logo2

ugm-logo

Korban Jiwa Bencana di Jawa Tengah Sudah Mencapai 35 Orang

Korban Jiwa Bencana di Jawa Tengah Sudah Mencapai 35 Orang

Semarang, - Korban jiwa dalam berbagai bencana di sejumlah Wilayah Jawa Tengah sejak hari Sabtu (18/6) kemarin hingga kini mencapai 35 jiwa. Sementara daerah yang mengalami longsor parah antara lain Banjarnegara, Kebumen, dan Purworejo.

"Banjarnegara longsor di daerah Wanarata dan Gumelem dengan jumlah korban 6 sudah terevakuasi dalam keadaaan meninggal dunia. Kemudian di Kebumen juga 6 orang masih dalam pencarian, serta di Purworejo sebanyak 29 jiwa yang tersebar di beberapa lokasi," kata Kepala Basarnas Kantor SAR Semarang, Agus Haryono seperti rilis yang diterima detikcom, Minggu (19/6/2016).

Selain itu, lanjut Agus, di Purworejo tepatnya di Desa Karangrejo/Caok Kecamatan Loano sebanyak 6 korban meninggal dan sudah dievakuasi. Di Desa Jelok Kecamatan Kaligesing ada 4 korban luka ringan, 2 patah kaki, dan 3 masih tertimbun.

"Sedangkan korban terbanyak berada di daerah Donoranti, Kecamatan Purworejo dengan jumlah korban jiwa mencapai 14 orang, 3 dievakuasi dalam keadaan meninggal dunia dan 11 masih dalam pencarian," tandasnya.

Saat ini tim Basarnas Kantor SAR Semarang bergabung dengan tim SAR Gabungan di Kebumen dan Purworejo untuk melakukan evakuasi. Tim dari Semarang juga dibagi untuk membantu evakuasi korban banjir di Kendal dan Surakarta.

Dari data Basarnya korban jiwa di Kecamatan Susukan, Banjarnegara tepatnya Desa Gumelem bernama Wanto (40), Sudarno (40), dan A. Bahrudin (40). Di Desa Wanarata Titis (11), Fina (10), dan Tariwen (30).

Kemudian di Dukuh semampir, Desa Sampang Kecamatan Sempor, Kebumen, korban diidentifikasi bernama Satimun (40), Bu Sari (35) (istri Satimun), San Rustin (55), Marsiyem (50), Sutiyem (25) yabg sedang hamil 8 bulan, Poniyem (50).

Sedangkan di Desa Donorati Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo yaitu Jumadi (80), Saman (60), Fatmiati (51), Herlina (55), L. Naya (2), Ifa (12), Desti (8), Pandu (8), Karyono (40), Misina (35), Zaikim (45), Doni (19), Rendra (8), dan Panji (1). Korban ditempat lainnya masih belum teridentifikasi.

sumebr: detik.com

Hindari Kepanikan Bencana Dinas Kesehatan DIY Gandeng Rumah Sakit

YOGYAKARTA – Guna menangani jumlah pasien bencana yang jumlahnya cukup banyak, maka agar tidak panik Dinas Kesehatan DIY menggandeng sejumlah rumah sakit yang ada di Yogyakarta. Hal itu dilakukan, agar semua korban bisa tertangani dengan baik dan benar.

Meski hal itu tidak diinginkan, namun setidaknya sebelum ada musibah semua sudah dipersiapkan jauh hari sebelumnya. Untuk memastikan tidak ada kepanikan Dinas Kesehatan DIY  setiap tahunnya sedikitnya melibatkan 15 rumah sakit (RS) di daerah itu dalam penerapan sistem kesiapsiagaan penanganan bencana alam.

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan (Yankes) Dinas Kesehatan DIY, Etty Kumolowati di Yogyakarta, Senin (13/6). Sistem kesiapsiagaan bencana ini agar 34 rumah sakit tidak lagi gagap ketika ada banyak pasien secara bersamaan yang masuk akibat bencana alam,” jelas Etty.

Program itu, lanjut dia, bertujuan agar setiap rumah sakit mempunyai sistem penanganan korban bencana dengan baik dan tepat. “Dalam Program Hospital Disaster Plan, tidak hanya masyarakat saja yang harus siap siaga, tapi RS juga harus siap siaga dalam menghadapi bencana,” ujarnya.

Apalagi DIY, menurut Etty, merupakan wilayah memiliki ancaman beragam bencana. “Berdasarkan ata ada sekitar 12 ancaman yang bisa sewaktu-waktu terjadi seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, tanah longsor, kebakaran, kekeringan, cuaca ekstrem, wabah penyakit dan sebagainya,” ujarnya.

Selain itu, imbuhnya, juga konflik sosial, kemudian kegagalan teknologi. “Banyak bencana alam yang tidak bisa diprediksi. Hanya erupsi gunungapi, tanah longsor, banjir yang bisa terpantau. Sehingga semua komponen harus siap siaga,” katanya.

Sementara Kepala Seksi Rujukan dan Khusus, Bidang Yankes Dinas Kesehatan DIY, Kudiyana mengatakan, program itu terus diberikan kepada RS agar tidak terulang lagi kegagapan  rumah sakit dalam menghadapi bencana. Seperti pada bencana gempa 2006 dan erupsi Merapi 2010 lalu.

Peristiwa bencana alam tersebut, kata dia, menjadi pelajaran bagi semua. Pengalaman 2006, RSUP Dr Sardjito yang sebesar itu gagap ketika menghadapi ratusan pasien bencana  gempa bumi. Begitu juga pada 2010 lalu juga sempat gagap, tapi tidak separah sebelumnya. Dengan kerjasama ini, diharapkan kedepan tidak ada kepanikan lagi serbuan pasien korban bencana.

Dengan adanya sistem yang baik, maka penanganan pasien dalam jumlah banyak yang masuk secara bersamaan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) bisa tertangani dengan baik. Misalnya, siapa yang pertama menanganinya, jika kekurangan maka petugas yang melakukan back up juga sudah ada dan seterusnya.

sumber: suaramerdeka.com

More Articles ...