Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Banten, mengeluarkan imbauan agar masyarakat tidak mendekati Gunung Anak Krakatau, Rabu (5/10).
Imbauan tersebut menyusul status gunung berapi yang berada di Perairan Selat Sunda tersebut ditingkatkan dari waspada menjadi siaga.
"Secara resmi Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau telah mengeluarkan imbauan kepada warga maupun wisatawan. Sebelumnya, imbauan dikeluarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)," ujar Kepala Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau Anton S Pambudi, Rabu.
Seperti imbauan yang dikeluarkan PVMBG sebelumnya, Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau juga melarang warga dan wisatawan mendekat hingga radius 2 km.
"Jarak aman bagi warga maupun wisatawan 2 km. Kami tidak mau mengambil risiko terhadap keselamatan warga maupun wisatawan," ujar Anton.
Peningkatan status Gunung Anak Krakatau, tambah Anton, karena aktivitas gunung tersebut juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Sejak statusnya ditingkatkan pada 30 September lalu, aktivitas kegempaan Gunung Anak Krakatau berkisar 6-7 ribu per hari.
Bahkan, hingga hari ini, tidak ada tanda-tanda adanya penurunan aktivitas.
Seismograf di Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau di Desa Pasauran merekam aktivitas kegempaan sebanyak 1.285 kali sejak pukul 00.00 WIB hingga pukul 06.00 pagi tadi. "Itu tadi data yang kami rekam per 6 jam," ujar Anton.
Dari Pos Pemantau, sesekali terlihat kepulan asap kelabu yang menjulang dari kawah Gunung Anak Krakatau hingga ketinggian 25-50 meter.
"Kalau cuacanya bagus, kepulan asap kelabu bisa terlihat dari sini," ujar Anton.
Selain kepulan asap, Gunung Anak Krakatau juga mengeluarkan gas beracun. Gas beracun tersebut sangat berbahaya jika dihirup oleh manusia karena dapat mematikan. "Siapa saja yang menghirup gas beracun itu dapat mengalami sesak napas, pingsan hingga berakibatkan kematian," ujar Anton.
Berdasarkan data di Pos Pemantau, Gunung Anak Krakatau ini pernah meletus pada 27 Agustus 1883 yang menewaskan 36 ribu orang