logo2

ugm-logo

Ajarkan Anak Mitigasi Bencana

JAKARTA – Pendidikan ten­tang mitigasi kebencanaan harus diajarkan kepada anak didik sejak dini agar menge­tahui langkah yang dilakukan saat terjadi bencana alam.

“Di Jepang, sejak kecil anak-anak diajarkan tentang miti­gasi bencana karena medianya di sekolah memberikan materi tersebut,” kata Anggota Komisi I DPR, Roy Suryo, saat menjadi narasumber mitigasi bencana alam, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Oleh karena itu, ia men­dorong hal yang sama juga dilakukan di Indonesia se­hingga anak-anak dapat mengetahui langkah yang perlu dilakukan saat terjadi bencana alam. “Kita tidak usah menyalahkan sekolah belum mengajarkan, tapi kita cari solusi,” tegasnya.

Menurut dia, fenomena saat ini, anak-anak lebih cende­rung memiliki intensitas tinggi menggunakan gawai atau telepon pintar dalam aktivi­tas sehari-hari. Padahal, alat elektronik tersebut memiliki keterbatasan apabila terjadi musibah bencana alam.

Sebagai contoh, peristiwa padamnya arus listrik di Ja­karta dan di sejumlah daerah lainnya beberapa waktu lalu yang mengakibatkan aktivi­tas masyarakat lumpuh total. “Efek listrik mati internet juga mati sehingga sebagian orang kebingungan karena keter­gantungan listrik,” kata dia.

Asisten Deputi Tanggap Bencana Kementerian Koor­dinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Ke­menko PMK), Nelwan Hara­hap, mengatakan terdapat tiga kapasitas yang harus dibangun masyarakat dalam menghadapi bencana alam.

Pertama, bagaimana mem­bangun kesadaran di dalam masyarakat. Setiap masyara­kat di Tanah Air harus memiliki kesadaran tinggi bahwa berada di daerah yang rawan bencana alam dengan risiko sedang hingga tinggi.

Kedua, masyarakat harus meningkatkan kapasitas terkait pengetahuan tentang kebenca­naan. Pengetahuan ini dituju­kan agar setiap orang menge­tahui langkah yang mesti dilakukan saat terjadi bencana alam.

“Selama ini banyaknya kor­ban jiwa dalam bencana alam disebabkan kepanikan ma­syarakat. “Pembunuh terbesar dari bencana itu bukan karena peristiwanya, tapi disebabkan diri kita sendiri yang tidak siap menghadapinya,” ujar dia.

Terakhir, untuk memini­malisir korban jiwa saat ben­cana alam, masyarakat harus menguatkan kapasitas keari­fan lokal dan membangun ko­munikasi secara cepat. Karena Golden Time saat peringatan dini hanya berkisar lima menit hingga lima jam serta tergan­tung jenis bencananya. “Dalam penelitian, penyelamatan saat situasi bencana itu 96 persen dilakukan oleh korban dan ko­munitasnya,” kata dia.

Menurut dia, salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu membangun jejaring sosial dan saling mengingat­kan bila terjadi bencana alam. Sebagai contoh, program Da­sawisma yang terdiri dari 10 rumah terdekat saling berkoor­dinasi saat terjadi musibah.

Siaga Bencana

Sementara itu, Kasubdit Kesiapsiagaan dan Mitigasi Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam, Ke­menterian Sosial, Tetrie Dar­wis menyampaikan, saat ini Kemensos telah memiliki 638 Kampung Siaga Bencana (KSB) yang tersebar di sejumlah pro­vinsi. KSB ini bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat tangguh bila terjadi bencana alam.

“Kemensos dua minggu yang lalu ke Jepang belajar tentang menghadapi bencana alam dan akan dikolaborasi­kan dengan banyak pihak,” kata dia. eko/Ant/E-3

Perkuat Mitigasi Bencana dengan "Kentongan"

Jakarta, Beritasatu.com - Mitigasi bencana di tengah masyarakat perlu diperkuat. Apalagi Indonesia merupakan negara rawan bencana. Melalui Kentongan, sebuah program siaran baru di Radio Republik Indonesia (RRI), radio milik pemerintah ini ingin meningkatkan mitigasi dan budaya sadar bencana di masyarakat.

Peluncuran program mitigasi bencana ini dilakukan bersamaan dengan rangkaian peringatan hari ulang tahun RRI ke-74 pada 11 September 2019 mendatang. Program ini terinspirasi dari program serupa yang ada di Jepang. Negara itu diketahui juga punya potensi bencana tinggi tetapi kesiapsiagaan mitigasinya sudah optimal.

Direktur Utama RRI, M Rohanudin mengatakan, melalui siaran ini RRI ingin membangun budaya sadar bencana di masyarakat. Pengetahuan mitigasi dilakukan justru sebelum bencana terjadi sebagai upaya pencegahan.

Siaran ini pun akan disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah melibatkan 105 stasiun RRI dan 223 stasiun relay di seluruh Indonesia serta 37 stasiun di perbatasan. Narasumbernya pun beragam yang mengupas terkait potensi bencana.

"Untuk mewujudkan masyarakat tangguh bencana siaran Kentongan ini menjadi daily program," katanya di sela-sela sarasehan program Kentongan di Auditorium RRI Jakarta, Sabtu (7/9). Menurutnya, dampak bencana dapat ditekan bila ada program mitigasi bencana.

Seiring perkembangan teknologi, siaran RRI juga menggunakan berbagai platform seperti digital. Langkah ini dianggap sangat relevan dengan perkembangan terkini dan bisa diterima masyarakat pengguna gawai.

Senada dengan itu, Dewan Pengawas RRI Hasto Kuncoro menyebut, program radio terkait mitigasi bencana akan meminimalkan risiko atau dampak bencana.

"Kentongan diharapkan mewujudkan masyarakat tangguh bencana dan ada budaya baru terkait mitigasi bencana," ucapnya.

Ia mencontohkan, sejumlah bencana yang terjadi di Tanah Air menunjukkan kesiapan mitigasi bencana di masyarakat belum terbangun. Sebagai contoh, korban likuifaksi di Petobo, Sulawesi Tengah, tinggal bertahun-tahun di daerah yang punya potensi bencana karena minim informasi.

Siaran Kentongan lanjutnya, akan menginformasikan pentingnya membuat rumah tahan gempa, serta potensi bencana lain yang juga bisa disebabkan oleh faktor manusia seperti banjir.

Mitigasi bencana bermakna serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Nama Kentongan dikaitkan dengan kearifan lokal pada sebagian masyarakat Indonesia sebagai penanda suatu peristiwa.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Wibowo menilai, Kentongan adalah program bagus dan bermanfaat bagi masyarakat terutama yang di desa-desa rawan bencana, baik pada pra, saat maupun pasca bencana.

"Edukasi, sosialisasi, pengumuman atau hiburan dapat disiarkan melalui radio ke seluruh pendengar di mana saja berada. Bahkan saat listrik mati radio bisa digunakan dengan baterai cadangan," ungkapnya.

 

Sumber: Suara Pembaruan

More Articles ...