PERAN PERGURUAN TINGGI PADA PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA
Pendahuluan
Pasca bencana, dibutuhkan action untuk emergency respons, yaitu tenaga teknis medis untuk pengobatan dan perawatan, dan management support untuk menangani masalah komunikasi, koordinasi, sistem informasi dan rehabilitasi. Kegiatan tersebut membutuhkan persiapan yang baik dan antisipasi untuk menghadapi keadaan-keadaan darurat. Pada tahun 2007, Depkes dengan dukungan dari WHO dan mitra kerja, dalam kerangka DRR-PHS Indonesia, meluncurkan ITC-DRR di Makassar. Kegiatan ITC-DRR berdasar pada konsep orbit dan merupakan garis edaran yang dibentuk oleh 9 Regional Pusat Krisis dan 2 Sub Regional Pusat Krisis, dan masing-masing regional dan sub regional mewakili perguruan tinggi di masing-masing daerah yang rawan bencana.
Mengapa perguruan tinggi, selain rumahsakit dan dinas kesehatan, perlu terlibat dalam pengembangan pusat krisis penanggulangan bencana? Salah satu alasannya berkaitan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian masyarakat. Melalui keikutsertaan dalam penanggulangan bencana, dapat dikatakan bahwa perguruan tinggi melakukan tanggungjawabnya untuk mengabdi kepada masyarakat. Alasan lain adalah di perguruan tinggi tersedia banyak sumberdaya. Contoh: Fakultas Kedokteran memiliki banyak dokter, residen, perawat, laboratorium; Fakultas Psikologi memiliki psikolog; Fakultas Teknik memiliki arsitek, tenaga teknik sipil, tenaga elektro; dan biasanya perguruan tinggi memiliki jaringan komunikasi dan informasi yang luas dan dapat dimanfaatkan sewaktu mobilisasi dan mitigasi penanggulangan bencana.
Namun, harus diakui bahwa kemampuan dari perguruan-perguruan tinggi dalam pengembangan penanggulangan bencana, berbeda-beda dan tidak merata. Tidak semua perguruan tinggi siap menghadapi bencana yang mungkin saja terjadi di wilayahnya. Maka dibutuhkan penguatan perguruan tinggi dalam hal bencana. Penguatan peran perguruan tinggi akan difokuskan pada standar regional pendidikan bencana, yaitu untuk program pelatihan non-gelar (Program 100 hari Kabinet Indonesia bersatu: untuk 100 rumahsakit), pendidikan kedokteran, program Master dan Doktoral, serta pengembangan website sebagai sarana pertukaran informasi dan networking untuk bencana.
Tujuan Workshop ini secara umum adalah (1) Menetapkan sistem dan standar pendidikan dalam pelatihan internasional ITC DRR sampai dengan periode 2010 – 2011 (plus program 100 hari DepKes); (2) Penguatan pendidikan kedokteran; dan (3) Mempersiapkan program Master dan PhD dalam bidang manajemen kegawatdaruratan dan bencana di Universitas yang berpartisipasi.
Secara khusus, akan: (1) Memperkuat pelatihan non gelar di ITC-DRR melalui standarisasi dan akreditasi, karena resiko bencana sangat besar dan pelatihan yang efektif adalah secara in-house trainning; (2) Memantau bahan pengajaran Kegawatdaruratan dan Penanganan Bencana dalam pendidikan kedokteran; (3) Merencanakan tahun 2010 dan 2011 kegiatan pelatihan berdasarkan pengalaman dan penelitian; (4) Memantau kemajuan program Master Degree Darurat dan Penanggulangan Bencana; (5) Mengembangkan kurikulum dan persiapan teknis untuk program PhD Kegawatdaruratan dan Penanggulangan Bencana, dan (6) Menganalisis aspek keuangan dari program.
Kegiatan yang dilaksanakan selama 3 (tiga) hari di Hotel Inna Garuda Yogyakarta mulai tanggal 24-26 November 2009, dihadiri oleh Peserta yang berasal dari Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes (9 Regional 2 sub Regional), Universitas yang telah melakukan ITC-DRR, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit dan WHO