logo2

ugm-logo

Banjir dan Tanah Longsor di Jepang Menewaskan 18 Orang

Asakura, HanTer - Regu penyelamat Jepang melanjutkan pencarian mereka terhadap korban hujan lebat yang memicu banjir dan tanah longsor di Jepang barat daya. Bencana tersebut menewaskan sedikitnya 18 orang dan menyebabkan ratusan lainnya mengungsi.
 
Pihak berwenang memperingatkan akan kembali datang hujan yang lebat di kemudian hari yang memungkinan danya longsor susulan. Hujan lebat tersebut disebabkan udara bertekanan rendah di Samudera Pasifik, yang memasok udara hangat dan lembab ke garis awan hujan Jepang.
 
Media penyiaran NHK pada Minggu (9/7/2017) melaporkan bahwa sekitar 1.900 polisi dan tentara dengan menggunakan alat berat menerjang hujan, bergulat dengan potongan kayu dan lumpur yang memutus jalan.
 
Daerah Fukuoka dan Oita, menjadi daerah yang paling parah terkena bencana itu, di mana 18 orang tewas dan 14 lagi luka berasal dari daerah tersebut, NHK pun menyebut sekitar 570 orang terkucil dan lebih dari 20 orang belum diketahui keberadaannya.
 
"Menimbang perasaan orang-orang yang keluarganya hilang lantaran bencana ini, saya ingin menyelamatkannya sesegera mungkin," tutur Kiyoharu Kawano yang merupakan salahsatu anggota pasukan pertahanan.
 
Sementara itu warga setempat menangani upaya pembersihan dengan penuh perjuangan. "Ini sulit, ini sulit," kata pria tua, yang menarik gerobak dorong ketika hujan deras, membawa lumpur keluar dari restoran mie "ramen" tua yang terbuat dari kayu.
 
Seperti diketahui, Kota Asakura dilanda hujan hingga lebih dari 600 milimeter sejak Rabu, dan Hita digempur hujan hingga hampir 450 milimeter pada waktu yang sama, menurut badan meteorologi.
 
"Cuaca diperkirakan membawa 120 milimeter curah hujan ke wilayah Kyushu utara pada Senin siang dan 100 milimeter di wilayah Chugoku, Jepang barat," kata badan meteorologi itu.

 

(Hermansyah)

DPR Anggap BNPB Lamban Peringatkan Bencana Dieng

Asap mengepul usai ledakan di Kawah Sileri Dieng, Jawa Tengah, Ahad (2/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR RI meninjau lokasi Kawah Sileri Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, untuk meninjau Pos Bencana Dieng. Anggota Komisi VII Khotibul Umam mengatakan, Komisi VIII melakukan pengawasan untuk melihat dampak fisik dan non fisik dari bencana itu.

“Dampak fisik seperti gunung meletus atau banjir yang terkadang menimbulkan korban sedangkan non fisik seperti Dieng ini yang berbahaya adalah asap beracun," kata Khotibul dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (4/7) siang.

Menurut dia, penanggulangan bencana yang harus dilakukan adalah merangkul ahli vulkanologi yang menguasai tentang gunung berapi dan asap beracun. "Selain itu, kita ingin BNPB juga punya program khusus untuk Dieng ini, karena Dieng ini banyak ditinggali oleh masyarakat Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara," ujarnya.

Menurut dia, kawah Dieng pernah menimbulkan bencana besar yang mengakibatkan 20 korban luka. Namun masyarakat sekitar kawasan Dieng masih sulit untuk direlokasi, karena menganggap tanahnya merupakan tanah dari nenek moyang, sehingga untuk melakukan evakuasi dan relokasi tidak mungkin. "Oleh karena itu cara peringatan dini dari ahli-ahli vulkanologi ini menjadi penting," kata dia.

Politisi PKB ini menilai kinerja BNPB sangat lambat dalam memberikan informasi mengenai pelarangan kawasan wisata yang tidak massive dan tidak tersosialisasikan dengan baik. Selain itu, masalah BNPB wilayah provinsi dan kabupaten, kata dia adalah tidak mempunyai alat yang cukup baik untuk mendeteksi berbagai macam bencana termasuk tanah longsor dan gas-gas beracun, yang punya adalah pusat namun pusat selalu terlambat

"Oleh karena itu, Komisi VIII akan mendorong tambahan anggaran untuk pengadaan alat-alat teknologi yang tujuannya untuk memberikan peringatan dini di kawasan-kawasan pegunungan rawan bencana seperti di Dieng ini," ujar Khotibul.

More Articles ...