehatan dari perspektif bencana dan krisis kesehatan. Peserta yang mengikuti sekitar 19 orang yang teridiri dari staff KTU, dokter IGD, dan penanggung jawab program kesehatan masyarakat. Metode pengajaran yang diberikan secara on-site dan melalui virtual. Peserta akan mendapatkan 4 sesi materi selama dua hari yaitu (1) Kebijakan SPM Kesehatan Bencana dan Krisis Kesehatan Daerah oleh Lalu Madahan, MPH dari Dinkes Provinsi NTB; (2) Kebijakan dan Indikator SPM Kesehatan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh Gde Yulian Yogadhita M.Epid, Apt; (3) Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh dr. Bella Donna, MPH; (4) Perhitungan teknis SPM oleh Madelina Ariani, MPH.
Senin, 19 Oktober 2020
Pada pertemuan pertama, Happy R Pangaribuan, MPH menyampaikan hasil survei awal ceklist SPM kesehatan bencana dan krisis kesehatan di Puskesmas Kayangan. Kepala puskesmas Kayangan sudah mengetahui sebelumnya terkait dengan SPM Kesehatan bencana dan krisis kesehatan, namun untuk perhitungan teknis belum pernah dilakukan. Puskesmas Kayangan sudah memiliki Tim Gerak Cepat (TGC) yang siap ditugaskan jika bencana terjadi. disebutkan TGC tersebut belum pernah mendapatkan pelatihan khusus terkait dengan manajemen bencana dan krisis kesehatan. Struktur organisasi saat bencana yang sudah dibentuk belum berbasis dengan sistem komando. Puskesmas Kayangan tidak memiliki bidang khusus untuk pelaksanaan program penanggulangan bencana, semua program dijalankan masing-masing bidang. Misalnya bidang gizi akan meksanakan program gizi darurat saat bencana. Namun program berjalan hanya saat bencana terjadi, pada fase pra bencana dan pasca bencana belum ada program khusus penanganan bencana dan krisis kesehatan di puskesmas.
Lalu Madahan, MPH dari Dinkes Provinsi NTB memaparkan bagaimana kebijakan terkait dnegan bencana dan krisis kesehatan di NTB saat ini. Pada 2019 provinsi sudah melakukan identifikasi risiko bencana yaitu mapping daerah berisiko di wilayah NTB, klaster kesehatan juga sudah terbentuk. Tahun ini provinsi ebrfokus untuk memperkuat sistem pertolongan dini melalui pembentukan dan pelatihan EMT disetiap Unit Yankes, pembentukan PSC, penguatan kapasitas sumber daya dan penguatan kapasitas Sub Klaster Kesehatan. Pada 2021 akan berfokus pada penyusunan renkon, TTX dan simulasi. Kebijakan - kebijakan tersebut diperkuat lagi dengan materi kebijakan dan indikator SPM kesehatan bencana dan krisis kesehatan oleh Gde Yulian Yogadhita M.Epid, Apt. Pelaksanaan SPM Kesehatan Bencana dan Krisis Kesehatan di Puskesmas merujuk dari 3 kebijakan yaitu Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 101 Tahun 2018, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 tahun 2019 Terdapat 14 indikator SPM Kesehatan yang seharusnya mampu dipenuhi oleh puskesmas. Pada materi Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh dr. Bella Donna, MPH banyak membahas bagaimana puskesmas menyiapkan dokumen Puskesmas Disaster Plan yang operasional. Dokumen ini akan mempermudah kinerja puskesmas saat terjadi bencana. Analisis risiko, struktur organisasi, pembagian tugas, fasilitas, SPO dan formulir-formulir terkait sudah disusun di dalam dokumen.
Selasa, 20 Oktober 2020
Peserta mulai melakukan perhitungan analisis risiko bencana di wilayah kerja Puskesmas Kayangan serta melakukan perhitungan SPM Kesehatan bencana dan Krisis Kesehatan. Madelina Ariani, MPH menekankan bahwa analisis risiko ini penting untuk menyiapakan skenario bencana apa yang perlu disiapkan yang menjadi prioritas penanganan bencana. Analisis risiko dilakukan dengan menentukan kemungkinan kejadian bencana, menghitung dampak bencana dan menilai potensi bencana. untuk perhitungan analisis risiko, puskesmas memilih bencana kebakaran dan COVID-19. Pada perhitungan SPM dan Krisis Kesehatan, peserta mengingat kembali program pelayanan bencana dan krisis kesehatan apa saja yang pernah dilakukan.
Berdasarkan potensi bencana yang terpilih yaitu kebakaran dan COVID-19, di akhir sesi puskesmas menyusun rencana tindak lanjut kegiatan. Beberapa poin yang perlu disiapkan untuk bencana kebakaran adalah memperbaiki alur evakuasi, pengadaan alat komunikasi, peltihan manajemen bencana, pengadaan genset, tenda pelayanan dan dapur umum. Pada bencana COVID-19, beberapa hal yang perlu disiapkan adalah merapikan alur pasien, pengadaan APD, ruang isolasi, pelatihan pengendalian penyakit infeksi, dan pencairan insentif.
Sesi Diskusi
Pada sesi ini peserta menceritakan pengalaman gempa 5 Agustus 2020. Sebelum gempa semua teori terkait dengan penanganan bencana sudah pernah didapatkan, namun saat bencana terjadi kepanikan, blank dan hanya berfokus menyelamatkan keluarga. Kesiapan selaku tim bencana benar - benar otodidak. Lalu Madahan, MPH menyampaikan, sudah menjadi kebiasaan setelah terjadi bencana baru melakukan persiapan penanggulangan bencana. Begitu terjadi bencana semua kelabakanSekarang sistem penanggulangan bencana dan krsis kesehatan sudah diperbaiki secara perlahan, sudah ada road map yang akan dilaksanakan setiap tahunnya. Kemudian peserta juga menanyakan apakah nanti penyusunan pedoman SPM atau SOP terkait langsung diturunkan dari daerah / provinsi atau disusun langsung oleh puskesmas. 12 SPM di kabupaten dalam rangka meningkatkan ketahanan individu. SPM ini di provinsi hanya penanggulangan bencana dan KLB tapi akar masalahnya banyak, yang punya wilayah kerja adalah Puskesmas. Tahun ini peta resiko, tahun depan PSC.
Reporter : Happy R Pangaribuan
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM
21-22 Okt
Puskesmas Santong, Lombok Utara
21 - 22 Oktober 2020
Dok. PKMK FK-KMK UGM “Pemaparan Materi Kebijakan dan Indikator SPM Kesehatan Bencana dan Krisis kesehatan di Puskesmas Santong”
Pertemuan ini berlangsung selama dua hari yang berfokus untuk mempelajari dan berdiskusi terkait Sistem Pelayanan Minimum (SPM) Kesehatan dari perspektif bencana dan krisis kesehatan. Peserta yang mengikuti sekitar 20 orang yang terdiri dari staff KTU, dokter IGD, dan penanggung jawab program kesehatan masyarakat. Metode pengajaran yang diberikan secara on-site dan melalui virtual. Peserta mendapatkan 4 sesi materi selama dua hari yaitu (1) Kebijakan SPM Kesehatan Bencana dan Krisis Kesehatan Daerah oleh Lalu Madahan, MPH dari Dinkes Provinsi NTB; (2) Kebijakan dan Indikator SPM Kesehatan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh Gde Yulian Yogadhita M.Epid, Apt; (3) Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh dr. Bella Donna, MPH; (4) Perhitungan teknis SPM oleh Madelina Ariani, MPH.
Rabu, 21 Oktober 2020
Pada pertemuan pertama, Happy R Pangaribuan, MPH menyampaikan hasil survei awal ceklist SPM kesehatan bencana dan krisis kesehatan di Puskesmas Santong. Puskesmas Santong baru pertama kali mendapatkan pelatihan terkait dengan SPM Kesehatan bencana dan krisis kesehatan. Ini masih hal baru bagi puskesmas. Puskesmas Santong memiliki Tim Gerak Cepat (TGC) yang di SK kan oleh Kepala Puskesmas, namun belum dilatih. Tim ini sudah pernah ditugaskan saat penanganan banjir. Puskesmas belum menyusun struktur organisasi berbasis insiden sistem komando, selama ini yang dilakukan bersifat spontanitas. Penanganan program bencana di puskesmas tidak dipegang oleh bidang khusus, biasanya dilakukan oleh bidang surveilans dan pengendalian penyakit. Namun umumnya mereka memiliki program khusus bencana pandemi atau penyakit menular. Ini juga bekerja sama dengan tim promkes misalnya dalam melakukan penyuluhan terkait pencegahan COVID-19. Data bumil, wanita usia subur, ibu hamil komplikasi dan kelompok rentan lainnya saat terjadi bencana sudah terdokumentasi dengan baik di bidang KIA.
Lalu Madahan, MPH dari Dinkes Provinsi NTB memaparkan bagaimana kebijakan terkait dengan bencana dan krisis kesehatan di NTB saat ini. Belajar dari pengalaman bencana dan melihat wilayah NTB termasuk zona merah bencana, Dinkes provinsi sudah menyusun road map untuk memperbaiki sistem pennaggulangan bencana dan krisis kesehatan. Identifikasi risiko bencana dilakukan melalui mapping daerah berisiko di wilayah NTB, klaster kesehatan juga sudah terbentuk. Tahun ini provinsi fokus untuk memperkuat sistem pertolongan dini melalui pembentukan dan pelatihan EMT di setiap Unit Yankes, pembentukan PSC, penguatan kapasitas sumber daya dan penguatan kapasitas sub klaster kesehatan. Pada materi kebijakan dan indikator SPM kesehatan bencana dan krisis kesehatan oleh Gde Yulian Yogadhita M.Epid, Apt. Gde Yulian menekankan pemenuhan kebutuhan kesehatan yang bermutu pada saat bencana maupun krisis kesehatan sesuai standar minimal menggunakan sistem koordinasi yang terkoneksi. Ada batas minimal kebutuhan hidup bagi korban. Pada materi Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh dr. Bella Donna, MPH komponen - komponen dokumen Puskesmas Disaster Plan. Dokumen ini bukan hal yang sulit dilakukan puskesmas. Komponen tersebut adalah kebijakan, profil puskesmas (singkat), analisis risiko, struktur organisasi saat bencana, pembagian tugas, fasilitas dan SOP. Dokumen puskesmas Disaster Plan akan membantu sistem koordinasi penanganan bencana di puskesmas dan mempermudah melakukan pelayanan.
Kamis, 22 Oktober 2020
Madelina Ariani, MPH memulai sesi materi dengan menyatakan bahwa manajemen bencana sektor kesehatan akan menjaga sistem kesehatan tetap berjalan normal meski terjadi bencana atau krisis kesehatan (pra – saat – pasca). Serta, menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Tentu dalam hal ini puskesmas sangat berperan. Selanjutnya Madelina menunjukkan ceklist kebutuhan puskesmas untuk SPM urusan bencana dan krisis kesehatan. Ketika ditanyakan kepada peserta, apakah puskesmas Santong sudah memenuhi ceklist tersebut, hampir semua ceklist belum pernah dilakukan. Kemudian peserta melakukan perhitungan analisis risiko bencana di wilayah kerja Puskesmas Santong serta melakukan perhitungan SPM Kesehatan bencana dan Krisis Kesehatan. Analisis risiko dilakukan dengan menentukan kemungkinan kejadian bencana, menghitung dampak bencana dan menilai potensi bencana. Untuk perhitungan analisis risiko, puskesmas memilih bencana gempa bumi dan COVID-19. Pada perhitungan SPM dan Krisis Kesehatan, peserta mengingat kembali program pelayanan bencana dan krisis kesehatan apa saja yang pernah dilakukan.
Sesi ditutup dengan menyusun rencana tindak lanjut (RTL) setelah mengikuti pelatihan SPM Kesehatan bencana dan krisis kesehatan di Puskesmas. Fasilitator mengarahkan RTL tersebut berdasarkan 2 jenis bencana risiko tinggi yaitu gempa bumi dan COVID-19. Pada bencana gempa bumi, hal yang perlu disiapkan puskesmas adalah jalur dan tanda evakuasi, posko tim, menyusun sistem komando, simulasi bencana, tatalaksana pasien serta buffer stok logistik kesehatan saat bencana. Pada bencana pandemi COVID-19, puskesmas membutuhkan ruang khusus COVID-19, APD, alat penunjang deteksi dini, SOP tatalaksana dan alur pasien serta tenpat cuci tangan di setiap dusun (posyandu).
Reporter : Happy R Pangaribuan
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM
November
11 - 12 Nov
Puskesmas Tompe Kab. Donggala
11 - 12 November 2020
Dok. PKMK FK-KMK UGM “Pemaparan Materi Perhitungan teknis SPM Kesehatan Bencana dan Krisis kesehatan (kiri) dan Perhitungan Analisis Risiko (kanan) di Puskesmas Tompe”
Pertemuan ini berlangsung selama dua hari yang berfokus untuk mempelajari dan berdiskusi terkait Sistem Pelayanan Minimum (SPM) Kesehatan dari perspektif bencana dan krisis kesehatan. Peserta yang mengikuti sekitar 12 orang yang terdiri dari staff KTU, dokter IGD, dan penanggung jawab program kesehatan masyarakat. Metode pengajaran yang diberikan secara on-site dan melalui virtual. Peserta akan mendapatkan 3 sesi materi selama dua hari yaitu (1) Kebijakan dan Indikator SPM Kesehatan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh Gde Yulian Yogadhita M.Epid, Apt; (2) Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh dr. Bella Donna, MPH; (3) Perhitungan teknis SPM oleh Madelina Ariani, MPH.
Rabu, 11 November 2020
Pada pertemuan pertama Happy R Pangaribuan, MPH menyampaikan hasil survei awal ceklis SPM kesehatan bencana dan krisis kesehatan di Puskesmas Tompe. Dari penjelasan Kepala Puskesmas, SPM Kesehatan pennaggulangan krisis kesehatan masih baru bagi mereka. Namun kalau SPM kesehatan secara umum, sudah menjadi perkerjaan sehari - hari puskesmas. Demikian halnya dengan program - program terkait penanggulangan bencana dan krisis kesehatan, puskesmas Tompe belum memiliki tim khusus bencana dan struktur organisasi saat bencana. Selama ini penanganan bencana yang dilakukan hanya pada fase tanggap darurat dan itu dilakukan berdasakan tugas dan fungsi masing - masing bidang. Pasca bencana gempa lalu, puskesmas dibantu oleh Yayasan YSTC untuk penanganan gizi darurat.
Selanjutnya pemaparan materi Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh dr. Bella Donna. Pada sesi awal materi, dr. Bella menunjukkan kurva pandemic COVID-19. Dari kurva terlihat jelas pandemic COVID-19 belum berakhir dan kasus masih meningkat setiap harinya. Mengapa penting puskesmas menyusun dokumen disaster plan? Dokumen ini akan membantu puskesmas dalam penanganan bencana dan krisis kesehatan termasuk saat pandemi sekarang ini. Pada dokumen puskesmas disaster plan akan tercantum kebijakan, profil puskesmas (singkat), analisis risiko, struktur organisasi saat bencana, pembagian tugas, fasilitas dan SOP. Artinya sudah ada dokumen sebagai panduan puskesmas yang operasional saat melakukan penanganan bencana dan krisis kesehatan. Dalam sesi ini juga peserta melakukan penugasan analisis risiko dan sistem pengorganisasian. Dari hasil analisis risiko didapatkan 3 jenis bencana yang dihitung yaitu bencana banjir, gempa dan COVID-19.
Kamis, 12 November 2020
Hari kedua materi diawali oleh pemaparan mengenai regulasi terkait standar pelayanan minimum di Puskesmas oleh apt.Gde Yulian Yogadhita, M.Epid., ada tiga peraturan menteri yang dipresentasikan yaitu Permendagri Nomor 101 Tahun 2018, Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 tentang SPM dan Permenkes Nomor 75 Tahun 2019 tentang Krisis Kesehatan. Fokus materi presentasi ada pada regulasi terakhir dimana regulasi ini diharapkan dapat memberikan panduan untuk puskesmas dalam memenuhi indikator SPM meskipun dalam situasi bencana atau krisis kesehatan. Pada sesi ini juga disampaikan contoh bagaimana Puskesmas dapat berkontribusi dalam perhitungan teknis SPM krisis kesehatan dan KLB yang dibutuhkan provinsi, walau definisi operasional dari komponen - komponen perhitungan masih perlu didiskusikan dengan Dinas Kesehatan Propinsi lebih lanjut. Sesi selanjutnya adalah analisis risiko dan HVA yand disampaikan oleh Madelina Ariani, SKM., MPH., di sesi ini pemateri mengajak partisipasi aktif dari peserta workshop untuk menentukan risiko yang menjadi prioritas penanggulangan krisis kesehatan di wilayah kerja puskesmas Tompe dan memberikan penjelasan mengenai alur informasi dan pembuatan peta respon. Kemudian sesi dilanjutkan dengan penyusunan rencana tindak lanjut (RTL) sesuai dengan risiko yang sudah diidentifikasi sebelumnya.
Pada pembahasan RTL, peserta workshop dari puskesmas Tompei menyebutkan adanya kejelasan mengenai logistik, obat - obatan, tenda, kendaraan, selimut, air, peralatan pertolongan pertama, air kemasan botol, tenda pengungsian, tenda pelayanan medis, makanan/minuman untuk kesiapsiagaan maupun penanggulangan krisis kesehatan terkait dampak gempa, sementara untuk COVID-19 mereka menyebutkan diperlukan kejelasan mengenai APD, obat - obatan, vaksin, swab, rapid, hand sanitizer, pemeriksaan berkala, masker, vitamin, cairan antiseptik untuk dapat dibahas dalam dokumen kesiapsiagaan bencana puskesmas (puskesmas disaster plan), untuk bahan habis pakai diharapkan mekanisme dan SOP pengadaan via kemitraan dan pengajuan ke dinas Kesehatan menjadi potensi sumber daya yang perlu dipetakan dan didokumentasikan di rencana yang akan disusun.
Reporter : Happy R Pangaribuan dan Gde Yulian Yogadhita
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM
13 - 14 Nov
Puskesmas Toaya Kab. Donggala dan Puskesmas Tawaeli Kota Palu
13 - 14 November 2020
Dok. PKMK FK-KMK UGM “Penugasan struktur organisasi saat bencana oleh Puskesmas Toaya (kiri) dan Pemaparan Materi Kebijakan SPM Kesehatan Bencana dan Krisis Kesehatan (kanan)”
Pertemuan ini berlangsung selama dua hari yang berfokus untuk mempelajari dan berdiskusi terkait Sistem Pelayanan Minimum (SPM) Kesehatan dari perspektif bencana dan krisis kesehatan. Peserta yang mengikuti dari Puskesmas Toaya 12 orang dan dari Puskesmas Tawaeli 8 orang. Peserta terdiri dari staff KTU, dokter IGD, dan penanggung jawab program kesehatan masyarakat. Metode pengajaran yang diberikan secara on-site dan melalui virtual. Peserta akan mendapatkan 4 sesi materi selama dua hari yaitu (1) Kebijakan SPM Kesehatan Krisis Kesehatan di Daerah oleh Alfina A.Deu, SKM, M.Si – Kepala UPT P2KT Dinkes Prov. Sulawesi Tengah; (2) Kebijakan dan Indikator SPM Kesehatan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh Gde Yulian Yogadhita M.Epid, Apt; (3) Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh dr. Bella Donna, MPH; (4) Perhitungan teknis SPM oleh Madelina Ariani, MPH.
Jumat, 13 November 2020
Pada pertemuan pertama Happy R Pangaribuan, MPH menyampaikan hasil survei awal ceklist SPM kesehatan bencana dan krisis kesehatan di Puskesmas Toaya dan Puskesmas Tawaeli. Sebelumnya puskesmas Toaya tidak mengirimkan hasil survei, sehingga ceklis survei ini ditanyakan langsung kepada peserta Puskesmas Toaya. Puskesmas Toaya sudah pernah mendapatkan pelatihan terkait dengan manajemen bencana kesehatan dan dalam pelatihan tersebut mereka sudah menyusun struktur penanggulangan bencana dan krisis kesehatan serta sudah melakukan perhitungan analisis risiko bencana secara umum. Berbeda dengan Puskesmas Tawaeli, pengetahuan terkait manajemen bencana kesehatan belum pernah mereka dapatkan. Namun kedua puskesmas tersebut belum mengetahui dan memahami terkait dengan SPM penanggulangan krisis kesehatan. Puskesmas Toaya dan Puskesmas Tawaeli memiliki bidang matra dalam pelayanan sehari - hari. Bidang matra tersebut yang bertanggungjawab menjalankan program terkait dengan bencana dan krisis kesehatan di puskesmas. Puskesmas Tawaeli sudah memiliki Tim Gerak Cepat (TGC).
Alfina A.Deu, SKM, M.Si menyampaikan kinerja puskesmas sangat berperan pada pencapaian SPM krisis kesehatan di provinsi. Standar teknis pemenuhan mutu pelayanan dasar pada SPM bidang kesehatan diatur dalam Permenkes No 4 Tahun 2019. SPM Krisis kesehatan terbagi dua yaitu SPM kesehatan daerah provinsi dan SPM kesehatan daerah kabupaten/kota. SPM provinsi akan melaksanakan pelayanan kesehatan terdampak krisis akibat bencana dan pelayanan kesehatan KLB provinsi. Dimana program pelayanan kesehatan terdampak krisis akibat bencana dan pelayanan kesehatan KLB juga ada di Puskesmas. Data - data dari puskesmas inilah yang dikumpulkan oleh dinkes provinsi, karena puskesmas yang memiliki wilayah kerja.
Selanjutnya pemaparan materi Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh dr. Bella Donna. Sesi ini membahas empat outline presentasi yaitu situasi terkini terkait dengan pandemi COVID-19, manajemen risiko, komponen puskesmas disaster plan dan adaptasi kebiasaan baru. Pelayanan puskesmas pada era pandemic COVID-19 harus memperhatikan protokol kesehatan. Jangan sampai puskesmas menjadi klaster baru pandemi COVID-19. Semakin tinggi kapasitas yang dimiliki oleh Puskesmas dalam manajemen risiko maka risiko bencana akan semakin rendah. Dalam komponen puskesmas disaster plan tercantum hal - hal apa saja yang perlu disiapkan puskesmas sebagai bentuk kesiapsiagaan menghadapi bencana dan krisis kesehatan. Pada outline ini dr. Bella menekankan terkait komponen analisis risiko dan struktur organisasi saat bencana berdasarkan insiden sistem komando. Puskesmas Toaya dan Puskesmas Tawaeli melakukan perhitungan analisis risiko bencana. Berdasarkan kemungkinan kejadian bencana, selain COVID-19, Puskesmas Tawaeli memilih bencana Tawuran antar desa dan Puskesmas Toaya memilih kecelakaan lalu lintas sebagai contoh perhitungan analisis risiko. dr. Bella Donna juga menekankan dokumen puskesmas disaster plan akan sangat membantu puskesmas saat melakukan penanganan bencana dan krisis kesehatan.
Sabtu, 14 November 2020
Hari kedua materi diawali oleh pemaparan mengenai regulasi terkait standar pelayanan minimum di puskesmas oleh apt.Gde Yulian Yogadhita, M.Epid., ada tiga peraturan menteri yang dipresentasikan yaitu Permendagri Nomor 101 Tahun 2018, Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 tentang SPM dan Permenkes Nomor 75 Tahun 2019 tentang Krisis Kesehatan. Fokus materi presentasi ada pada regulasi terakhir dimana regulasi ini diharapkan dapat memberikan panduan untuk puskesmas dalam memenuhi indikator SPM meskipun dalam situasi bencana atau krisis kesehatan. Pada sesi ini juga disampaikan contoh bagaimana puskesmas dapat berkontribusi dalam perhitungan teknis SPM krisis kesehatan dan KLB yang dibutuhkan propinsi, walaupun definisi operasional dari komponen - komponen perhitungan masih perlu didiskusikan dengan dinas kesehatan provinsi lebih lanjut. Sesi selanjutnya adalah analisis risiko dan HVA yand disampaikan oleh Madelina Ariani, SKM., MPH., di sesi ini pemateri mengajak partisipasi aktif dari peserta workshop untuk menentukan risiko yang menjadi prioritas penanggulangan krisis kesehatan di wilayah kerja puskesmas Toaya dan Tawaeli dan memberikan penjelasan mengenai alur informasi dan pembuatan peta respon. Kemudian sesi dilanjutkan dengan penyusunan rencana tindak lanjut (RTL) sesuai dengan risiko yang sudah diidentifikasi sebelumnya.
Pada pembahasan RTL, peserta workshop dari puskesmas Toaya menyebutkan adanya kejelasan mengenai Bahan habis pakai, alat medis minor set, dana transport rujukan, sosialisasi ke remaja, APD, pelatihan BTCLS, Pelatihan program PKPR untuk pendampingan kelompok rentan untuk kesiapsiagaan maupun penanggulangan krisis kesehatan terkait dampak bencana social seperti tawuran, dan peserta workshop dari puskesmas Tawaeli menyebutkan adanya kejelasan mengenai spalk, tandu, tiang infus, sterile handscoen, hacting set, O2 anak, infus set anak, rambu lalin, spanduk himbauan untuk kesiapsiagaan maupun penanggulangan krisis kesehatan terkait dampak bencana kecelakaan lalu lintas (KLL). Sementara untuk COVID-19 peserta dari dua puskesmas tersebut menyebutkan diperlukan kejelasan mengenai APD, face shield, hazmat, hand sanitizer, masker, dana transportasi, Cairan disinfektan, alat tanki semprot, alat pemeriksaan rapid test, TOA, spanduk, poster, leaflet, booth, Pemantauan gizi untuk bayi agar mencegah gizi buruk, Pendampingan bumil risti, memfasilitasi masyarakat agar tidak bayar, pelatihan tentang peningkatan kewaspadaan COVID-19, pelatihan PPI untuk dapat dibahas dalam dokumen kesiapsiagaan bencana puskesmas (Puskesmas disaster-plan), untuk bahan habis pakai diharapkan mekanisme dan SOP pengadaan via kemitraan dan pengajuan ke dinas kesehatan maupun BPBD setempat menjadi potensi sumber daya yang perlu dipetakan dan didokumentasikan di rencana yang akan disusun. Tentu saja dalam RTL juga ditambahkan mengenai manajemen kit untuk penanggulangan krisis Kesehatan seperti peta dasar wilayah kerja puskesmas, pustu, polindes di dua desa tersebut dan alat tulis seperti yang telah diperkenalkan oleh fasilitator saat workshop.
Reporter : Happy R Pangaribuan dan Gde Yulian Yogadhita
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM
14 & 16 Nov
Puskesmas Biromaru Kabupaten Sigi
14 & 16 November 2020
Dok. PKMK FK-KMK UGM “Pemaparan materi Kebijakan dan Indikator SPM Krisis Kesehatan (kiri) dan Penugasan Struktur Organisasi saat Bencana (kanan)”
Pertemuan ini berlangsung selama dua hari yang berfokus untuk mempelajari dan berdiskusi terkait Sistem Pelayanan Minimum (SPM) Kesehatan dari perspektif bencana dan krisis kesehatan. Peserta yang mengikuti sekitar 14 orang terdiri dari staff KTU, dokter IGD, dan penanggung jawab program kesehatan masyarakat. Metode pengajaran yang diberikan secara on-site dan melalui virtual. Peserta akan mendapatkan 4 sesi materi selama dua hari yaitu (1) Kebijakan SPM Kesehatan Krisis Kesehatan di Daerah oleh Alfina A.Deu, SKM, M.Si – Kepala UPT P2KT Dinkes Prov. Sulawesi Tengah; (2) Kebijakan dan Indikator SPM Kesehatan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh Gde Yulian Yogadhita M.Epid, Apt; (3) Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh dr. Bella Donna, MPH; (4) Perhitungan teknis SPM oleh Madelina Ariani, MPH.
Sabtu, 14 November 2020
Pada pertemuan pertama Happy R Pangaribuan, MPH menyampaikan hasil survei awal ceklis SPM kesehatan bencana dan krisis kesehatan di Puskesmas Biromaru. Kepala Puskesmas Biromaru sudah membentuk Tim Gerak Cepat untuk penanganan bencana. Pembentukan tim ini setelah terinspirasi dari pelaksanaan ibadah haji dimana Kepala Puskesmas pernah terlibat sebagai tim kesehatan Ibadah Haji. Tim yang sudah dibentuk belum pernah mendapat pelatihan terkait manajemen penanggulangan bencana. namun tim ini sudah siap ditugaskan jika terjadi bencana. Tim sudah pernah ditugaskan pada bencana banjir. Namun Puskesmas Biromaru belum memiliki struktur organisasi berbasi insiden sistem komando. Khusus bencana, seperti kondisi COVID-19, tim yang banyak turun ke lapangan adalah dari bidang surveilans, pengendalian penyakit, promosi kesehatan dan unit pelayanan kesehatan masyarakat. Puskesmas memiliki data bumil, wanita usia subur, ibu hamil komplikasi dan kelompok rentan lainnya di semua wilayah kerja puskesmas yang berpotensi bencana.
Alfina A.Deu, SKM, M.Si menyampaikan SPM Krisis kesehatan terbagi dua yaitu SPM kesehatan daerah provinsi dan SPM kesehatan daerah kabupaten/kota. SPM provinsi akan melaksanakan pelayanan kesehatan terdampak krisis akibat bencana dan pelayanan kesehatan KLB provinsi. SPM dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di semua fasyankes termasuk puskesmas dan bisa juga dilakukan kader kessehatan di bawah pengawasan tenaga kesehatan. Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama menjadi unit terdepan dalam upaya pencapaian target SPM krisis kesehatan.
Selanjutnya pemaparan materi Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh dr. Bella Donna. Sesi diawali dengan pertanyaan dan diskusi bagaimana pengalaman Tim Gerak Cepat Puskesmas Biromaru saat bencana. Peserta menyampailan dalam tim semua bidang terkait disatukan, ada dokter, perawat, bidan, farmasi, surveilans dan promosi kesehatan. Sebaiknya tim tersebut terus dilatih sehingga tim ini bisa menjadi Emergency Medical Team (EMT) type 1 fixed atau mobile. Tergantung pada kapasitas tim. Terkait prosedur dan kinerja tim tersebut juga akan tercantum dalam dokumen Puskesmas Disaster Plan. Di dalam dokumen ini ada komponen struktur organisasi saat bencana, Tim Gerak Cepat akan masuk dalam bidang operasional di struktur. Analisis risiko penting untuk melihat bencana apa yang berisiko tinggi di wilayah Puskesmas Biromaru sehingga berdasarkan bencana tersebut puskesmas dapat membuat skenario penanganan bencana. Artinya dalam komponen puskesmas disaster plan sudah tercantum hal - hal apa saja yang perlu disiapkan puskesmas sebagai bentuk kesiapsiagaan menghadapi bencana dan krisis kesehatan. Dalam penugasan Puskesmas Biromaru menghitung analisis risiko bencana Gempa Bumi dan COVID-19.
Senin, 16 November 2020
Hari kedua materi diawali oleh pemaparan mengenai regulasi terkait standard pelayanan minimum di Puskesmas oleh apt.Gde Yulian Yogadhita, M.Epid., ada tiga peraturan menteri yang dipresentasikan yaitu Permendagri Nomor 101 Tahun 2018, Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 tentang SPM dan Permenkes Nomor 75 Tahun 2019 tentang Krisis Kesehatan. Fokus materi presentasi ada pada regulasi terakhir dimana regulasi ini diharapkan dapat memberikan panduan untuk puskesmas dalam memenuhi indikator SPM meskipun dalam situasi bencana atau krisis kesehatan. Pada sesi ini juga disampaikan contoh bagaimana puskesmas dapat berkontribusi dalam perhitungan teknis SPM krisis kesehatan dan KLB yang dibutuhkan propinsi, walau definisi operasional dari komponen - komponen perhitungan masih perlu didiskusikan dengan Dinas Kesehatan Propinsi lebih lanjut. Sesi selanjutnya adalah analisis risiko dan HVA yand disampaikan oleh Madelina Ariani, SKM., MPH., di sesi ini pemateri mengajak partisipasi aktif dari peserta workshop untuk menentukan risiko yang menjadi prioritas penanggulangan krisis kesehatan di wilayah kerja puskesmas Biromaru dan memberikan penjelasan mengenai alur informasi dan pembuatan peta respon. Kemudian sesi dilanjutkan dengan penyusunan rencana tindak lanjut (RTL) sesuai dengan risiko yang sudah diidentifikasi sebelumnya.
Pada pembahasan RTL, peserta workshop dari puskesmas Biromaru menyebutkan adanya kejelasan mengenai alat medis, obat-obatan, APD, makanan - minuman, Bantuan makanan bergizi, tenda, lampu senter, alarm gempa, fasilitas untuk nakes (akomodasi), Simulasi, Pelatihan penanganan gizi, Pelatihan tanggap bencana, Pelatihan kedaruratan medis untuk kesiapsiagaan maupun penanggulangan krisis kesehatan terkait dampak bencana gempa, sementara untuk COVID-19 peserta menyebutkan diperlukan kejelasan mengenai APD, alkes, suplemen multivitamin, makanan bergizi, kaca pembatas, Pelatihan tentang gizi, pelatihan khusus COVID-19 /penanggulangan klinis, tenaga epidemiologi untuk analis COVID-19, insentif nakes untuk dapat dibahas dalam dokumen kesiapsiagaan bencana puskesmas (Puskesmas disaster plan), untuk pelatihan- pelatihan diharapkan mekanisme dan SOP pengadaan via kemitraan dan pengajuan ke dinas kesehatan maupun BPBD setempat menjadi potensi sumber daya yang perlu dipetakan dan didokumentasikan di rencana yang akan disusun. Tentu saja dalam RTL juga ditambahkan mengenai manajemen kit untuk penanggulangan krisis kesehatan seperti peta dasar wilayah kerja puskesmas, pustu, polindes di Biromaru dan alat tulis seperti yang telah diperkenalkan oleh fasilitator saat workshop.
Reporter : Happy R Pangaribuan dan Gde Yulian Yogadhita
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM
16 & 17 Nov
Puskesmas Donggala Kota
16 & 17 November 2020
Dok. PKMK FK-KMK UGM “Diskusi Penugasan Struktur Organisasi saat Bencana (kiri) dan Pemaparan materi Kebijakan dan Indikator SPM Krisis Kesehatan (kanan)”
Pertemuan ini berlangsung selama dua hari yang berfokus untuk mempelajari dan berdiskusi terkait Sistem Pelayanan Minimum (SPM) Kesehatan dari perspektif bencana dan krisis kesehatan. Peserta yang mengikuti sekitar 17 orang terdiri dari staff KTU, dokter IGD, dan penanggung jawab program kesehatan masyarakat. Metode pengajaran yang diberikan secara on-site dan melalui virtual. Peserta akan mendapatkan 4 sesi materi selama dua hari yaitu (1) Kebijakan SPM Kesehatan Krisis Kesehatan di Daerah oleh Alfina A.Deu, SKM, M.Si – Kepala UPT P2KT Dinkes Prov. Sulawesi Tengah; (2) Kebijakan dan Indikator SPM Kesehatan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh Gde Yulian Yogadhita M.Epid, Apt; (3) Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh dr. Bella Donna, MPH; (4) Perhitungan teknis SPM oleh Madelina Ariani, MPH.
Senin, 16 November 2020
Pada pertemuan pertama Happy R Pangaribuan, MPH menyampaikan hasil survei awal ceklis SPM kesehatan bencana dan krisis kesehatan di Puskesmas Donggala Kota. Peserta belum pernah mendapatkan pelatihan erkait dengan SPM penanggulangan krisis kesehatan. Program - program kebencanaan pada fase pra bencana dan pasca bencana belum ada. Pada saat bencana gempa (2018), hanya 25% tenaga keseahtan yang melakukan pelayanan. Sebagian besar tenaga kesehatan terkena dampak bencana dan memilih untuk mengungsi. Puskesmas Donggala Kota juga belum memiliki tim bencana, struktur organisasi saat bencana dan dokumen perencanaan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan. Peserta juga menyebutkan mereka selalu kewalahan dan kesulitan melakukan pelayanan saat bencana. seperti pada kondisi sekarang pandemic COVID-19, tenaga kesehatan terkena COVID-19 dan sudah 3 kali puskesmas menutup pelayanan kesehatan.
Pada pemaparan materi Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan oleh dr. Bella Donna, peserta banyak bertanya terkait koordinasi dengan lintas sektoral khususnya dinas kesehatan kabupaten kota dalam penanganan bencana COVID-19. dr. Bella Donna menyampaikan di dalam dokumen puskesmas disaster plan terdapat komponen struktur organisasi saat bencana. struktur organisasi ini berlaku untuk semua jenis bencana yang terjadi, termasuk bencana pandemi COVID-19. Bidang apa yang harus diaktifkan tergantung dengan jenis bencana. Misalnya pada bencana pandemi COVID-19 yang diaktifkan sub klaster kesehatan operasional, sub klaster kesehatan pengendalian penyakit dan tim promosi kesehatan. Berbeda dengan bencana gempa, semua klaster kesehatan pada bencana gempan penting untuk diaktifkan termasuk sub klaster kesehatan kespro, gizi, dan keswa. Melalui analisis risiko bencana puskesmas bisa mengembangkan skenario penanganan bencana dan krisis kesehatan. Dalam penugasan Puskesmas Donggala Kota menghitung analisis risiko bencana Gempa Bumi dan COVID-19. Di akhir sesi ini Kepala Puskesmas sepakat akan membentuk struktur organisasi saat bencana dan krisis kesehatan di Puskesmas Donggala Kota dan segera akan dibuat SK tim.
Selanjutnya Alfina A.Deu, SKM, M.Si menyampaikan bagaimana kebijakan SPM krisis kesehatan di daerah. SPM Krisis kesehatan terbagi dua yaitu SPM kesehatan daerah provinsi dan SPM kesehatan daerah kabupaten/kota. SPM provinsi akan melaksanakan pelayanan kesehatan terdampak krisis akibat bencana dan pelayanan kesehatan KLB provinsi. SPM provinsi bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan pelayanan kesehatan KLB menyangkut standar jumlah kualitas barang/jasa, standar jumlah SDM kesehatan dan petunjuk teknis/tata cara pemenuhan standar. Kinerja puskesmas akan mempengaruhi target pencapaian SPM krisis kesehatan di provinsi, karena puskesmas yang memiliki wilayah kerja pelayanan. Alfina A.Deu, SKM, M.Si menekankan sudah saatnya puskesmas memikirkan dan menyusun segera program penanganan krisis kesehatan dan KLB di wilayah kerja puskesmas.
Selasa, 17 November 2020
Hari kedua materi diawali oleh pemaparan mengenai regulasi terkait standard pelayanan minimum di Puskesmas oleh Apt.Gde Yulian Yogadhita, M.Epid., ada tiga peraturan menteri yang dipresentasikan yaitu Permendagri Nomor 101 Tahun 2018, Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 tentang SPM dan Permenkes Nomor 75 Tahun 2019 tentang Krisis Kesehatan. Fokus materi presentasi ada pada regulasi terakhir dimana regulasi ini diharapkan dapat memberikan panduan untuk puskesmas dalam memenuhi indikator SPM meskipun dalam situasi bencana atau krisis kesehatan. Pada sesi ini juga disampaikan contoh bagaimana Puskesmas dapat berkontribusi dalam perhitungan teknis SPM krisis kesehatan dan KLB yang dibutuhkan propinsi, walau definisi operasional dari komponen - komponen perhitungan masih perlu didiskusikan dengan Dinas Kesehatan Propinsi lebih lanjut. Sesi selanjutnya adalah analisis risiko dan HVA yand disampaikan oleh Madelina Ariani, SKM., MPH., di sesi ini pemateri mengajak partisipasi aktif dari peserta workshop untuk menentukan risiko yang menjadi prioritas penanggulangan krisis kesehatan di wilayah kerja puskesmas Donggala dan memberikan penjelasan mengenai alur informasi dan pembuatan peta respon. Kemudian sesi dilanjutkan dengan penyusunan rencana tindak lanjut (RTL) sesuai dengan risiko yang sudah diidentifikasi sebelumnya.
Pada pembahasan RTL, peserta workshop dari puskesmas Donggala menyebutkan adanya kejelasan mengenai Logistik ibu hamil, obat-obatan, pos darurat, kit manajemen bencana, tenda posko kesehatan, kendaraan operasional, Simulasi, Pengkaderan, materi penyuluhan ke masyarakat, pelatihan teknis: ATLS, ACLS, EKG untuk dokter, pelatihan BTCLS/ PPGD untuk awam khusus untuk kesiapsiagaan maupun penanggulangan krisis kesehatan terkait dampak bencana gempa, sementara untuk COVID-19 peserta menyebutkan diperlukan kejelasan mengenai APD, alkes, suplemen multivitamin, makanan bergizi, kaca pembatas, Pelatihan tentang gizi, Pelatihan khusus COVID-19 /penanggulangan klinis, Tenaga analis COVID-19, insentif nakes untuk dapat dibahas dalam dokumen kesiapsiagaan bencana puskesmas (Puskesmas disaste -plan), untuk pelatihan - pelatihan diharapkan mekanisme dan SOP pengadaan via kemitraan dan pengajuan ke dinas kesehatan maupun BPBD setempat menjadi potensi sumber daya yang perlu dipetakan dan didokumentasikan di rencana yang akan disusun. Tentu saja dalam RTL juga ditambahkan mengenai manajemen kit untuk penanggulangan krisis kesehatan seperti peta dasar wilayah kerja puskesmas, pustu, polindes di wilayah Donggala dan alat tulis seperti yang telah diperkenalkan oleh fasilitator saat workshop.
Reporter : Happy R Pangaribuan dan Gde Yulian Yogadhita
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK-KMK UGM