TEMPO.CO, Bandung - Aktivitas erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur masih menghasilkan awan panas dan guguran lava. Menurut catatan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hari ini sejak pukul 00.00 WIB hingga 06.00 WIB, terjadi 28 kali guguran lava pijar dengan jarak luncuran antara 1-2,5 kilometer.
“Aktivitas Gunung Semeru memperlihatkan bahwa aktivitas erupsi, awan panas dan guguran lava masih terjadi. Namun secara visual jarang teramati karena terkendala dengan cuaca yang berkabut,” kata Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid dalam keterangan tertulis, Senin, 10 Juni 2024.
Wafid meminta masyarakat mewaspadai potensi aliran lahar curah hujan relatif masih tinggi di Gunung Semeru. Material erupsi yang berasal dari letusan dan aliran lava berpotensi menjadi guguran lava pijar atau pun awan panas.
“Material guguran lava dan atau awan panas yang sudah terendapkan di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Semeru, berpotensi menjadi lahar jika berinteraksi dengan air hujan. Selain itu, interaksi endapan material guguran lava atau awan panas yang bersuhu tinggi dengan air sungai akan berpotensi terjadinya erupsi sekunder,” kata Wafid.
Pantauan Badan Geologi mendapati aktivitas gempa vulkanik Gunung Semeru masih relatif tinggi, terutama gempa letusan, guguran dan gempa harmonik. Aktivitas gempa vulkanik dalam dan harmonik yang terekam menunjukkan indikasi suplai magma dari di bawah permukaan Gunung Semeru bersamaan dengan pelepasan material ke permukaan serta adanya proses penumpukan material hasil letusan di sekitar kawah Jonggring Seloko.
Hasil pantauan peralatan Tiltmeter dan GPS kontinyu yang merekam proses deformasi Gunung Semeru, hasilnya masih relatif datar yang menunjukkan tidak terjadi peningkatan tekanan. Namun pada Mei 2024 terlihat pola inflasi yang mengindikasikan peningkatan tekanan di tubuh gunung. “Kondisi ini berkorelasi dengan terjadinya perpindahan tekanan dari dalam tubuh gunung api ke permukaan bersamaan dengan keluarnya material saat terjadi erupsi,” kata Wafid.
Badan Geologi masih mempertahankan status aktivitas Gunung Semeru berada di Level III atau Siaga. Masyarakat direkomendasikan untuk tidak beraktivitas dalam radius 5 kilometer dari kawah atau puncak Gunung Semeru karena ada ancaman bahaya lontaran batu pijar.
Selain itu, Badan Geologi juga melarang adanya aktivitas manusia sejauh 13 kilometer di sektor tenggara dari pusat erupsi sepanjang Besuk Kobokan. Di luar jarak tersebut Badan Geologi juga meminta agar tidak ada aktivitas manusia dalam jarak 500 meter dari tepi sungai sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 kilometer dari puncak.
“Material guguran lava dan atau awan panas yang sudah terendapkan di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Semeru, berpotensi menjadi lahar jika berinteraksi dengan air hujan. Selain itu, interaksi endapan material guguran lava atau awan panas yang bersuhu tinggi dengan air sungai akan berpotensi terjadinya erupsi sekunder,” kata Wafid.