logo2

ugm-logo

BRIN Petakan Sesar di Jawa, Ungkap Gempa M7 Bisa Hantam Wilayah RI Ini

sesar cimandiri

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) saat ini fokus melakukan penelitian di bidang pemetaan sesar di sepanjang Pulau Jawa. Salah satu tujuannya untuk memahami dan memetakan potensi risiko bencana gempa di wilayah tersebut.

Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Sonny Aribowo menjelaskan gempa yang terjadi di Sumedang pada Januari lalu menjadi bukti nyata akan keberadaan sesar-sesar aktif ini. Adapun rentang kekuatan gempa yang dapat terjadi di wilayah Sumedang diperkirakan mencapai magnitudo 6,6 hingga 7.

"Oleh karena itu, menjadi sangat penting untuk mengumpulkan lebih banyak pengetahuan dan membangun strategi mitigasi yang efektif untuk mengurangi dampak potensial dari bencana gempa di masa depan," ujarnya dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (10/4/2024).

Menurut Sonny, sejauh ini sesar-sesar di Jawa yang sudah pernah diteliti dan dipublikasikan antara lain yakni Sesar Cimandiri, Sesar Lembang, Java Back-arc Thrust/Baribis-Kendeng Sesar Opak, Sesar Mataram, Sesar Garsela, Sesar di Karangsambung, dan Sesar Pasuruan.

Selain itu, juga dilakukan penelitian terhadap jalur Sesar Rembang-Madura-Kangean Sakala, Somorkoning. Terbukti aktif dilihat dari pergeseran morfologi dan trenching paleoseismologi.

Beberapa sesar yang sempat menyebabkan kejadian gempa bumi merusak selain sesar Sumedang, seperti sesar di Cianjur dan sekitarnya juga masih diteliti oleh peneliti BRIN, Sesar Java Back-arc Thrust sendiri saat ini masih terus dilakukan penelitian lebih lanjut, karena berpotensi merusak daerah perkotaan seperti Semarang dan Surabaya.

Sonny membeberkan gempa ternyata muncul di daerah yang understudied sebelumnya seperti Cianjur, Sumedang, dan bahkan yang terbaru adalah Laut Jawa di dekat Pulau Bawean.

"Sejauh ini, pihak BRIN berencana melakukan ekspedisi terestrial di Pulau Jawa, untuk melihat atau mengonfirmasi jalur sesar yang masih belum banyak diperdalam. Ke depannya juga akan ada peta sesar aktif yang cukup detail di Pulau Jawa," kata dia.

Sebagaimana diketahui, kondisi pulau Jawa dengan populasi terpadat di Indonesia menjadi alasan dilakukannya pemetaan sesar di Pulau Jawa. Hal ini membuat Pulau Jawa menjadi sangat rentan terhadap bencana-bencana geologi yang dapat terjadi.

Adapun, proyek ekspedisi yang dilakukan oleh BRIN tidak hanya memetakan sesar, tetapi juga mencakup pemetaan palung, gunung, dan bukit di bawah laut.

Pakar ITB: Gempa Taiwan Jadi Pelajaran Berharga untuk Mitigasi Bencana di Indonesia

BANDUNG, itb.ac.id - Gempa bumi berkekuatan Magnitudo 7,4 mengguncang Taiwan, pada Rabu (3/4/2024) pukul 07.58 waktu setempat. Pusat gempa berada di 25 kilometer bagian Tenggara Hualien, di perairan lepas bagian timur Taiwan.

Menurut laporan dari Pusat Jaringan Gempa Bumi China, terjadi beberapa gempa susulan serta peringatan tsunami sebanyak dua kali. Gempa Taiwan ini disebut sebagai gempa yang terkuat sejak 25 tahun yang lalu.

Terakhir kali Taiwan mengalami gempa hebat yakni pada 21 September 1999, dengan kekuatan 7,3 Skala Ritcher.

Pakar gempa sekaligus Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (FITB ITB) Prof. Dr. Irwan Meilano, S.T., M.Sc., mengatakan gempa yang terjadi di Taiwan merupakan akibat dari proses tektonik yang kompleks.

Dekan FITB ITB Prof. Dr. Irwan Meilano, S.T., M.Sc.(Dok.Humas ITB)

"Pertemuan antara Lempeng Filipina dan bagian Lempeng Eurasia menciptakan tekanan di bagian barat dan timur Taiwan, menjadikannya wilayah yang aktif secara tektonik," ujarnya melalui keterangan resminya Selasa (9/4/2024).

Taiwan, meski wilayahnya berada di pulau yang relatif kecil, sebutnya, ternyata memiliki lebih dari 40 sesar yang aktif. Sehingga gempa dengan kekuatan besar bisa saja terjadi di area tersebut.

Akibat gempa bumi tersebut, sejumlah gedung, rumah tinggal, serta infrastruktur lainnya di Hualien mengalami kerusakan. Meski sempat mengalami guncangan yang hebat, kerusakan di ibu kota Taiwan, Taipei, tidak mengalami dampak yang signifikan.

Hal ini menurut beliau karena Taiwan telah memiliki sistem penganangan gempa yang baik. Dilihat dari sejarahnya, Taiwan juga pernah mengalami gempa yang dahsyat di tahun 1920 dengan kekuatan 8,2 Skala Ritcher, yang juga terjadi di lepas pantai Hualien. Berdasarkan riwayat sejarah itulah, pemerintah Taiwan pun mulai fokus meningkatkan peta gempa serta sistem peringatan dini.

Kemudian di periode 1980-an, Taiwan semakin fokus pada infrastruktur tahan gempa sekaligus memperbarui aturan terkait bencana. Dengan pengetahuan sumber gempa yang semakin masif, pemerintah Taiwan pun mulai membangun bangunan tahan gempa yang lebih realistis.

Dia menyatakan bahwa Indonesia perlu belajar dari Taiwan dalam hal sistem penanganan gempa serta mitigasi bencana. "Adanya gempa Taiwan ini menunjukkan bahwa gempa dengan guncangan yang besar, tapi kerusakannya dapat diminimalisir. Jaringan gempa bumi yang baik, sistem penanganan dini dan pengetahuan tentang sumber gempa, dapat membantu meminimalkan kerusakan serta korban jiwa," tuturnya.

Prof. Irwan pun mengingatkan bahwa kerja sama antar berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dinas terkait, komunitas, hingga masyarakat dapat membangun ketahanan dan meningkatkan kesiapsiagaan terhadap dampak bencana alam di Indonesia.

More Articles ...