logo2

ugm-logo

Antisipasi Bencana Hidrometeorologi, Ini Jurus Kementerian PUPR

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air (SDA) melakukan optimalisasi infrastruktur untuk persiapan musim hujan dan bencana hidrometeorologi.

Direktur Jenderal Sumber Daya Air Jarot Widyoko mengatakan, salah satu bencana hidrometeorologi yakni banjir, terjadi karena penyempitan daerah resapan air, kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) atau berkurangnya kualitas, kuantitas, dan kontinuitas fungsi sungai, serta dampak cuaca ekstrem akibat pemanasan global.

"Tangkapan air hujan sekitar 80 persen masuk ke sungai, sehingga perlu dilakukan pengendalian pada pelimpasan (run off) supaya tidak masuk ke sungai. Kementerian PUPR mempunyai tugas di sepadan sungai selain juga membuat infrastruktur pengendali banjir dan tampungan air," kata Jarot dalam konferensi pers terkait Kesiapan Infrastruktur Menghadapi Musim Hujan dan Antisipasi Bencana Hidrologi di Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis (29/9/2022).

Karenanya, kata Jarot, berbagai strategi dilakukan untuk meminimaliris banjir dengan mengkoordinir Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS/BWS) di antaranya mengoptimalisasi tampungan waduk, kolam retensi dan bendung, tunnel pengendali banjir, floodway, pompa pengendali banjir, dan peningkatan kewaspadaan dan inventarisasi alat berat.

"Pengalokasian air didasari hasil analisis dan informasi prakiraan hujan oleh Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)," ujarnya.

Jarot juga mengatakan, pihaknya telah lama bekerja sama dengan BMKG dalam memanfaatkan data meteorologi, klimatologi dan geofisika.

Data tersebut, kata dia, digunakan untuk melakukan prediksi banjir, pemutakhiran peta kejadian banjir dan peta prakiraan potensi banjir.

Berdasarkan prakiraan hujan BMKG tahun 2022/2023 awal musim hujan terjadi merata di seluruh Indonesia pada September hingga Oktober dengan puncak musim hujan Desember-Januari.

"Peta sebaran kejadian bencana selama Januari-Agustus 2022 sebanyak 712 kejadian, sehingga diperlukan peningkatan koordinasi antara kementerian/lembaga, pemda, TNI/Polri, serta masyarakat sebagai bentuk antisipasi dan peningkatan kesiapsiagaan," tuturnya.

Jarot mengatakan, data Kementerian PUPR menunjukkan bahwa total jumlah tampung air 215 bendungan dengan volume tampung sebesar 7,17 miliar m3, sebanyak 3.464 embung dengan volume tampungan total sebesar 262,89 juta m3 serta danau sebanyak 107 danau dengan total volume 11,97 miliar m3.

Lebih lanjut, ia mengatakan, selain memantau tampungan air, pihaknya juga mengoptimalkan infrastruktur pengendali banjir seperti tanggul sepanjang 1.971 km dan pengaman pantai sepanjang 129 km.

"Juga tengah disiapkan 332 situ dengan total volume tampung 60,04 juta m3, 192 pompa pengendali banjir berkapasitas pengaliran 263,365 m3/detik, tunnel pengendali banjir kapasitas 2X334 m3/detik, dan 10 kolam retensi dengan total volume tampung 3,07 juta m3," ucap dia.

Dampak Perubahan Iklim Skala Lokal Sebabkan Beragam Fenomena Bencana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat dampak perubahan iklim pada skala lokal telah menyebabkan beragam fenomena bencana hidrometeorologi.

Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing yang diikuti di Jakarta, Senin (19/9/2022), menjelaskan sejak akhir 2019 atau awal 2020 La Nina, Indonesia mengalami intensitas hujan dan frekuensi hujan yang lebih tinggi sehingga menyebabkan beberapa wilayah yang dulunya memiliki hari tanpa hujan lebih lama, menjadi lebih singkat.

Faktor lingkungan pun turut menyumbang anomali tersebut, dengan banyaknya alih fungsi lahan, sehingga serapan karbon yang menyebabkan suhu secara global mulai naik.

Abdul mengatakan dalam skala lokal, akan dirasakan dampaknya pada 10-15 tahun mendatang. Contohnya banjir yang terjadi di Kabupaten Sintang dan Kabupaten Katingan selama dua tahun berturut-turut.

Jika ditarik ke belakang, dalam 10 tahun terakhir dua wilayah tersebut malah sangat jarang terjadi banjir. Perubahan iklim menyebabkan frekuensi kejadian banjir di dua kabupaten tersebut semakin sering dan meluas.

Selain itu, dampak perubahan iklim juga menyebabkan kejadian banjir dan karhutla terjadi pada waktu yang bersamaan. Abdul menyoroti Provinsi Aceh, Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Seperti misalnya di Kabupaten Sintang saat dilaporkan terjadi banjir, di saat yang bersamaan sisi lain wilayah tersebut terjadi kebakaran. Begitu juga terjadi pada Kabupaten Katingan.

"Dua fenomena yang berlawanan, air dan panas, air dan api, itu terjadi pada saat bersamaan dalam lokasi yang tidak terlalu jauh ya. Saya menyebutnya ini adalah dampak dari perubahan iklim pada skala lokal," ujar dia.

Abdul mengatakan fenomena bencana, dampak dari perubahan iklim dalam tiga tahun ke belakang ini telah menjadi perhatian BNPB dan segenap pemangku kepentingan di daerah.

More Articles ...