"Tim SAR gabungan melanjutkan pencarian dengan berjalan kaki di wilayah longsor di Desa Palangka [Pango-Pango], Tana Toraja," kata Mexianus dalam keterangan tertulis pada Senin (15/04).
Kapolres Tana Toraja AKBP Malpa Malacoppo, yang didampingi Dandim 1414/Tator Letkol Arh Bani Sepang, mengatakan pihaknya mengerahkan sebanyak 21 Tim SAR dari Brimob Polda Sulsel dan 2 unit anjing pelacak.
Selain itu, sebanyak 116 orang dari Basarnas, Kodim 1414 Toraja, BPBD Tana Toraja, Balai Kehutanan, Polres Tana Toraja, SAR Brimob, dan masyarakat sekitar turut membantu proses pencarian.
Prakirawan Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Hasmororini, mengatakan bahwa dalam beberapa pekan terakhir kondisi hujan sedang hingga lebat terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.
Sementara, gelombang Kelvin atmosfer adalah sistem curah hujan tropis yang disertai pola angin barat dan timur yang khas.
“Adanya daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin [konvergensi] yang dapat meningkatkan aktivitas konvektif dan memaksimalkan potensi pertumbuhan awan hujan,” kata Hasmororini kepada BBC News Indonesia.
Oleh karena itu, ia mengatakan selama periode 15-17 April 2024, sejumlah daerah diperkirakan akan mengalami hujan lebat dengan angin kencang yang berpotensi mengalami bencana hidrometeorologi seperti, banjir, banjir bandang dan tanah longsor.
“Wilayah yang berpotensi terdampak longsor di sebagian Aceh, Kalimantan bagian barat dan tengah, Jawa Timur, Sulawesi bagian tengah, Papua bagian utara dan tengah,” ujarnya.
BNPB: Kawasan rawan tanah longsor ada di setiap provinsi
Menurut situs Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) milik BNPB, selama periode Maret-April 2024 telah terjadi 64 bencana tanah longsor di sejumlah daerah di Indonesia. Tanah longsor di Tana Toraja merupakan kejadian terbaru.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan, Abdul Muhari, mengatakan bahwa Tana Toraja memang merupakan kawasan yang memiliki risiko tinggi terjadi bencana tanah longsor. Sebab, kawasan tersebut didominasi oleh perbukitan.
“Hampir 60% dari kawasan kabupaten Tana Toraja merupakan daerah risiko tinggi tanah longsor dan banjir bandang. Tapi untuk kasus ini memang intensitas curah hujan yang dilaporkan oleh BPBD [Badan Penanggulangan Bencana Daerah] itu sangat tinggi,“ ujar Abdul.
Ia menjelaskan bahwa di Indonesia terdapat cukup banyak kawasan yang dapat dikategorikan sebagai kawasan risiko sedang atau tinggi potensi terjadi longsor.
Bahkan, Abdul mengatakan bahwa hampir di setiap provinsi ada kawasan yang rawan longsor.
Untuk mengetahui apakah sebuah daerah berpotensi mengalami tanah longsor, Abdul mengatakan bahwa masyarakat dan pemerintah dapat mengakses situs inarisk.bnpb.go.id.
Pada situs itu, warga dapat memasukkan nama daerah ke dalam kolom pencarian dan melihat status kerawanan daerah tersebut terhadap bencana banjir hingga tanah longsor.
Adapun kapan terjadinya bencana sangat tergantung pada curah hujan yang jatuh, khususnya saat cuaca ekstrem.
“Pokoknya semuanya yang termasuk kawasan risiko tinggi, itu kalau ada hujan intensitas tinggi misalkan di atas 30-50 milimeter (mm) per hari. Itu bisa memicu longsor di daerah itu. Jadi kuncinya sekarang itu,“ katanya.
Abdul menjelaskan bahwa ada dua indikator yang dapat menandakan kapan warga harus dievakuasi dari daerah yang rawan tanah longsor.
Pertama, pandangan mata warga tidak bisa mencapai 100 meter ke depan karena dihalangi hujan lebat.
Kedua, intensitas curah hujan mencapai 30 mm hingga 50 mm dan sudah berlangsung sampai satu jam lebih.
Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa BMKG perlu memberikan informasi secara real time terkait intensitas curah hujan. Dengan begitu, pemerintah daerah dapat segera memulai proses evakuasi warga.
“Kalau dua kondisi ini dipenuhi. Hujan nonstop dan visibility tidak terlihat 100 meter. Itu sudah saatnya BPBD turun untuk mengevakuasi masyarakat di daerah-daerah yang rawan longsor,” kata Abdul.
Bagaimana cara mengantisipasi tanah longsor agar warga tidak menjadi korban?
Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca, Ida Pramuwardani, mengatakan bahwa BMKG selama ini sudah memberikan peringatan cuaca dini atau early warning terkait potensi terjadinya cuaca ekstrem.
“Kami menyiarkan peringatan dini cuaca yang berpotensi menyebabkan bencana hidrometeorologi ke para pemegang kepentingan juga,” ujarnya.
Prakirawan BMKG, Hasmororini, mengimbau masyarakat agar selalu waspada terhadap kemungkinan potensi cuaca ekstrim seperti hujan lebat yang disertai kilat petir, dan potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang dan tanah longsor.
Tak hanya itu, ia juga menggarisbawahi pentingnya mengenai potensi bencana di lingkungannya dan mengetahui cara mengurangi risiko bencana tersebut.
“Misalnya dengan tidak membuang sampah sembarangan, bergotong royong menjaga kebersihan dan menata lingkungan sekitarnya,” katanya.
Salah satu kunci paling krusial adalah dengan memutakhirkan informasi dari pemerintah daerah setempat terkait protokol evakuasi apabila terjadi bencana banjir.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengatakan bahwa saat ini, semua peralatan untuk deteksi dini bencana tanah longsor - mulai dari indikasi kawasan rawan hingga peringatan cuaca - sudah difasilitasi bagi pemerintah daerah. Sehingga, seharusnya bencana yang menelan jiwa bisa dihindari.
“Jadi penanggulangan bencana ini, ujung tombaknya pemerintah daerah. Sekarang informasi apa lagi yang diperlukan? Peta daerah sudah ada, peta risikonya sudah ada. Terus sekarang, prakiraan cuaca BMKG alatnya sudah ada di situ.
“Teknologi praktisnya untuk melihat gejala alam sudah kami ajarkan. Proses belajar ini juga harus kita dorong ke pemerintah daerah,” tegas Abdul.
Sepanjang 2024, sudah terjadi 172 bencana tanah longsor dengan Jawa Tengah menjadi daerah paling banyak kejadian tanah longsor.
Bupati Tana Toraja: 'Faktor penyebab tanah longsor adalah pembukaan lahan'
Theofilus Allorerung, Bupati Tana Toraja, mengatakan bahwa sebelum terjadi bencana tanah longsor yang menewaskan 20 warga, pemerintah daerah sudah memberikan imbauan kepada warga.
“Pemerintah Tana Toraja sudah melakukan imbauan kepada warga agar waspada terkait adanya tanah longsor dikarenakan intensitas curah hujan dalam sepekan terakhir meningkat cukup tinggi. Memang tak ada hentinya [hujan] dan ada beberapa titik longsor,” katanya kepada wartawan Jufri Tonapa.
Bupati Tana Toraja, Theofilus Alloorerung, justru mengklaim faktor penyebab tanah longsor adalah pembukaan lahan.
"Selain faktor alam, juga bukaan lahan menggunakan racun untuk rumput dan ladang yang dibuka itu baiknya bijak dalam menggunakan," ucapnya kepada wartawan, Minggu (14/4/24) malam.
Ia mengatakan bahwa penggunaan racun jika tidak bijak juga cepat atau lambat akan berdampak bagi warga.
"Jika tidak bijak menggunakan racun untuk tanaman itu, maka tanah akan kering dan jika tidak dikelola lebih lanjut ketika ada hujan dengan intensitas tinggi tidak menutup kemungkinan akan ada banjir maupun longsor, ini saran untuk kita semua," tuturnya.
Ketika ditanya langkah apa yang akan diambil untuk mencegah terjadinya bencana serupa, Theofilius mengatakan bahwa pemerintah daerah akan melakukan sosialisasi kepada warga untuk berhenti menggunakan pestisida saat berkebun.
Sebab, menurut Theofilus pestisida tersebut mempengaruhi tekstur tanah yang akhirnya menyebabkan longsor.
“Kami melakukan sosialisasi untuk melakukan reboisasi untuk hutan-hutan yang gundul supaya menyerap air,” tutup Theofilus.