logo2

ugm-logo

Blog

Riset: Gempa Megathrust dan Tsunami Ancam Mentawai

Jakarta - Gempa besar meruak dari dasar Samudera Hindia pada Ahad, 26 Desember 2004, silam. Getaran tektonik berkekuatan magnitudo 9,2 itu sampai ke Bumi Serambi Mekah, Aceh. Tak sampai satu jam, gelombang laut ganas setinggi 30 meter datang dari tengah laut. Mula-mula ia melahap pesisir pantai, dalam hitungan jam lantas meluluhlantakkan setengah Provinsi Aceh dan memakan ratusan ribu jiwa.

"Kedahsyatan gempa dan tsunami Aceh berpotensi terulang di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat," kata Nugroho Dwi Hananto, peneliti geofisika dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, kepada Tempo, seperti dikutip dari rubrik Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Majalah TEMPO edisi 13 Juli 2015.

Tsunami, ujar dia, akan menerabas terlebih dahulu empat pulau di Mentawai—Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan. Setelahnya, tsunami akan terus melesak maju ke pantai barat Sumatera dalam waktu 30-45 menit sejak gelombang pertama muncul.

Menurut Nugroho, potensi ancaman gempa besar dan tsunami tersebut muncul karena di bawah permukaan dasar laut Kepulauan Mentawai masih menyimpan tenaga besar yang belum terlepas. Pada Juni 2015, Nugroho dan sembilan peneliti lain dari Earth Observatory Singapore-Nanyang Techonology University, Institute de Physique du Globe de Paris dan Schmidt Ocean Insitute, Amerika Serikat, memetakan struktur bawah laut di Cekungan Wharton dan Mentawai Gap.

Lokasi persisnya berada di lepas pantai barat Mentawai. Pemetaan itu untuk mengungkap potensi gempa besar dan tsunami seperti di Aceh. Mereka berlayar menggunakan Kapal Riset Falkor milik Schmidt Ocean Institute.

Dua lokasi tersebut merupakan zona subduksi antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Beberapa penelitian sebelumnya tentang zona ini mengungkapkan, belum ada gempa tektonik besar akibat pertemuan dua lempeng, gempa megathrust, yang terjadi selama 200 tahun terakhir. Alih-alih melepaskan tenaga, kedua lempeng ini malah terus saling menekan satu sama lain dengan kecepatan rata-rata 5,7 sentimeter per tahun.

Laju lesakan dua lempeng benua ini semakin kuat lantaran dorongan struktur aktif--lazim disebut sebagai sungai bawah laut--yang berada di kedalaman 5.000-6.500 meter. Sungai ini, kata pimpinan ekspedisi, Satish Singh, memiliki kedalaman sekitar lima meter dan lebar 100 meter.

"Walhasil, memunculkan cekungan di bawah permukaan yang menambah energi potensi gempa," ungkap pria yang juga profesor di Institute de Physique du Globe de Paris. "Gempa megathrust dapat terjadi kapan saja."

Zona subduksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia memang memanjang dari utara Pulau Sumatera sampai ke pantai selatan Jawa. Tapi, di section Jawa, kecepatan laju lesakan dua lempeng tidak sekencang di barat Sumatera. "Malah, bisa dibilang, laju lempeng di Jawa sudah mulai mentok," ujar Nugroho. Selain itu, di Jawa, minim sungai bawah laut.

Nugroho agak takut membayangkan jika getaran gempa tersebut sampai ke palung, tebing curam dalam di dasar laut, yang banyak tersebar di permukaan lempeng. Dengan tegas dia menjelaskan, "Seberapa besarpun gempanya, jika getaran sampai palung, kemungkinan terjadinya tsunami sangat besar."

Ibarat kehidupan unggas, Nugroho menggambarkan Mentawai adalah sarang burung, permukaan dasar laut adalah cangkang, sementara tsunami dan gempa adalah telurnya yang menunggu waktu untuk menetas. "Keluarnya kedua bayi 'unggas' dari cangkangnya tak bisa ditebak."

Meski persoalan 'kapan' dan 'seberapa besar' gempa dan tsunami masih terselubungisteri, studi Nugroho dan Singh beserta tim, memiliki semangat lain. Yakni, Singh menjelaskan, "Mencari tahu potensi dan penyebab tsunami di Mentawai, sehingga bisa membantu menentukan langkah tepat dalam mitigasi bencana."

Di sepanjang pesisir pantai Sumatera Barat setidaknya ada 500 ribu lebih orang yang tinggal berdekatan dengan laut. Selain itu, ada tujuh juta orang yang tinggal di sepanjang pantai tengah dan selatan Sumatera, termasuk Kepulauan Mentawai.

sumber: TEMPO.CO

Hidup Bersama Gempa, Ini Pelajaran Penting untuk Masyarakat Indonesia

https://alibaba.kumpar.com/kumpar/image/upload/c_fill,g_face,f_jpg,q_auto,fl_progressive,fl_lossy,w_800/fdoukgobcnaqhrryl8hb.jpg

Peta riwayat gempa di Indonesia menunjukkan bahwa negeri ini memang rentan diguncang gempa. Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono, mengatakan “mau tidak mau, suka tidak suka, itu risiko kita tinggal di daerah aktif gempa.”
Selama ini Indonesia memang dikenal dunia sebagai salah satu negara yang sangat rawan dilanda gempa. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia berada di daerah Cincin Api Pasifik atau Circum-Pacific belt.

Badan Geologi Amerika Serikat, U.S. Geological Survey (USGS), mengklaim daerah Cincin Api Pasifik sebagai sabuk gempa bumi terbesar di dunia, sebagaimana dilaporkan oleh Live Science.

Cincin Api Pasifik merupakan daerah yang memiliki banyak sesar atau zona rekahan yang memanjang sekitar 40 ribu kilometer mulai dari Chile, Jepang, dan kemudian berhenti di Asia Tenggara. Sekitar 90 persen semua gempa bumi di dunia dan 80 persen gempa bumi terbesar di dunia terjadi di sepanjang daerah Cincin Api Pasifik ini.
Wilayah Cincin Api Pasifik

Wilayah Cincin Api Pasifik (Foto: USGS via Wikimedia Commons)

Daryono mengatakan bahwa rata-rata dalam setahun Indonesia diguncang oleh sekitar 5.000 gempa. “Itu gempa dari semua besaran magnitudo. Kalau yang signifikan (berdampak pada manusia) sekitar 350 gempa dalam setahun,” ujar Daryono kepada kumparanSAINS, Ahad (7/10).
Maka dari itu, ada pelajaran penting untuk masyarakat Indonesia tinggal di wilayah rawan gempa agar bisa selamat dari bahaya bencana alam ini.
“Masyarakat Indonesia sebagai penduduk yang tinggal di daerah rawan gempa ya harus tahu gempa itu apa, kemudian tahu akan bahayanya, tahu akan risikonya, dan selalu mengantisipasi jika terjadi gempa dan tahu cara menghadapinya. Termasuk bagaimana dia merencanakan tempat tinggalnya yang semestinya (dibuat) aman dari gempa,” ujar Daryono.

Tanpa terkecuali, semua penduduk Indonesia haruslah memahami betul cara menghadapi gempa dan cara meminimalisasi dampaknya. “Kalau tidak seperti itu, itu terlalu berani sekali,” kata Daryono lagi.

Daryono menekankan, upaya mitigasi atau mengurangi dampak gempa sangatlah penting diterapkan oleh setiap lapisan masyarakat, jangan hanya sebagai wacana dan program formalitas. “Tetapi benar-benar menjadi lifestyle atau gaya hidup karena kita tinggal di daerah rawan gempa,” tegasnya.

“Jangan sampai tinggal di wilayah gempa, tapi tidak tahu tips-tips kiat-kiat aman saat terjadinya gempa ataupun mengabaikan bangunan rumahnya tidak didesain aman dari gempa,” pungkasnya.

Gempa Magnitudo 6,4 Guncang Jawa Timur dan Bali

Gempa Bumi

Jakarta - Gempa bumi dengan kekuatan magnitudo M 6,4 mengguncang wilayah Jawa Timur dan Bali pada Kamis (11/10/2018) pukul 01.57 WIB.

BMKG melaporkan episenter gempabumi terletak pada koordinat 7,47 Lintang Selatan dan 114,43 Bujur Timur, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 55 km arah timur laut Kota Situbondo, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur pada kedalaman 12 km.

sumber: Liputan6.com

Gempa dan Tsunami Mengakibatkan ribuan orang terkubur, meninggal 1.948, hilang 843

palu

Menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Willem Rampangilei, penghentian harus dilakukan karena identifikasi jenazah yang sudah lebih dari 10 hari akan luar biasa susah dan bisa menimbulkan penyakit, lapor Quinawaty Pasaribu dari BBC News Indonesia.

"Peraturan pencarian Basarnas, pencarian itu dilakukan tujuh hari dan ditambah tiga hari. Setelah konsultasi, (pencarian akan dihentikan Kamis) dengan pertimbangan kalau sudah 14 hari jenazah sudah sulit diidentifikasi," ucap Kepala BNPB, Willem Rampangilei saat konferensi pers di Graha BNPB, Senin (08/10).

Namun begitu, proses tanggap darurat akan terus dievaluasi dan baru diputuskan pada 10 Oktober nanti.

"Setelah 11 Oktober itu mau bagaimana, saya minta pemda dan masyarakat agar berdialog dengan tokoh adat," sambungnya.

Untuk proses pencarian korban sendiri, BNPB mengaku hanya bisa menggunakan eskavator amphibi dan satu alat penarik yang hingga saat ini belum didapat.

"Tapi kami masih berupaya mendatangkan."

Dari catatan lembaga tersebut, jumlah korban yang masih hilang mencapai 835 orang, korban meninggal dan sudah dimakamkan tercatat 1.948 jenazah. Sedangkan korban luka 10.679 orang.

Willem Rampangilei juga mengatakan, hingga kini akses pelayanan kesehatan di lokasi yang terisolir masih dalam perbaikan, terutama jalur darat. Oleh karena itu, evakuasi medis dilakukan melalui udara.

"Ada 12 helikopter, di antaranya tiga milik BNPB, lima milik TNI, tiga milik PMI, dan sisanya Basarnas," jelas Willem.

Belasan helikopter itu juga, kata Willem, digunakan untuk mendistribusikan logistik makanan dan minuman ke daerah yang sulit dijangkau.

Sebelumnya, juru bicara BNPB Sutopo Purwo Nugroho, dalam keterangan pers hari Minggu (07/10) mengatakan, berdasarkan laporan kepala desa, mungkin "sekitar 5.000 orang".

Sutopo mengatakan, petugas akan tetap berusaha mencari korban ini hingga Kamis, 11 Oktober mendatang.

Jika tidak ditemukan, maka besar kemungkinan, mereka akan dinyatakan hilang.

Pemulihan kehidupan normal

Kepala BNPB juga memastikan sudah 14 rumah sakit yang berfungsi penuh dari total 33.

Terkait dengan pelayanan air bersih, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) disebutkan telah mengebor 50 sumur di lokasi-lokasi pengungsian.

Sedangkan kegiatan pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengusahkaan kembali masuk sekolah. Untuk itu Kemendikbud telah menyiapkan 240 tenda serupa ruang kelas dengan standar UNICEF. Sementara layanan pemerintahan, sudah kembali beroperasi mulai dari pemerintah provinsi hingga kota.

Saat ini pula, BNPB kembali mengajukan dana siap pakai penanggulangan bencana sebesar Rp500 miliar ke Kementerian Keuangan. Dana itu akan digunakan untuk operasional BDBD dan posko di Palu, Donggala, dan Sigi. Termasuk di dalamnya pengadaan tenda dan logistik.

Sampai saat ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masih terus memverifikasi data ribuan korban yang belum ditemukan akibat rekahan tanah atau likuifaksi di Balaroa dan Petobo. Kepala BNPB, Willem Rampangilei, mengatakan angka itu didapat dari kepala desa dan dinas kependudukan dan catatan sipil.

"Yang terkubur tidak ada angka pasti. Kami sekarang di satgas sedang menampung laporan masyarakat yang kehilangan keluarga," kata Willem.

"Data sangat dinamis, sehingga validasi betul-betul dilakukan dengan baik. Nanti kami kumpulkan dan verifikasi lagi berapa sebetulnya jumlah korban di masing-masing daerah."

Ia juga menyebut, proses pendataan korban hilang atau meninggal akan terus dilakukan tanpa batas waktu. Hal itu dilakukan lantaran menyangkut uang santunan kepada ahli waris.

"Ini bukan pekerjaan singkat, harus sabar dan teliti sehingga tidak ada yang terlewat."

Sementara itu, lokasi bekas likuifaksi tersebut kemungkinan akan dijadikan monumen setelah ada kesepakatan dengan pemerintah daerah dan masyarakat.

"Kalau dijadikan kuburan massal mungkin tidak. Setelah diurug, mungkin akan dijadikan monumen."

Yang disaksikan wartawan BBC di Jono Oge

Wartawan BBC News Indonesia, Silvano Hadjid dan Dwiki Martha, melewati banyak jalan yang retak dan bergelombang dari Palu ke Desa Jono Oge yang berjarak sekitar 15 kilometer.

Di beberapa bagian, jalan merekah hingga 10 sampai 50 sentimeter.

Hak atas foto BBC News Indonesia
Image caption Yunus, warga penyandang tunanetra, memegang benda-benda keras untuk bertahan hingga akhirnya ia bisa diselamatkan.

Untuk menemui korban gempa di Desa Jono Oge, wartawan BBC News Indonesia harus melewati jalan-jalan yang ambles, termasuk dengan kedalaman dua meter.

Salah satu kawasan yang terkena likuifaksi masih basah sehingga harus dicari jalan putar.

Di sepanjang perjalanan, banyak bangunan yang terlihat ambles hingga satu meter dan kendaraan harus berhenti dan perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki.

Tim BBC News Indonesia sempat jatuh ke lumpur sedalam 30 sentimeter. Di bagian lain, kedalaman lumpur mencapai satu meter.

Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan lebih dari 360 unit rumah rusak akibat gempa di Desa Jono Oge.

"Berdasarkan citra satelit dari LAPAN, sekitar 202 hektare wilayah Jono Oge, Kabupaten Sigi, terdampak likuifaksi" kata Sutopo.

BNPB: Lokasi Gempa Likuifaksi di Kota Palu Akan Jadi Ruang Terbuka Hijau

Jakarta - Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, tiga kelurahan di Kota Palu, Sulawesi Tengah, yaitu Petobo, Balaroa dan Jono Oge akan ditutup dan tak lagi dijadikan hunian masyarakat.

Di wilayah yang ditelan lumpur atau likuifaksi itu, pemerintah berencana membangun ruang terbuka hijau dan monumen untuk dijadikan sebagai tempat bersejarah.

"Lokasi likuifaksi itu akan ditutup dan akan dijadikan ruang terbuka hijau serta menjadi memorial park atau tempat bersejarah dan akan dibangun monumen." kata Sutopo di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Selasa (9/10/2018).

Selain itu, ia mengungkapkan, para korban yang selamat dari musibah itu akan menggelar doa bersama untuk para korban yang tewas. Doa bersama rencana akan dilakukan pada Kamis besok.

Doa bersama itu juga bertepatan dengan berakhirnya masa pencarian korban di lokasi likuifaksi Kota Palu. Penghentian pencarian tersebut mempertimbangkan kondisi jenazah yang ditemukan dalam keadaan membusuk dan sudah tak lagi dikenali.

"Korban yang berhasil dievakuasi, jika sudah 14 hari itu sudah melepuh atau susah dikenali. Jenazah yang ditemukan langsung dimakamkan. Karena berpotensi menimbulkan penyakit," ungkap Sutopo.

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan menghentikan pencarian korban meninggal dunia pada Kamis besok di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Wilayah yang akan dihentikan itu yakni di Kelurahan Petobo, Balaroa dan Jono Oge.

Sutopo mengatakan, ketiga daerah yang dihentikan untuk pencarian korban itu merupakan wilayah yang terjadi atau terkena likuifaksi.

"Jadi mulai 11 Oktober 2018 secara resmi proses evakuasi disetop," kata Sutopo.

sumber: Liputan6.com