logo2

ugm-logo

Skema pooling fund bencana akan dikelola secara otonom oleh badan layanan umum

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah meluncurkan pendanaan inovatif berupa dana bersama atau Pooling Fund Bencana (PFB) melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana (Perpres 75/2021) pada 13 Agustus 2021 lalu, dengan dana kelolaan awal sebesar kurang lebih dari Rp 7,3 triliun.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, PFB tersebut akan dikelola secara otonom oleh sebuah Badan Layanan Umum (BLU) Kementerian Keuangan yang juga merupakan milestones tersendiri.“Bentuk BLU ini adalah ciri khas Indonesia dengan model quasi government dan berbeda dengan pengelolaan PFB negara lain’, ujar Febrio dalam laporannya, Senin (23/8).

Dengan menggunakan prinsip kerja BLU yang berasaskan praktik bisnis sehat dan memiliki rencana bisnis anggaran yang standar pelayanan minimal, PFB tidak hanya bisa memobilisasi dana dari berbagai sumber seperti alokasi APBN, hibah Pemerintah Daerah, mitra pembangunan, swasta dan masyarakat, trust fund, dan filantrofi, tetapi juga melakukan investasi dan akumulasi atas dana yang dihimpun tersebut untuk meningkatkan kesiapan pemerintah.

Febrio menjelaskan, dengan karakteristik bisnis tanpa mengutamakan keuntungan, PFB juga diharapkan dapat mempercepat pemulihan dan membangun kembali dengan lebih baik dengan fokus melindungi masyarakat paling terdampak, yaitu masyarakat miskin dan rentan. BLU pengelola PFB diantaranya dapat memberikan fasilitas pendanaan bergulir yang sangat murah untuk UMKM terdampak bencana, selain memberikan bantuan tunai.

Selain itu, PFB juga dapat meningkatkan kapasitas pendanaan untuk kegiatan transfer risiko dalam rangka mengurangi kerugian yang ditanggung pemerintah dan masyarakat akibat bencana, yang semula didanai oleh APBN dan APBD saja.

Hal ini terkait dengan peran PFB yang memfasilitasi pembelian premi asuransi perlindungan aset pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat, dengan memanfaatkan hasil pengelolaan dana (investment proceeds).

“Dalam 2-3 tahun ke depan, PFB akan mendanai pembelian premi asuransi seluruh gedung/bangunan milik Kementerian/Lembaga dan bergotong royong untuk co-financing dengan Pemerintah Daerah untuk pengasuransian aset daerah. Sehingga, nilai kerusakan akibat bencana alam yang ditanggung pemerintah dapat ditekan”, tambah Febrio.

Lebih lanjut, Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat akan bersinergi dalam operasionalisasi PFB, mulai dari pengusulan pendanaan sampai dengan penyaluran dana PFB agar lebih tepat waktu dan sasaran. 

PFB tersebut, dijelaskan Febrio akan dikelola secara kredibel untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat Indonesia dan internasional.

“Dengan meningkatnya kepercayaan ini, PFB tidak hanya akan menjadi kantong kedua Menteri Keuangan dalam pendanaan bencana, melainkan menjadi sumber utama pendanaan penanggulangan bencana ke depannya. BKF akan terus mengawal guna memastikan terwujudnya hal tersebut,” pungkasnya

Pemerintah luncurkan skema dana bersama bencana dengan modal awal Rp 7,3 triliun

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah meluncurkan pendanaan inovatif berupa dana bersama atau Pooling Fund Bencana (PFB) melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana (Perpres 75/2021) pada 13 Agustus 2021 lalu, dengan dana kelolaan awal sebesar kurang lebih dari Rp 7,3 triliun.

Dari dana tersebut, PFB akan menambah kapasitas pendanaan bencana pemerintah dari semula hanya terdiri dari dua sumber utama yaitu APBN dan APBD. Dana kelolaan ini juga diharapkan akan terus berkembang dari tahun ke tahun, melalui kegiatan pengumpulan maupun pengembangan dana.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, PFB merupakan bagian dari Strategi Pendanaan dan Asuransi Risiko Bencana atau Disaster Risk Financing and Insurance (DRFI).

“Strategi DRFI ini memungkinkan Pemerintah untuk mengatur strategi pendanaan risiko bencana melalui APBN/APBD, maupun memindahkan risikonya kepada pihak ketiga, melalui pengasuransian aset pemerintah dan masyarakat,” kata Febrio dalam laporannya, Senin (23/8).

PFB juga merupakan instrumen pendanaan utama pada Strategi DRFI yang merupakan skema pengumpulan dana dari berbagai sumber, yakni dari Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, swasta, masyarakat dan mitra pembangunan, untuk diakumulasikan dan dikembangkan bagi pendanaan penanggulangan bencana, baik alam maupun non-alam.

Febrio mengatakan, adanya PFB juga sebagai upaya pemerintah dalam mewujudkan komitmen untuk memperkuat ketahanan fiskal dalam menanggulangi dampak bencana alam dan non-alam secara efektif, guna selangkah lebih dekat menuju masyarakat tangguh menghadapi bencana (disaster preparedness).

Selain itu, PFB juga sangat penting dalam manajemen risiko bencana di Indonesia karena meningkatkan kapasitas pendanaan risiko bencana khususnya pendanaan mitigasi bencana dan transfer risiko.

Dengan begitu PFB bisa menjadi instrumen pendanaan utama pada Strategi DRFI yang merupakan skema pengumpulan dana dari berbagai sumber, yakni dari Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, swasta, masyarakat dan mitra pembangunan, untuk diakumulasikan dan dikembangkan bagi pendanaan penanggulangan bencana, baik alam maupun non-alam.

More Articles ...