logo2

ugm-logo

TNI Bersinergi dengan Warga Tangani Bencana Alam Gunung Raung

http://indolah.com/wp-content/uploads/2015/06/Gunung-Raung.jpg

Banyuwangi - Letusan Gunung Raung, Banyuwangi Jawa Timur telah menimbulkan permasalahan, terutama bagi orang-orang yang hendak berlibur menggunakan jalur udara. Hal tersebut, dikarenakan abu vulkanik yang dimuntahkan oleh Gunung Raung menjadikan beberapa maskapai penerbangan dibatalkan. Tercatat sudah ada 5 bandara yang ditutup karena dampak dari meletusnya Raung. Lima bandara tersebut antara lain Bandara Internasional Lombok, Bandara Selaparang Lombok, Bandara Ngurah Rai Bali, Bandara Notohadinegoro Jember, serta Bandara Blimbingsari Banyuwangi.

Gunung Raung yang terletak kira-kira 150 kilometer dari Bandara Ngurah Rai Denpasar, Bali telah melontarkan debu, serta puing-puing sampai dengan ketinggian 3.800 meter di udara pada Jumat, 10 Juli 2015. Hal inilah yang menjadikan pihak berwenang untuk menutup 5 Bandara di Indonesia akibat abu vulkanink yang ditimbulkan Gunung Raung.

Aktivitas Perekonomian Terancam

Latar belakang perekonomian warga masyarakat sekitar, yang selama ini banyak bergantung dengan alam, seperti pertanian, perkebunan dan sejenisnya, di wilayah sekitar selama ini relatif aman dari berbagai hambatan/gangguan. Namun setelah bertahun-tahun berada dalam kondisi aman, akhir-akhir ini tiba-tiba terancam gagal panen, terutama dengan meningkatnya aktifitas Gunung Raung yang sudah pulahan tahun tidak pernah aktif.

Di sela-sela berlangsungnya musibah bencana Gunung Raung, saya sebagai warga masyarakat yang selama ini aktif mencermati musibah tersebut, sungguh merasa bangga dan salut dengan kesigapan prajurit TNI, yang selalu bereaksi cepat terhadap musibah yang terjadi di Indonesia, termasuk dalam ikut mengatasi akibat musibah bencana Gunung Raung itu.

Apa karena memang TNI ini sudah terlatih dalam ikut mengatasi penanganan terhadap bencana, atau karena sudah memiliki semacam aturan/prosedur, atau semata-mata rensponsif dan reflektif dari jiwa pengabdian prajurit yang senantiasa terpanggil untuk ikut mengatasi kesulitan yang dialami warga masyarakat, yang jelas saya sebagai masyarakat awam, sekali lagi sangat salut dan memberikan apresiasi tinggi kepada personel TNI yang selalu ada di depan dalam keikutsertaannya membantu mengatasi dampak dari bencana alam.
TNI Ada Memang untuk Rakyat

Keterlibatan dan kepedulitan prajurit TNI dalam ikut membantu mengatasi berbagai kesulitan rakyat, sekaligus sebagai salah satu wujud nyata bahwa ‘TNI memang untuk Rakyat’. Sepertinya prajurit TNI kita memang sadar, bahwa kehadiran rakyat memiliki pengaruh psikologis yang sangat kuat dalam ikut menegak-kokohkan kedaulatan NKRI ini, sehingga dengan tulus dan ikhlas TNI akan selalu hadir bersama rakyat. Seperti halnya bunyi motto yang sering kita saksikan bersama; “Bersama Rakyat TNI Kuat, Bersama TNI Rakyat Aman dan Sejahtera”.

Terkait dengan penanganan musibah bencana Gunung Raung ini, ada satu lagi yang saya ingat, bahwa TNI memiliki andil dan keterlibatan yang sangat besar dengan langsung menerjunkanTim Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Gunung Raung Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Tim tersebut menyisir lokasi dalam radius bahaya akibat letusan gunung tersebut dalam rangka mengamankan dan menyelamatkan warga masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi bencana.

Penyisiran itu dipimpin oleh Komandan Satgas Penanggulangan Bencana (Satgas PB) Gunung Raung Letkol (Arh) Sudrajat yang sehari-hari menjabat sebagai Komandan Komando Distrik Militer (Dandim) Bondowoso. Saluuut…dan saluut terhadap bapak-bapak TNI kita…Lanjutkan tugas mulia ini Pak..semoga dengan hadirnya TNI di tengah Masyarakat mampu mengatasi kesulitan Rakyat Indonesia. ***

sumber: KabarIndonesia

 

Anak-anak dan Bencana Alam

anak-bencana-siaga

Gunung Sinabung meletus beberapa waktu lalu, Raung dan Gamalama juga masih terus menyemburkan lahar panas. Selain aktivitas gunung api, 21 Juli lalu tebing air terjun Seduso di Nganjuk, Jawa Timur longsor. Tiga orang tewas dan 12 luka-luka. Lalu, ketika di beberapa wilayah Indonesia kekeringan karena kemarau panjang, Aceh justru kebanjiran di pertengahan Juli lalu. 

Dengan berbagai bencana yang terus mengintai, lazimlah jika Indonesia disebut sebagai laboratorium bencana. Posisi Indonesia yang berada di antara garis lempeng membuat rentan dari bahaya gempa dan tsunami. Juga jalur gunung api yang melintas wilayah-wilayah di Indonesia memperkuat kondisi rawan bencana. 

Bencana juga mengintai Indonesia karena perubahan iklim yang kian tak terduga. Kejadian seperti kebakaran hutan, kekeringan dan banjir kerap terjadi tiap tahun. Sementara di masa mendatang, serangan hawa panas yang mematikan bukan tak mungkin menerpa Indonesia, yang berada di iklim tropis.

Hal tersebut terbukti dari catatan terakhir yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Menurut catatan BNPB, pada semester pertama tahun 2014 saja, sudah ada 1.559 bencana terjadi di Indonesia. Di antara ribuan bencana tersebut setidaknya ada 490 orang tewas, sementara ribuan lain harus mengungsi dan banyak dari mereka harus kehilangan keluarga, rumah dan harta benda.

Dengan berbagai macam bencana, yang paling rentan terdampak adalah anak-anak dan kaum perempuan. Badan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui UNFPA mengklasifikasi tingkat kerentanan perempuan, anak perempuan dan remaja meningkat dalam situasi bencana. Bukan hanya saat bencana, juga ketika bencana itu sudah berlalu. Mereka yang kehilangan orang tua dan suami berisiko menghadapi pelecehan seksual dan perdagangan manusia. 

Menurut catatan UNFPA lebih dari 50 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat adanya konflik dan bencana alam di dunia. Tiga per empat dari total angka tersebut adalah kelompok perempuan, anak perempuan dan remaja. 

 

Banjir

Pada kasus bencana banjir di Jakarta, perempuan dan anak-anak terbukti sebagai korban yang paling rentan. Seperti ketika terjadi banjir besar pada 2002 ratusan anak-anak harus menginap di pinggir-pinggir jalan, tanpa alas tidur dan atap pelindung. Banjir besar yang kemudian makin kerap berkunjung di tahun-tahun berikutnya memperlihatkan kondisi yang tak banyak berubah.  

Pada banjir 2006, bahkan pernah ada kejadian perahu milik Mapala UI yang terbalik di daerah Jakarta Barat yang berisi anak-anak dan perempuan. Penyebab terbaliknya lantaran perempuan dan anak-anak yang di dalamnya tak mengerti apa yang harus dilakukan, saat berada di dalam perahu evakuasi.

Oktora Hartanto, kapten kapal yang saat itu membawa perahu karet mengatakan kejadian itu begitu cepat, karena arus yang terlalu kencang dan berada di gang-gang sempit membuat perahu tiba-tiba menjadi oleng. 

“Perempuan dan anak-anak yang berada di dalam perahu tak bisa diam mereka terus bergerak karena merasa takut. Ditambah arus kencang membuat laju perahu jadi tak terkendalikan,” urai Oktora saat itu.

Itu baru satu kejadian, di banyak peristiwa bencana anak-anak juga menjadi kelompok yang paling rentan terkena penyakit saat harus mengungsi karena banjir. Kondisi tubuh yang tak sehat, serta pasokan makanan yang tak pasti, membuat kesehatan anak-anak menjadi sangat lemah.

 

Letusan Gunung Api

Saat letusan gunung api Merapi pada 2004, anak-anak harus menjadi bagian paling menderita, lantaran kehilangan orang tua dan kesehatan yang memburuk karena menghisap abu vulkanik. Sriyono, seorang anak yang pernah mengungsi karena mengatakan ia harus menjauh dari rumahnya di kaki gunung Merbabu, karena debu vulkanik Merapi terlalu tebal.

“Sayangnya apa yang diajarkan saat di sekolah tentang evakuasi sangat jauh berbeda dengan kenyataan sebenarnya,” urai Sriyono, yang ditemui akhir pekan pertama Juli 2015.

Ia juga merasa tak sreg dengan apa yang diajarkan guru-guru mengenai letusan gunung api. Menurutnya semua yang diajarkan seperti tak sesuai dengan kenyataan saat ini. Seperti tanda-tanda gunung akan meletus, para guru mengatakan akan banyak satwa yang akan turun gunung. Tapi kenyataannya saat ini satwa di gunung-gunung sudah hampir tak ada, sehingga pertanda melalui satwa tersebut sebenarnya sudah tak sesuai dengan perubahan yang ada.

Menurutnya pula apa yang pernah dilakukan untuk menyelamatkan diri, lebih banyak berupa insting saja. Sudah jelas yang terbaik yang bisa dilakukan saat gunung akan meletus adalah bergerak sejauh-jauhnya menghindari lokasi terdampak letusan.

Indonesia harus tepat dalam mengambil tindakan ketika bencana melanda. Perlindungan terhadap kaum perempuan, anak dan remaja harus menjadi perhatian utama. Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Andi ZA Dulung, mengatakan bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen melindungi kelompok penduduk rentan. Ketika krisis terjadi, bantuan kemanusiaan harus cepat dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang menjadi korban. Di samping itu, perempuan, anak dan remaja memerlukan bantuan khusus. Bantuan tersebut harus dilakukan sejak awal terjadinya bencana sampai masa pemulihan.

More Articles ...