Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengungkapkan cara menghadapi perubahan cuaca yaitu dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat dan mitigasi bencana melalui sosialisasi yang berkelanjutan. Langkah kewaspadaan ini dinilai penting untuk dilakukan.
"Beberapa waktu lalu pasca pesta demokrasi terjadi sejumlah bencana di berbagai wilayah Indonesia. Kondisi itu harus diwaspadai dan disikapi dengan langkah-langkah yang tepat," ujar Lestari dalam keterangannya dikutip Kamis (29/2/2024).
Hal ini dia ungkapkan saat membuka diskusi daring bertema Antisipasi Fenomena Angin Puting Beliung Akibat Perubahan Iklim, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (28/2).
Menurut Lestari, dampak perubahan iklim seperti angin puting beliung, banjir dan tanah longsor harus diwaspadai bersama. Fenomena cuaca yang kita hadapi, sangat penting untuk didiskusikan.
Apalagi, kata dia, isu pemanasan global diduga sangat berkaitan dengan munculnya cuaca ekstrem di sejumlah wilayah.
"Upaya untuk melakukan mitigasi dan menyosialisasikan sejumlah fenoma alam yang terjadi, harus dilakukan agar masyarakat memahami dan mampu melindungi dirinya, keluarga, serta lingkungannya dari dampak perubahan iklim," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Laksmi Dhewanthi berpendapat perubahan iklim menyebabkan efek gas rumah kaca yang memicu pemanasan global.
Dampak pemanasan global yang terjadi saat ini, adalah peningkatan suhu bumi sebesar 1 derajat Celcius. Bila tidak melakukan upaya apa-apa, akan terjadi peningkatan suhu bumi 1,5 derajat Celcius hingga 2 derajat Celcius.
Pemanasan suhu bumi ini memicu perubahan cuaca ekstrem yang berdampak terhadap lingkungan. Dalam menghadapi kondisi itu, Laksmi mengungkapkan, pihaknya mendorong upaya adaptasi dalam menghadapi cuaca ekstrem.
"Kegiatan adaptasi itu, diupayakan dalam berbagai bentuk antara lain meningkatkan pemahaman mitigasi, pengendalian terhadap sejumlah penyakit dan upaya meningkatkan ketahanan bencana dan iklim," jelasnya.
Dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap dampak perubahan iklim, tambah Laksmi, pihaknya membangun kampung iklim dan komunitas iklim yang merupakan intervensi aksi perubahan iklim di 7.000 lokasi di Indonesia.
"Pada tahun ini aksi serupa akan direalisasikan di 20.000 lokasi," ungkapannya.
Direktur Tata Ruang, Pertanahan, dan Penanggulangan Bencana, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Uke Mohammad Hussein mengungkapkan bencana puting beliung bukan merupakan hal baru di Indonesia.
Uke mengungkapkan kajian risiko terhadap dampak cuaca ekstrem antara lain berpotensi mengancam 253 juta jiwa, potensi kerugian fisik bisa mencapai Rp1.962 triliun dan potensi kerugian ekonomi hingga Rp 781 miliar.
Berdasarkan besarnya potensi risiko tersebut, Uke berpendapat, perlunya upaya mitigasi terhadap berbagai pemicu cuaca ekstrem.
Selain itu, tegas dia, juga harus dilakukan upaya intervensi untuk menekan dampak dari cuaca ekstrem yang terjadi.