logo2

ugm-logo

Blog

Kebijakan Keamanan Sekolah yang Komprehensif

https://palmarensa.files.wordpress.com/2015/07/siaga-bencana.jpg

Selama tiga dekade terakhir, keamanan sekolah komprehensif (comprehensive school safety/ CSS) telah muncul sebagai kerangka kerja panduan untuk pengurangan risiko bencana di sektor pendidikan. Namun, sedikit yang diketahui tentang kebijakan CSS tingkat nasional apa yang telah dikembangkan dan diimplementasikan secara global. Pada 2017, Survei Kebijakan CSS diselenggarakan di 68 negara. Survei mencatat adopsi kebijakan CSS dan mengidentifikasi fasilitator kunci dan pemblokir pengembangan dan implementasi kebijakan CSS. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar negara telah memberlakukan kebijakan manajemen darurat yang menangani sektor pendidikan. Sebagian besar juga telah memberlakukan kebijakan untuk pembangunan sekolah yang lebih aman, meskipun kurang dari seperempatnya menyediakan dana untuk penilaian risiko multi-bahaya dan retrofit sekolah yang lemah. Kurang dari setengah membatasi penggunaan sekolah sebagai tempat tinggal sementara. Sementara sekitar setengahnya mensyaratkan sekolah untuk melakukan latihan darurat, kurang dari seperempatnya mencakup manajemen bencana dalam pelatihan guru. Seperempat mencakup perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana dalam kurikulum sekolah mereka, tetapi hanya sedikit dari negara - negara ini yang melatih guru dalam mata pelajaran ini. Responden menemukan bahwa bukti dampak bencana dan advokasi adalah fasilitator utama untuk diberlakukannya kebijakan CSS. Dana yang tidak mencukupi dan kapasitas teknis cenderung menghambatnya. Analisis regresi menemukan bahwa perbedaan regional dan peringkat ekonomi berkorelasi dengan kebijakan untuk memperkuat fasilitas sekolah yang lemah, tetapi tidak berkorelasi dengan keberadaan kebijakan CSS lainnya. Hasil ini membantu mengidentifikasi konteks di mana pengembangan kebijakan CSS mungkin paling sukses serta langkah selanjutnya untuk pengurangan risiko berkelanjutan di sektor pendidikan. Artikel ini dipublikasikan pada November 2019 di jurnal Elsevier.

selengkapnya KLIK DISINI

Operasi BASARNAS dalam Penanganan Korban Bencana

Image result for BASARNAS bencana

Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS) merupakan lembaga pemerintahan yang berperan di bidang pencarian dan pertolongan (Search and Rescue/SAR). Saat bencana SAR memiliki peran penting dalam pencarian yang dilanjutkan dengan kegiatan pertolongan terhadap korban dalam suatu penanganan bencana. Operasi SAR merupakan salah satu rangkaian dari siklus penanganan kedaruratan penanggulan bencana alam. Siklus tersebut terdiri dari pencegahan (mitigasi), kesiagaan (preparedness), tanggap darurat (response) dan pemulihan (recovery), dimana operasi SAR merupakan bagian dari tindakan dalam tanggap darurat. Operasi SAR saat bencana tidak mudah, tentu ada beberapa kendala yang menyulitkan evakuasi dan penyelamatan korban. Misalnya belajar dari pengalaman di bencana Sulawesi Tengah, kendala yang dihadapi tim SAR adalah listrik padam, akses komunikasi terganggu dan ketersediaan alat berat terbatas.

Penguatan koordinasi antar sektor terkait sangat penting dalam operasi SAR. Unsur - unsur yang terlibat dalam operasi SAR dari berbagai instansi harus dapat terkelola dengan baik. Tahap penyelenggaraan Operasi SAR terdiri dari 5 tahap : (1) Tahap menyadari yaitu tahap mengetahui keadaan yang berpotensi menimbulkan musibah atau bencana; (2) Tahap tindak awal yaitu tindakan pendahuluan dan mengumpulkan informasi yang lengkap tentang musibah atau bencana; (3) Tahap perencanaan yaitu tahap penyusunan rencana operasi SAR yang efektif dan efisien; (4) Tahap operasi yaitu tahap fasilitas SAR bergerak menuju lokasi musibah atau bencana dalam pelaksanaan pencarian dan pertolongan korban; (5) Tahap pengakhiran yaitu tahap dimana seluruh unsur SAR dikembalikan ke instansi/organisasi masing - masing. Pedoman Operasi SAR selengkapnya KLIK DISINI

 “Kearifan Lokal dalam Siaga Bencana”

labuhan

Selamat berjumpa kembali para pembaca website bencana kesehatan. Pengantar website kali ini akan membahas 2 artikel tentang budaya pengurangan risiko bencana dipadukan dengan kearifan lokal. Pada artikel pertama disebutkan bahwa kearifan lokal bisa digunakan untuk membangun kesadaran masyarakat masa kini terkait risiko bencana. Budaya pengurangan risiko bencana sudah lama diterapkan masyarakat Indonesia dalam wujud cerita dan legenda. Misalnya, pesan waspada bencana dalam tembang macapat (puisi bahasa jawa) “sebelum ada gempa, berhati - hatilah dan waspada diikat jangan sampai rubuh selalu siap siaga…” Selanjutnya dalam bahasa Kaili Sulawesi Tengah ada dikenal dengan istilah Nalodo (ambles atau dihisap lumpur) dan Nalonjo (berawa atau berlumpur), yang berlokasi di Petobo, Balaroa dan Jono Oge. Sehingga sebelum 1980 tidak ada masyarakat Kaili yang berani membangun hunian dan berkebun di daerah tersebut. Legenda, mitos atau cerita yang ada di masyarakat bisa diteliti untuk mendapatkan pesan soal siaga bencana.

Selengkapnya

Artikel kedua mengkaji upaya mitigasi bencana alam dengan memadukan pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat sehingga menjadi tangguh menghadapi bencana. Peneliti mengkaji dari parameter kondisi geologi, bangunan rumah, problem psikologi masyarakat di daerah rawan bencana gempa bumi. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa bangunan rumah tradisional Joglo dan gotong royong merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat Yogyakarta, Bantul dan sekitarnya yang dapat diberdayakan sebagai modal masyarakat untuk tangguh menghadapi bencana gempa bumi

Selengkapnya

Pelayanan Krisis Kesehatan dalam Standar Pelayanan Minimal

Sudah seharusnya pemerintah daerah memberikan perhatian khusus dalam pelayanan krisis kesehatan akibat bencana. Daerah harus mengenali potensi bencana yang ada dan kelompok rentan akibat dampak bencana. Selama ini program pemerintah daerah banyak berfokus pada pembangunan infrastruktur dan biasanya khusus untuk pelayanan  kesehatan adalah menangani masalah kesehatan ibu dan anak.

Kejadian bencana beruntun selama lima tahun belakangan ini menuntut pemerintah daerah merencanakan program kesiapsiagaan bencana. Pelaksanaan program tersebut didorong dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM). Selengkapnya KLIK DISINI. Kebijakan SPM kesehatan mencakup SPM kesehatan daerah provinsi dan SPM daerah kesehatan kabupaten/kota. Jenis pelayanan dasar pada SPM kesehatan daerah provinsi terdiri atas pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana provinsi dan pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi. Artinya penguatan sistem penanganan bencana di daerah berpusat pada provinsi. Dinas kesehatan provinsi sebagai leading sector kesehatan menguatkan pelayanan dasar penanganan bencana dengan menyusun rencana kontijensi pada saat pra bencana, bencana dan pasca bencana. Rencana kontijensi tersebut tersinkronisasi dengan rencana kontijensi BPBD. Dimana selanjutnya dinas kesehatan provinsi mampu menfasilitasi dinas kesehatan kabupaten, rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan primer untuk menyusun rencana penanggulangan bencana sehingga terbangun satu sistem penanggulangan bencana yang sinkron antar fasilitas kesehatan.

Selengkapnya

Penyandang Disabilitas dalam Menghadapi Bencana

Bagaimana penyandang disabilitas menghadapi bencana? Penyandang disabilitas termasuk dalam kelompok rentan saat bencana terjadi. Mereka tidak bisa sepenuhnya bertindak cepat dalam penyelamatan diri.  Indonesia sudah mempunyai peraturan untuk penyandang disabilitas, antara lain UU Nomor 8 Tahun 2016 dan Perka BNPB Nomor 14 Tahun 2014 tentang penanganan, perlindungan, dan partisipasi penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana. Namun pelaksanaan program persiapan bencana yang ramah penyandang disabilitas masih minim. Melihat Indonesia yang sangat rawan bencana, pemerintah harus berupaya membangun manajemen yang baik bagi penyandang disabilitas dalam menghadapi bencana. Upaya yang dapat dilakukan adalah ketersediaan infrastruktur yang ramah difabel dan edukasi bencana.

Artikel berikut menjelaskan bahwa perbaikan akses kebutuhan fungsional dan edukasi kebencanaan merupakan bentuk perencanaan dan respon yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan kesiapsiagaan bencana bagi penyandang disabilitas. Perencanaan yang terkoordinasi dan penyaluran sumber daya untuk memenuhi kebutuhan lokal memperkuat kapasitas kesiapsiagaan bencana dan mengurangi dampak bencana bagi penyandang disabilitas.

Selengkapnya Klik Disini

Artikel ini juga membahas bagaimana perhatian untuk anak - anak disabilitas di daerah terpencil dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan bencana bagi keluarga dengan anak yang membutuhan perawatan kesehatan khusus masih rendah. Dukungan sosial, kemandirian dan ketahanan keluarga perlu dipertimbangkan dalam mendesign program kesiapsiagaan bencana, dengan mengkhususkan anak anak disabilitas dalam mengidentifikasi solusi untuk mengakomodasi kebutuhan mereka.

Selengkapnya Klik Disini