logo2

ugm-logo

BNPB umumkan strategi penanggulangan bencana kekeringan

Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengumumkan strategi penanggulangan bencana kekeringan yang puncaknya diperkirakan pada Agustus 2019.

"Jadi kami membuat strategi untuk bagaimana menanggulangi bencana kekeringan yang kita hadapi sekarang," kata Plh. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo di Graha BNPB Jakarta, Senin.

Dikatakan bahwa Presiden dalam rapat terbatas yang digelar pada 15 Juli memerintahkan untuk melakukan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) atau membuat hujan buatan guna menanggulangi bencana kekeringan.
Baca juga: Bantuan pompa hingga asuransi tani, jurus pemerintah hadapi kekeringan

Dalam operasi penanggulangan tersebut, BNPB bersama BMKG dan BPPT akan mendirikan dua pos operasi yang akan ditempatkan di Halim dan Kupang.

Mekanisme operasi penanggulangannya, BMKG, kata Agus, akan bertugas menganalisis cuaca untuk melihat kemungkinan adanya potensi awan yang siap disemai di satu daerah.

"Misalnya di Jawa Barat ada potensi awan, kita terbang ke sana dengan pesawat yang dioperasikan oleh BPPT dan disediakan oleh TNI," katanya.

Sementara BNPB bertugas melakukan penanganan terhadap kekeringan yang terjadi di satu daerah tertentu.

Upaya penanggulangan tersebut menargetkan daerah-daerah pertanian untuk mencegah kemungkinan terjadinya puso atau gagal panen.

Jika tidak ditanggulangi, Agus mengkhawatirkan ada kerugian sekitar Rp3 triliun akibat gagal panen.

"Kalau sampai puso, kita tidak panen padi, palawija, kita akan perlu impor lagi," katanya.

TEKNOLOGI MITIGASI BENCANA: Bukan Sekadar Peringatan Dini

TEKNOLOGI MITIGASI BENCANA: Bukan Sekadar Peringatan Dini

Bisnis.com, JAKARTA — Saat ini, hal terpenting yang harus dilakukan oleh setiap badan penanggulangan bencana adalah mengevolusi kemampuan yang dimiliki, dengan tidak hanya cakap dalam melakukan early warning, tetapi juga early action.

Peringatan dini atau early warning, sudah terbukti tidak ampuh dalam mengurangi dampak bencana alam.

Pasalnya, setelah bertahun-tahun langkah-langkah yang sesuai dengan metode early warning diterapkan di Tanah Air, dampak dari bencana alam justru tidak menunjukkan pengurangan, melainkan sebaliknya.

Berdasarkan pernyataan Plh. Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Bambang Surya Putra, jumlah bencana yang terjadi di Tanah Air sejak awal Januari 2019 sampai dengan Februari 2019 meningkat sebanyak 45% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Adapun, berdasarkan data BNPB yang dipublikasikan Maret 2019, disebutkan bahwa sejak awal Januari 2019 sampai dengan Februari 2019, telah terjadi sebanyak 709 bencana alam yang menyebabkan 130 orang meninggal dunia dan hilang, serta lebih dari 396.000 orang harus mengungsi dan terdampak.

Dengan kata lain, secara matematis, pada periode Januari—Februari 2018 setidaknya terjadi sekitar 319 bencana, 58 korban meninggal dan hilang, serta 16.200 orang mengungsi dan terdampak.

Pada tahun sebelumnya, data BNPB mengungkapkan Indonesia menghadapi 2.341 bencana alam, yang menyebabkan terjadinya evakuasi terhadap 3,49 juta penduduk, kerusakan terhadap sekitar 50.000 rumah dan fasilitas publik, dan 377 kematian.

Jika angka-angka tersebut dirata-ratakan, maka pada 2017 Indonesia mengalami sedikitnya 195 bencana alam, 31 korban meninggal, dan 290.000 penduduk yang dievakuasi di setiap bulannya.

More Articles ...