logo2

ugm-logo

Badan Penanggulangan Bencana

http://cdn2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/lowongan-kerja-bnpb-1.jpg

Selamat berjumpa kembali pembaca website bencana kesehatan. Pengantar website minggu ini akan membahas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Indonesia sebagai wilayah rawan bencana menuntut BNPB dan BPBD harus berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki manajemen keadaan darurat bencana. Seperti gempa 6,9 SR yang terjadi di Kabupaten Banggai Kepulauan Sulawesi Tengah 12 April 2019, BNPB dan BPBD terus memantau perkembangan gempa.

BNPB adalah sebuah lembaga pemerintah non departemen yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Sebelumnya badan ini disebut Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2005. BNPB terdiri atas kepala, unsur pengarah penanggulangan bencana dan unsur pelaksanan penanggulangan bencana. BNPB menyelenggarakan fungsi (a) perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan (b) pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.

Selengkapnya Klik Disini

BPBD adalah lembaga pemerintah non departemen yang melaksanakan tugas penanggulangan bencana di daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dengan berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan oleh BNPB. BPBD terdiri dari kepala, unsur pengarah penanggulangan bencana dan unsur pelaksana penanggulangan bencana. Kepala BPBD dijabat secara rangkap (ex-officio) oleh sekretaris daerah dan membawahi unsur pengarah dan unsur pelaksana penanggulangan bencana. BPBD mempunyai fungsi koordinasi, komando dan pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sehingga BPBD harus membangun hubungan kerja dengan lembaga-lembaga terkait di daerah. Dalam sektor kesehatan BPBD memiliki kewenangan berkoordinasi dengan dinas kesehatan untuk membentuk klaster kesehatan. BPBD sebaiknya melibatkan dinas kesehatan, rumah sakit dan puskesmas dalam setiap perencanaan dan program penanggulangan bencana di BPBD. Misalnya BPBD melibatkan dinas kesehatan dalam penyusunan rencana kontijensi (renkon) sehingga dinas kesehatan dapat menurunkan renkon tersebut menjadi renkon penanggulangan bencana bidang kesehatan.

Selengkapnya Klik Disini

Emergency Response

https://d4htechnologies.com/perch/resources/emergency-response21-223491.jpg

Fase terjadinya bencana terbagi menjadi 3 yaitu siaga darurat, tanggap darurat dan pemulihan darurat. Fokus kegiatan pada fase siaga darurat adalah rescue artinya jauhkan masyarakat dari hazard. Fokus kegiatan pada fase tanggap darurat adalah relief artinya pastikan program kesehatan tetap berjalan dengan terpenuhinya persyaratan minimal. Selanjutnya fokus kegiatan pada fase pemulihan darurat adalah rehabilitation and recontruction artinya kembalikan program seperti semula sesuai dengan perencanaan pembangunan kesehatan daerah/nasional. Pengantar website bencana kesehatan minggu ini akan membahas salah satu fase tersebut yaitu fase tanggap darurat (emergency response). Menurut UU No 24 Tahun 2007, tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat terjadi bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

Jangka waktu kedaruratan bencana yang ditetapkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah untuk jangka waktu tertentu. Pada sektor kesehatan, kondisi pada awal fase tanggap darurat pelayanan kesehatan akan mengalami kekacauan. Biasanya fasilitas kesehatan yang belum pernah menghadapi bencana, ditambah lagi tidak ada dokumen dan tenaga terlatih dalam penanggulangan bencana akan mengalami kebingungan dan tidak mengerti apa yang harus mereka lakukan. Akhirnya pelayanan kesehatan sempat terganggu atau fasilitas kesehatan kosong, pertolongan tidak maksimal dan sistem komando tidak terkoordinir dengan baik. Melihat contoh kasus ketika terjadi tsunami serta likuifikasi di Palu, pihak dinkes menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui apa yang harus mereka lakukan pada hari pertama terjadi bencana. Pelayanan kesehatan mulai berjalan baik setelah dinkes didampingi oleh PKMK FK - KMK UGM membentuk klaster kesehatan dan sub-klaster kesehatan. Dinkes mulai memperbaiki manajemen pelayanan, sistem rujukan, sistem koordinasi mulai dari penempatan relawan, pelaporan kegiatan, pengadaan logistik dan sebagainya.

Pada fase tanggap darurat keterlibatan komunitas akan semakin luas, salah satunya peran WHO. Emergency response framework oleh WHO, dijelaskan bahwa komitmen inti WHO dalam tanggap darurat adalah tindakan-tindakan yang akan dilakukan organisasi dan dapat dipertanggungjawabkan selama masa darurat dengan konsekuensi kesehatan masyarakat. Beberapa tindakan WHO untuk memastikan respons sektor kesehatan yang efektif dan tepat waktu pada fase tanggap darurat dijelaskan pada framework tersebut. Salah satunya adalah mengembangkan strategi responsif dan rencana aksi sektor kesehatan jangka pendek, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan mitra yang menangani kebutuhan, risiko dan kapasitas kesehatan dengan intervensi pencegahan dan kontrol yang tepat untuk tiga bulan pertama (dan kemudian tinjauan dan perbarui sesuai kebutuhan)

Selengkapnya Klik Disini

More Articles ...