logo2

ugm-logo

Biopori Bisa Jadi Upaya Mitigasi Banjir di Daerah Hilir

JAKARTA, DAKTA.COM -- Pakar hidrologi dan sumber daya air dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Yanto mengatakan pembuatan lubang resapan atau biopori bisa jadi salah satu upaya mitigasi banjir di daerah hilir.

"Membuat lubang resapan atau biopori merupakan salah satu contoh upaya mitigasi banjir di wilayah hilir," kata Yanto, Ph.D. dihubungi dari Jakarta, Senin (31/11/2022).

Dosen Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Unsoed tersebut menjelaskan bahwa pembuatan biopori sangat efektif untuk mengurangi limpasan langsung ke sungai dan mengurangi tutupan lahan yang bersifat kedap.

Dikatakan pula bahwa sejumlah upaya lain untuk mitigasi banjir di wilayah hilir yang dapat diterapkan.Upaya mitigasi banjir di daerah hilir yang dapat diterapkan, antara lain, pengerukan sungai secara berkala untuk menjaga kapasitas pengaliran badan sungai.

Selain itu, pengelolaan sampah yang baik untuk mencegah terjadinya penyumbatan pada sistem drainase serta menjaga tutupan vegetasi pada porsi tertentu.

Sementara itu, beberapa contoh upaya mitigasi banjir di wilayah hulu yang dapat diterapkan, antara lain, penerapan rencana tata ruang dan wilayah.

Di samping itu, kata dia, penyesuaian jenis tanaman untuk tiap-tiap perubahan topografi lahan, penerapan cara pengolahan dengan model terasering untuk lahan yang miring, dan pembangunan bendung-bendung penahan banjir.

Yanto menegaskan bahwa persoalan banjir selalu melibatkan dua wilayah yakni wilayah hulu yang merupakan sumber air dan wilayah hilir sebagai penerima.

"Faktor dominan tiap-tiap wilayah bersifat unik. Di sebagian wilayahfaktor hulu lebih dominan, sementaradi sebagian yang lain faktor hilir lebih dominan," katanya.

Kendati demikian, lanjut dia, jika bencana banjir pada suatu wilayah cukup sering terjadi, kemungkinan besar penyebabnya adalah kombinasi faktor hulu dan hilir.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana Letjen TNI Purn. Sudirman menekankan pentingnya penguatan program mitigasi bencana menyusul peningkatan intensitas curah hujan di sejumlah wilayah.

Disebutkan bahwa program mitigasi dimaksud, antara lain, dengan pemasangan alat deteksi dini bencana di sejumlah lokasi yang rawan bencana alam.

Mitigasi dan Deteksi Dini Kebencanaan Harus Dioptimalkan

SRAGEN – Jajaran Komisi E terus memantau ke berbagai daerah di Jawa Tengah terkait kesiapsiagaan mengatasi kebencanaan di kabupaten/kota. Untuk itu diharapkan mitigasi atau deteksi dini terhadap bencana dioptimalkan. Hal tersebut disampaikan anggota Komisi E Ahmad Ridwan saat di Kantor BPBD Sragen, Jumat (4/11/2022).

Dikatakannya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan ujung tombak dalam penanganan kebencanaan di daerah. Oleh karenanya deteksi dini sangatlah penting.

“Penanganan bencana, BPBD mengonsolidasikan kepada OPD terkait supaya benar-benar optimal,” ungkap Politikus PDI-P itu.

Selain itu diungkapkannya dalam salah satu peran penanganan deteksi dini kebencanaan daerah perlu ada political will dari kepala daerah. Dengan demikian dapat memudahkan dalam berkoordinasi dan berkomunikasi dengan satuan kerja dibawahnya.

“Dengan begitu, kendala-kendala baik teknis maupun nonteknis bisa langsung diberikan solusi terbaik,” imbuhnya.

Hal berikutnya adalah menyiapkan desa tanggap bencana. Tujuan pengembangan desa tangguh bencana (Destana) adalah agar masyarakat desa di sekitar kawasan rawan bencana bisa terlindungi dari dampak merugikan lainnya.

Dengan begitu, warga desa diharapkan mampu mengkaji, menganalisa, menangani, membantu, mengevaluasi dan mengurangi risiko-risiko bencana yang ada di wilayah mereka dengan memanfaatkan sumber daya lokal.

Kepala BPBD Jateng, Bergas C Penanggungan mendukung kab/kota terus menambah Destana pada daerah rawan bencana agar dapat meminimalisir dampaknya.

“Masyarakat harus paham akan bencana, maka kawan-kawan sukarelawan dan BPBD jadi yang pertama hadir. Setiap bencana memiliki dampak yang berbeda-beda, jadi bantuan logistik dari BPBD dapat langsung didistribusikan. Nah, kami nanti support untuk bantuan tersebut,” katanya

Kepala BPBD Sragen Agus Cahyono mengungkapkan pihaknya telah mengantisipasi beberapa potensi bencana di wilayahnya. Serta dari 120 desa, sudah terbentuk sekitar 30an Desa Tanggap Bencana.

“Dalam proses penanganan kebencanaan, komunikasi dan koordinasi terus kita jalin dengan OPD terkait kebutuhan logistik, kemudian juga ke Sekda selaku pemberi komando. Bencana angin kencang beberapa waktu terakhir sering terjadi di sini. sebagian sudah dapat kami petakan. Ormas-ormas telah kami gandeng untuk menjadi sukrelawan yang siaga 24/7, jadi kami juga sudah mengantisipasinya. Namun untuk destana kami masih sangat membutuhkan support supaya desa-desa lainnya dapat menjadi desa tanggap bencana juga,” katanya.(amin/priyanto)

More Articles ...