logo2

ugm-logo

Blog

Sumenep Rawan Lima Jenis Bencana Alam

Sumenep Rawan Lima Jenis Bencana Alam

Sumenep (beritajatim.com) - Kabupaten Sumenep dinyatakan rawan terhadap lima jenis bencana alam, yakni banjir, angin puting beliung, tanah longsor, abrasi laut, dan kekeringan.

"Berdasarkan pemetaan, Sumenep lebih pada hidrometeorologi. Karena itu, bencana yang perlu diwaspadai juga beragam, mulai banjir hingga kekeringan," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur, Sudarmawan.

Sudarmawan berada di Sumenep pada Rabu (01/11/2017), mengikuti Apel 1000 Relawan Sekolah Laut sekaligus penanaman mangrove di pesisir Kesong, Kecamatan Kalianget.

"Bahkan saat ini yang juga perlu diwaspadai itu kemungkinan bencana gempa bumi, karena terlihat ada pergeseran lempeng bumi mengarah ke Surabaya dan Madura," ujarnya.

Menurutnya, salah satu program pengurangan resiko bencana adalah melalui 'sekolah laut'. Di Jawa Timur ada tiga sekolah laut, salah satunya di Sumenep. Sekolah laut merupakan bagian penguatan kapasitas masyarakat yang arahnya supaya masyarakat bisa lebih mandiri.

"Jadi pola pikir pengurangan resiko bencana bukan pada saat terjadinya bencana, tetapi justru sebelum terjadinya bencana, perlu langkah-langkah antisipasi. Termasuk penanaman mangrove," ungkapnya.

Untuk Sumenep, akan ada 1000 mangrove yang ditanam di wilayah-wilayah pesisir, diantaranya Kalianget, Pantai Slopeng Dasuk, serta wilayah kepulauan.

"Sekitar 60 persen wilayah pesisir memang perlu dilindungi agar tidak terjadi abrasi laut," ucapnya. [tem/but]

Tanggulangi Banjir, Desa Sitiarjo Kabupaten Malang Gelar Sekolah Sungai

Tanggulangi Banjir, Desa Sitiarjo Kabupaten Malang Gelar Sekolah Sungai

MALANGTODAY.NET – Beberapa waktu lalu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei meresmikan gerakan sekolah sungai untuk pengurangan resiko bencana di Kali Woro Purba Klaten, Jawa Tengah.

Menindaklajuti hal tersebut, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang juga akan menggelar workshop sekolah sungai. Direncanakan, workshop sekolah sungai itu digelar pada pertengahan November mendatang.

Lokasi yang di pilih BPBD nanti adalah Sungai Panguluran yang berada di Desa Sitiarjo Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Tujuan dari gerakan sekolah ini adalah untuk melatih dan membekali calon fasilitator, sehingga dapat menumbuhkan komitmen serta meningkatkan kapasitas dalam mengelola atau memanfaatkan sumber daya air dan sungai dalam rangka gerakan pengurangan resiko bencana.

 

“Pertama dilakukan di Kecamatan Tirtoyudo, yaitu di Desa Pujiharjo, dan yang kedua nanti kita akan lakukan di Desa Sitiarjo Kecamatan Sumbermanjing Wetan, tepatnya di Sungai Panguluran,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Malang, Bambang Istiawan, Selasa (31/10).

Sejumlah kegiatan dalam sekolah sungai juga sudah disiapkan sedemikian rupa oleh BPBD Kabupaten Malang. Kegiatan itu berupa bersih-bersih Daerah Aliran Sungai (DAS) dan penanaman 10.000 bibit pohon.

Dipilihnya Sungai Panguluran sebagai lokasi workshop sekolah sungai karena melihat kondisi sungai dalam 4 tahun terakhir jika hujan deras melanda berakibat pada banjir.

“Pemilihan lokasi disana karena pertimbangan sungai-sungai yang ada, melihat 4 tahunan ini banjir juga melanda Sungai Pangluruan. Dengan adanya sekolah ini disana paling tidak kalau misalnya terjadi banjir lagi sungai itu tidak membawa banyak material,” tambahnya.

BNPB Prediksi Puncak Bencana Banjir dan Tanah Longsor di Januari 2018

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mempredikasi puncak bencana, misalnya banjir dan tanah longsor, terjadi pada bulan Januari 2018.

Pasalnya, pada bulan Januari, intensitas hujan di wilayah Indonesia akan meningkat.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan hal itu, saat menggelar jumpa pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Kamis (26/10/2017).

"Puncak musim hujan akan terjadi pada bulan Januari. Biasanya di bulan Januari itu akan lebih banyak bencana banjir, longsor, dan puting beliung," kata Sutopo.

Selain itu, ia mengatakan saat ini pola hujan di Indonesia sudah berubah dibanding 30 tahun lalu. Sebelumnya, dalam satu tahun pola cuaca diperediksi hanya 6 bulan kemarau, 6 bulan musim hujan.

"Sekarang musim hujan hanya berlangsung rata-rata dalam waktu empat bulan," terang Sutopo.

Sutopo menjelaskan meski volume air hujan relatif masih sama, hal tersebut menyebabkan sering terjadinya hujan ekstrem.

Untuk mengantisi hal tersebut, BNPB akan terus melakukan upaya-upaya untuk menanggulangi masalah tersebut.

Penanganan banjir yang dilakukan BNPB sendiri di antaranya, dengan melakukan sosialisasi, penguatan bantuan logistik peralatan, penetapan status siaga dan pemberian bantuan Dana Siap Pakai (DSP) sebelum terjadinya bencana.(*)

BNPB akan Dirikan Politeknik Bidang Penanggulangan Bencana

Sejumlah petugas tim SAR saat melakukan evakuasi korban bencana (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SORONG -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berencana mendirikan politeknik yang menghasilkan sarjana terapan dalam bidang penanggulangan bencana. Pendirian politeknik ini untuk menjawab masalah kekurangan sumber daya manusia yang ahli dalam kebencanaan.

Kepala BNPB Willem Rampangilei mengakui kualitas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang merupakan penanggungjawab pertama dalam penanggulangan bencana masih jauh di bawah standar. Hal ini karena BPBD kerap tidak memiliki SDM yang berbekal pendidikan formal. Namun, untuk merekrut SDM yang ahli tersebut terkendala ketiadaan sekolah.

"Saya mau merekrut orang yang ahli dalam penanggulangan bencana, nggak dapat, karena tidak ada sekolahnya. Jadi kami berinisiatif untuk mendirikan politeknik untuk sarjana terapan dalam bidang penanggulangan bencana untuk jawab itu," ujar Willem seusai membuka peringatan bulan pengurangan risiko bencana di Sorong, Papua Barat, Senin (23/10).

Menurutnya, BNPB telah bekerja sama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi untuk pendirian politeknik tersebut. Akhir tahun ini, pendirian politeknik ditargetkan selesai. Sehingga, penerimaan mahasiswa baru bisa dilakukan mulai tahun depan.

Dengan kehadiran politeknik tersebut, dia menargetkan setidaknya ada satu ahli bidang penanggulangan bencana di setiap BPBD. Sehingga, setidaknya butuh 514 ahli bidang penanggulangan bencana di BPBD seluruh Indonesia ditambah 34 ahli di tingkat provinsi. Dengan begitu, dia menarget bisa meningkatkan standar BPBD dalam penanggulangan bencana.

Kualitas BPBD tersebut dinilai mendesak ditingkatkan untuk menurunkan indeks risiko bencana. Pada 2016, BNPB mencatat indeks risiko bencana turun sebesar 15,98 persen. Indeks ini ditarget bisa turun hingga 30 persen pada 2019.

Selain itu, Indonesia memiliki banyak wilayah rawan bencana. Saat ini, 150 juta orang Indonesia tinggal di daerah rawan bencana, di mana 60 juta orang tinggal di daerah rawan banjir, 40 juta orang di wilayah rawan longsor, dan 1,1 juta orang tinggal di daerah rawan erupsi gunung berapi.

Gempa Bumi di Lembata, Jalan 2,3 Kilometer Tertutup Batu-batu Besar

Batu berukuran besar berada di badan jalan, mengganggu arus lalu lintas di wilayah Kabupaten Lembaga,  Rabu (11/10/2017)

LEWOLEBA, KOMPAS.com - Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday mengatakan, gempa bumi yang terjadi sebanyak lima kali dalam dua hari ini yang melanda wilayah itu menyebabkan batu berukuran besar merusak rumah warga dan memenuhi badan jalan.

Batu berukuran besar yang berada di badan jalan raya, lanjut Thomas, menghambat arus kendaraan warga yang melintas.

"Jalan raya sepanjang 2,3 kilometer di Kecamatan Ile Ape tertutup bebatuan besar," jelasnya.

Menurut Thomas, warga yang menggunakan kendaraan roda empat tidak bisa melintas. Hanya kendaraan roda dua saja yang bisa melintas, itu pun kesulitan.

Sebelumnya diberitakan, sebanyak empat kali gempa bumi pada Selasa (10/10/2017) dan satu kali gempa bumi Rabu (11/10/2017) mengguncang Kabupaten Lembata.

Akibatnya, batu berukuran besar menghancurkan rumah warga dan memenuhi sebagian badan jalan raya di sejumlah titik di wilayah itu.

Thomas mengatakan, rumah warga yang rusak akibat tertimpa bebatuan. Ada juga yang retak karena guncangan gempa.

"Hampir semua desa di lereng gunung Ile Lewotolok beberapa rumah warga terkena batu. Saat ini masih dilakukan pendataan lagi," ucapnya kepada Kompas.com, Selasa malam.

Sebanyak 671 warga mengungsi di sejumlah tempat yang aman. Warga mengungsi karena panik dengan gempa bumi tektonik.