Jakarta, CNN Indonesia -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menemukan peningkatan kerentanan risiko bencana di Pulau Jawa. Kondisi tersebut menurut Koordinator Kampanye Walhi, Edo Rakhman disebabkan lantaran kebijakan pembangunan ekonomi yang mengikis kawasan penyangga di area sabuk pantai selatan Jawa.
Walhi mencatat sekitar 30 titik proyek pemerintah di sepanjang pesisir selatan Jawa yang berpotensi meningkatkan risiko bencana. Edo menyebut seluruh rencana pembangunan saat ini tak memiliki perspektif mitigasi kebencanaan.
"Kesalahan terbesar Presiden Jokowi adalah merevisi Rencana Tata Ruang Nasional PP 26 Tahun 2008 menjadi PP 17 Tahun 2017 dengan mengeluarkan semua kawasan rawan bencana yang diatur sebelumnya, dari rencana tata ruang nasional," ungkap Edo dalam konferensi pers di kantor Walhi, Jakarta Selatan, Selasa (17/9).
Kebijakan di tingkat pusat itu lanjut Edo, diperburuk oleh langkah sebagian pemerintah daerah yang justru mengekor dengan menyusun rencana tata ruang yang juga miskin perspektif kebencanaan.
Di Jawa Timur saja, kerentanan bencana disebut meningkat dua kali lipat. Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, Rere Christianto menghitung pemberian konsesi tambang di kawasan pesisir selatan Jawa Timur mengakibatkan ancaman bencana meningkat dari yang semula tujuh jenis menjadi 13 jenis.
"Di Jawa Timur kami menemukan lima investasi yang menyebabkan peningkatan kerawanan bencana antara lain tambang pasir besi, tambang emas, tambang tembaga, pembangunan PLTU dan proyek infrastruktur Jalan Lintas Pantai Selatan. Tanpa adanya proyek-proyek itu sudah ada 7 ancaman seperti gempa, tsunami, banjir dan tanah longsor," jelas Rere.
Ancaman tambahan di antaranya kondisi gagal panen, kerusakan area pesisir dan berkurangnya kawasan tangkap. Hal serupa juga terjadi di beberapa wilayah. Kondisi faktual tersebut menurut Rere bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Jokowi saat pembukaan Rakernas Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada Juli 2019 lalu. Saat itu ia meminta agar BMKG bertindak tegas melarang pembangunan sejumlah infrastruktur di zona merah bencana.
"Kami melihat pernyataan itu sama sekali tidak menunjukkan bukti nyata, karena sampai sekarang proyek strategis nasional dan proyek ekstraktif masih dibiarkan di sepanjang pesisir selatan Jawa," kata Rere.
Dari Walhi Jakarta mencatat adanya peningkatan bencana banjir dan rob untuk kawasan Jakarta dan Banten akibat kerusakan di wilayah pesisir. Peningkatan kerentanan bencana juga terjadi di Banten lantaran perubahan fungsi hutan dan maraknya industri juga pertambangan semen.
Peningkatan kerawanan bencana juga ditemukan oleh Walhi Jawa Barat. Beberapa proyek yang menyimpan risiko bencana di antaranya pengembangan dua bandara di pantai selatan, jalan tol dan proyek kereta cepat yang disebut membelah kawasan pergerakan tanah.
Kondisi nyaris serupa juga ditemukan Walhi Yogyakarta dan Jawa Tengah. Di Yogyakarta misalnya, proyek-proyek strategis nasional bukan saja meningkatkan kerawanan bencana di lokasi pembangunan melainkan juga menstimulus kerusakan di kawasan sekitarnya.
Direktur Walhi Yogyakarta Halik Sandera mencontohkan pembangunan Bandara Kulon Progo yang dilakukan di kawasan tinggi risiko bencana.
"Pembangunan Bandara Kulon Progo akan dibangun menjadi kota bandara. Kerusakan pun akan berkembang ke wilayah lain. Misalnya dari Kulon Progo ke Magelang, akan ada proyek bedah Menoreh. Padahal status Menoreh itu status longsor tingkat tinggi. Artinya ketika dibangun jalan, maka bebannya pun akan bertambah," jelas Halik.
Sementara Direktur Walhi Jawa Tengah Ismail mengkritik sikap pemerintah yang tak peka terhadap pertanda bencana. Mengutip data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ia menyebut dari totak 1.900 kejadian bencana, hampir 600 diantaranya terjadi di provinsinya.
Tapi kondisi itu tak membuat pemerintah waspada. Bahkan belakangan terdapat izin pertambangan di kawasan yang menjadi pelindung pesisir Jawa Tengah dari Tsunami.
"Termasuk ada juga proyek penambangan batu kapur di Nusakambangan, di sana ada PT Holcim yang mendapatkan konsesi sekitar 900 sekian hektare. Padahal kawasan ini kemarin menjadi penyelamat saat terjadi tsunami," ujar dia.