BMKG telah melaporkan terjadi gempa 5,7 SR, pada Sabtu (25-7-2015) pukul 04:44:39 WIB. Pusat gempa di Samudera Hindia di kedalaman 10 km, dengan lokasi:
- 111 km Tenggara Ciamis - Jabar;
- 115 km Tenggara Cilacap - Jateng:
- 117 km Barat Daya Kebumen - Jateng:
- 147 km Barat Daya Yogyakarta.
Gempa tidak berpotensi tsunami.
Posko BNPB sudah mengkonfirmasi dampak gempa ke beberapa BPBD. Gempa dirasakan lemah, sedang hingga kuat oleh masyarakat di beberapa daerah oleh masyarakat di Tasikmalaya, Kota Ciamis, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Purbalingga, Kota Yogyakarta, Gunungkidul, Bantul, Prambanan Klaten, Solo, Magelang, Wonogiri, Pacitan, dan Ponorogo.
Gempa terasa kuat sekitar 10-15 detik di Tasikmalaya, Cilacap, Purbalingga, Kebumen, Gunungkidul dengan guncangan yang meliuk-liuk. Sebagian masyarakat berhamburan ke luar rumah dan berteriak gempa. Belum ada laporan kerusakan bangunan dan korban jiwa akibat gempa tersebut. BPBD masih melakukan pemantauan di daerahnya.
Pusat gempa 5,7 SR bukan berada di jalur subduksi atau pertemuan lempeng Hindia Australia dan lempeng Eurasia, tetapi berada di sisi dalam lempeng Eurasia. Wilayah selatan Pulau Jawa adalah daerah rawan gempa dan tsunami. Aktifnya jalur subduksi tersebut bergerak rata-rata 5-7 cm per tahun ke arah Timur Laut-Utara. Potensi gempa maksimum di Jawa Megathrust di selatan Jawa sekitar 8,1 - 8,2 SR. Dari Selat Sunda hingga Bali sepanjang jalur Jawa Megthrust tersebut baru di selatan Pangandaran (7,8 SR, tahun 2006) dan selatan Banyuwangi (7,8 SR, 1994) yang pernah terjadi gempa besar dan tsunami dalam kurun waktu 165 tahun terakhir. Daerah lainnya tidak ada catatan sejarah gempa besar dan dinyatakan sebagai seismic gap.
Upaya kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana di daerah selatan Jawa harus ditingkatkan terus menerus karena memang wilayah tersebut rawan gempa dan tsunami.
Sutopo Purwo Nugroho
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB
Blog
Masyarakat Sumbar Diminta Waspada Bencana Angin Kencang
PADANG -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) mengimbau masyarakat untuk selalu waspada terhadap cuaca di daerah tersebut. Pada Selasa (21/7) lalu, sebuah angin puting beliung berskala kecil menerjang Danau Atas, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumbar.
Saat cuaca cerah, tiba-tiba gumpalan awan gelap disertai angin kencang membentuk pusaran menerjang kawasan tersebut. Akibat pusaran angin yang terjadi selama 40 menit tersebut, dua rumah dilaporkan mengalami kerusakan, satu berupa rusak berat dan rusak ringan. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.
"Seperti tornado kecil. Ini fenomena alam, masih pancaroba, dari kemarau ke lembab. Tiba-tiba ada angin dan gumpalan awan hitam," kata Kepala Bidang (Kabid) Kedaruratan BPBD Sumbar, Pagar Negara di Padang, Rabu (22/7).
Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Observasi dan Informasi BMKG Padang, Budi Iman Samiaji memprediksi, sebagian besar wilayah Sumbar masih akan diguyur hujan dengan intensitas sedang. Seperti di Mentawai, sebagian Padang, sebagian Padang Panjang.
Untuk kecepatan angin dari tenggara menuju barat daya, rata-rata 04-17 km per jam dengan kecepatan maksimal bisa mencapai 38 km per jam. Dengan kisaran suhu 23,2 Celcius dan maksimal 31,6 Celcius. Sementara tinggi gelombang laut berkisar antara 0.50 sampai 0.75 meter.
Bila terjadi angin besar yang membentuk pusaran, Pagar mengingatkan kepada masyarakat untuk mengamankan diri di sudut-sudut rumah. "Cari tempat di sudut untuk pengamanan diri, yang segitiga, aman itu. Karena dia (angin) narik ke atas," ujar Pagar menambahkan.
sumber: REPUBLIKA.CO.ID,
Tim Emergensi Bencana Disebar
BANDA ACEH – Suasana menjelang Idul Fitri di Aceh tahun ini sedikit berbeda dari biasanya. Kali ini, puluhan anggota tim dari Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (P2KK) Dinas Kesehatan Provinsi Aceh disebar ke berbagai kabupaten/kota untuk memudahkan komunikasi jika terjadi kasus emergensi (situasi darurat) selama masa cuti bersama dalam rangka Idul Fitri 1436 Hijriah, sejak Jumat (10/7) sampai Sabtu (25/7).
Jika terjadi krisis kesehatan, misalnya, akibat bencana gempa bumi, banjir, keracunan, kebakaran, tabrakan masif, dan lainnya, mereka siap dikontak untuk menyiapkan fasilitas yang dibutuhkan. “Mereka adalah penanggung jawab kabupaten. Setelah menerima informasi dari masyarakat, dicek kembali kebenarannya, lalu dilakukan koordinasi untuk memastikan bantuannya,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Aceh, dr M Yani MKes kepada Serambi, Jumat (11/7) lalu.
Menurut Yani, 18 orang anggota Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (P2KK) yang diterjunkan tersebut menjadi penanggung jawab di sejumlah kabupaten/kota. Mereka tidak membawa fasilitas apa-apa, seperti ambulans atau emergency kit lainnya. Personel tersebut hanya bertugas menerima informasi, memastikan keakuratan data, dan meneruskannya kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk itu. “Misalnya, jika terjadi puting beliung, mereka akan memastikan siapa korbannya, apa yang dibutuhkan, lalu melakukan koordinasi lanjutan dengan kota dan provinsi,” kata M Yani.
Kecuali itu, Pemerintah Aceh juga telah mengirimkan surat kepada kabupaten/kota baru-baru ini. Surat itu berisi permintaan untuk menyiagakan segala fasilitas kesehatan selama masa cuti bersama, sejak Jumat (10/7) sampai Sabtu (25/7), mulai dari rumah sakit umum hingga puskesmas.
Dinkes Aceh siap menyuplai obat tambahan jika diperlukan puskesmas-puskesmas dalam masa operasi terpadu ini. “Siap kita antarkan dalam waktu cepat,” kata M Yani.
Saat mudik Lebaran tahun 2014, jumlah korban kecelakaan lalu lintas (laka lantas) tercatat paling banyak terjadi di lintas timur, mencapai 47 kasus. Sedangkan untuk lintas tengah dan barat masing-masing delapan dan sembilan kasus. Dari total 64 jumlah kejadian, 38 orang korban meninggal, luka berat 46 orang, dan luka ringan 92 orang.
Secara statistik, insiden kecelakaan di tahun 2014 terjadi penurunan hingga 32 persen dibandingkan tahun 2013. Namun, jumlah korban meninggal hingga 38 orang tak bisa disepelekan. Itu sebabnya, untuk menanggulangi kasus-kasus emergensi, pihak kepolisian, dinas kesehatan, bersama unsur lainnya membentuk tim terpadu “Operasi Ketupat Rencong 2015” dengan membuat puluhan pos pengamanan dan pos pelayanan kesehatan di seluruh Aceh.
M Yani mengatakan, Pemerintah Aceh sudah menginstruksikan pemerintah kabupaten/kota untuk menyiagakan ambulans 24 jam. Sejumlah pos kesehatan yang dibuat juga bisa memberikan beberapa pelayanan prarumah sakit, seperti pemeriksaan jantung, bahkan menangani pasien yang melahirkan. (sak)
sumber: tribun
Jokowi: Saya Dilapori, Warga Sinabung Tak Mau Lagi Terima Kunjungan
Jakarta - Presiden Joko Widodo mengatakan warga yang terdampak erupsi Gunung Sinabung, Tanah Karo, Sumatera Utara, sudah tak mau lagi menerima kunjungan. Ini karena kunjungan dirasa kurang efektif dalam menyelesaikan masalah pengungsian di sana.
"Saya sudah kirim tim ke sana. Dan saya dilaporkan, sekarang mereka (warga Sinabung) sudah tidak mau lagi menerima kunjungan. Di kunjang, kunjung, kunjang, kunjung, tapi tidak selesaikan masalah. Untuk apa?" kata Jokowi saat membuka rapat bersama sejumlah menteri terkait erupsi Gunung Sinabung di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (2/7/2015).
Karena itu, lanjut Jokowi, dirinya akan berkunjung ke Sinabung jika penanganan masalah sudah dilakukan secara permanen. Bahkan untuk bantuan, Jokowi akan menugaskan kepada Menteri Sosial.
"Oleh sebab itu pada saat saya berkunjung ke sana penyelesaian masalah secara permanen sudah ditemukan. Baru saya mau ke sana. Kalau belum, hanya membawa bantuan, saya kira Mensos bisa melakukan itu," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, erupsi Gunung Sinabung diperkirakan akan berlangsung hingga 5 tahun ke depan, meski volume atau kekuatannya tidak besar. Untuk itu diperlukan penangan dengan pola baru, terutama dalam menangani pengungsi.
"Penanganan diperlukan pola yang baru, sehingga mereka betul-betul merasa diselesaikan masalahnya," kata Jokowi.
suimber: detik
Less need for UN on ground as disaster response in Pakistan improves
BANGKOK: The changing response to natural disasters by civil society groups and the government has reduced the need for an on-the-ground presence of the United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) in Pakistan and some other Asian countries.
Outgoing head of OCHA's Asia-Pacific Bangkok office Oliver Lacey-Hall said of Pakistan and Thailand, “We're seeing this kind of changing regional environment, which means there is less requirement for OCHA to be 'on the ground' in those countries."
Major disasters such as floods in Thailand and Pakistan, and the Indian Ocean and Japan tsunamis, galvanised governments and civil society groups to make their countries more resilient.
About a decade ago, before the Japanese tsunami, many countries in the region did not have natural disaster management authorities, he said, and OCHA used to go into disaster-hit countries and coordinate humanitarian aid themselves.
Lacey-Hall said he recently told Indonesia's national disaster management authority:
“Our sense is that you don't need us in the way that you did before." Answer? "Absolutely, we don't," he told the Thomson Reuters Foundation in an interview.
After a decade of responding to massive floods, storms and earthquakes, the UN is downsizing its humanitarian staff in some Asian countries where governments have stepped up with funds and manpower .
The UN OCHA says it will close in Papua New Guinea this month and Sri Lanka by the end of the year, while “radically downsizing” in Indonesia, said Lacey-Hall.
It will, however, maintain its regional office in Bangkok to help governments prepare for disasters and support coordination of assistance after disaster strikes.
“If we have a large-scale disaster in this region ─ as you saw in Nepal ─ boom, we're in there. And we provide that support fairly rapidly,” Lacey-Hall said.
OCHA's Nepal office, which was meant to close this week, was scaled up from one person to more than 30 after the earthquakes in April and May.