logo2

ugm-logo

Blog

Bupati Ajak Ubah Paradigma Penanggulangan Bencana ke Preventif

Bupati Jember dr. Hj. Faida, MMR., mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mengubah paradigma penanggulangan bencana yang selama ini dianut masyarakat.

Mengubah paradigma tersebut penting karena pada masa mendatang tantangan terhadap pelaksanaan tugas dan upaya penangulangan bencana semakin berat. Bencana yang terjadi secara intensitas dari tahun ke tahun pun mengalami peningkatan.

“Kita harus mengubah paradigma penanggulangan bencana yang selama ini bersifat reaktif atau responsif beralih kepada penanggulangan bencana yang bersifat preventif,”kata bupati, Kamis (26/4/2018).

Ajakan itu disampaikan dalam apel Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional 2018 yang berlangsung di Alun-alun Jember, yang mengangkat tema “Siaga Bencana Dimulai dari Diri Kita, Keluarga dan Komunitas“.

Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional merupakan peringatan lahirnya Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana.

Undang-undang ini merupakan perangkat hukum pertama yang mengubah paradigma penanggulangan bencana dari responsif ke pengelolalaan risiko bencana. Peringatan dilaksanakan setiap 26 April.

Penanggulangan bencana yang bersifat preventif, lanjut bupati, yaitu dengan membuka ruang yang lebih luas terhadap kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana.

Lebih jauh bupati menjelaskan, berdasarkan sebuah hasil survei di Jepang, diketahui bahwa keselamatan seseorang pada saat terjadi bencana sangat ditentukan oleh kesiapsiagaan dirinya sendiri dan lingkungan di sekitarnya.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesiapsiagaan tersebut perlu adanya gerakan aksi bersama untuk latihan kesiapsiagaan mandiri. Aksi ini untuk meningkatkan kesadaran, kewaspadaan, dan kesiapsiagaan seluruh komponen dalam menghadapi potensi bencana, khususnya di Kabupaten Jember.

Usai apel, digelar simulasi penanggulangan bencana. Simulasi ini melibatkan sekolah dan perkantoran di sekitar Alun-alun Jember. Bupati Faida dan Dandim 0824 Jember Letkol Arif Munawar juga terlibat dalam simulasi tersebut. (mutia/*f2)

Banjir bandang di Lampung Barat, tiga orang dilaporkan hilang

Banjir bandang di Lampung Barat, tiga orang dilaporkan hilang


Bandarlampung (ANTARA News) - Banjir bandang terjadi di Pekon Bumi Hantatai, Kecamatan Bandar Negeri Suoh, Kabupaten Lampung Barat, Senin sekitar pukul 15.30 WIB, mengakibatkan puluhan rumah terendam, dan tiga orang dilaporkan masih hilang.

Namun, menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Keselamatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung Drs AGP Madiono, berdasarkan informasi yang dihimpun dari lapangan, banjir sudah mulai surut.

Tim gabungan yang terdiri dari BPBD, PMI, TNI dan Polri tengah mencari korban hilang, yang menurut data ada tiga orang, ykani Aef (35), Siti Fadilah (25), Annisa Nanda (2).

Sekitar 60 rumah terdampak banjir itu, dan penghuninya sudah mulai membersihkan rumah mereka setelah banjir surut.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah menyampaikan peringatan dini untuk mewaspadai kondisi cuaca buruk hujan lebat disertai angin kencang dan petir yang diperkirakan terjadi di sejumlah wilayah di Provinsi Lampung Senin hingga Selasa (24/4) pagi.

sumber: antaranews

Bandung Perlu Ini Agar Terhindar dari Banjir

BANDUNG, (PR),- Diperlukan penanganan bersama dalam upaya pengendalian banjir di kawasan Bandung raya. Kota Bandung butuh dukungan dari kawasan lain yang berbatasan untuk membuat area parkir air di masing-masing wilayah.

"Alangkah baiknya setiap kota dan kabupaten punya kolam retensi, itu sudah sangat membantu pengendalian banjir. Jadi satu sisi Kota Bandung melaksanakan pengendalian banjir, tetapi alangkah baiknya didukung wilayah lain," tutur Kepala Bidang Pemeliharaan Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung, Tedi Setiadi, di Bandung, Senin 23 April 2018.

Seperti diketahui, Kota Bandung kembali diterjang banjir bandang dalam beberapa hari terakhir. Padahal, terdapat dua proyek besar peningkatan kapasitas gorong-gorong yang bertujuan melancarkan aliran air dari wilayah hulu saat hujan besar terjadi.

Walau demikian, dua gorong-gorong baru Sungai Citepus di kawasan Pasteur tak mampu menampung derasnya air. Dari temuan di lapangan, banyak batu besar yang terbawa arus dan menumpuk di kawasan Pasteur.

Tedi menjelaskan, petugas DPU Kota Bandung yang bersiaga saat hujan deras kemarin memang mendapati banyak bebatuan besar yang menghambat laju air di Pasteur.

"Dari kemarin sudah ada 3 truk kami yang mengangkut batu besar dari Pasteur. Setrasari juga banyak ditemukan batu besar. Kami siaga terus 24 jam, setiap hujan degdegan luar biasa. Besok juga masih belum selesai, masih banyak batu yang harus diangkut," ujarnya.

Rencananya, DPU Kota Bandung akan segera mengerjakan proyek kolam retensi Sirnaraga sebagai upaya memarkirkan air. Dengan begitu, laju derasnya air menuju kawasan hilir bisa sedikit dikurangi.

Banjir Pagarsih

Derasnya banjir juga dirasakan warga Pagarsih. Banyak rumah terendam, hingga satu dinding rumah jebol dihantam air. Tedi mengatakan, basement Pagarsih untuk melancarkan air dari Sungai Citepus di Pasteur sudah berjalan sesuai fungsinya.

Akan tetapi, kata dia, laju banjir yang semakin cepat dan melewati permukiman warga di Pagarsih tertahan oleh penyempitan sungai di bagian hilir.

"Basement Pagarsih tidak masalah. Hanya saja setelah belokan ada penyempitan, dari bantaran sungai rumah penduduk, TPT (tembok penahan tanah/kirmir) jadi fodasi bangunan," katanya.

Saat ini, kata dia, petugas DPU Kota Bandung sudah menganalisis area terdampak banjir Pagarsih dan akan segera ditindaklanjuti. 

"Makanya Bandung tidak berhenti mengendalikan banjir. Tim sudah ke lapangan. Penanggulangan kerja sama dengan rescue Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana, ada beberapa perbaikan, ada titik yang darurat di Kiaracondong, ada di Jatihandap, di Citepus saja ada 7 titik," ujarnya.***

Kondisi Kawah-Kawah di Dieng Usai Gempa Guncang Banjarnegara

Kaldera raksasa gunung api purba, Dataran tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banjarnegara - Gempa berkekuatan 4,4 skala Richter (SR) yang mengguncang Banjarnegara, Jawa Tengah, dikhawatirkan bakal memantik aktivitas puluhan kawah di Dataran Tinggi Dieng.

Pasalnya, gempa tektonik dapat memicu aktivitas vulkanik yang bisa memantik kawah meletus atau setidaknya peningkatan aktivitas vulkanik, seperti kegempaan, baik embusan, tremor, hingga berpuncak pada erupsi.

Seperti diketahui, di Dieng, terdapat puluhan kawah aktif yang salah satunya baru saja meletus secara beruntun pada Juli 2017, Maret, dan awal April 2018 lalu, yakni Kawah Sileri.

Di luar Kawah Sileri, terdapat lebih dari 20 kawah aktif lainnya di Dataran Tinggi Dieng yang sebenarnya adalah kaldera raksasa gunung purba ini. Dari 20-an kawah aktif itu, 10 di antaranya dipantau secara simultan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

Kawah-kawah di Dieng itu, yakni Kawah Timbang, Sinila, Sikidang, Sileri, Ciglagah, Sibanteng, Pakuwojo, Sileri, Bitingan, Condrodimuko, dan Pagar Kandang. Sepuluh kawah ini mewakili keseluruhan kawah lainnya yang menjadi objek pantauan.

Kepala Pos Pengamatan Gunung Api Dieng, Surip mengatakan, tak terjadi peningkatan aktivitas vulkanik akibat gempa Banjarnegara, seperti gempa, peningkatan suhu, maupun perubahan komposisi gas di kawah-kawah tersebut. Kesimpulannya, kawah-kawah di Dieng tetap normal.

Begitu pula dengan Kawah Sileri yang baru saja meletus pada 2 April 2018 kemarin. Suhu Kawah Sileri terpantau normal, sekitar 73 derajat celsius. Gas-gas berbahaya, seperti CO2 terukur 0,04 persen volume atau jauh di bawah ambang batas normal 0,5 persen volume.

Tak terdeteksi pula adanya gas H2S dan SO2, serta tak terekam pula gempa tremor yang menandakan peningkatan aktivitas.

"Pasca-gempa itu tidak terlihat. Karena gempa-gempa yang muncul, seperti gempa vulkanik itu, tidak muncul. Bisa juga, tetapi pasca-gempa kemarin itu tidak terlihat sampai sekarang. Tektonik bisa memicu vulkanik, tetapi vulkanik tidak bisa memicu tektonik," ucapnya, saat menjelaskan dampak gempa Banjarnegara terhadap kawah-kawah di Dieng, Kamis, 19 April 2018.

Kawah Sileri usai meletus pada 2 April 2018 . (Foto: Liputan6.com/BPBD Banjarnegara/Muhamad Ridlo)

Salah satu faktor tak terpicunya aktivitas vulkanik lantaran episentrum gempa berada cukup jauh dari titik kawah terdekat, yakni Timbang. Dari Kawah Timbang, episentrum gempa berjarak lebih dari 30 kilometer. Saat terjadi gempa, Rabu kemarin pun, getarannya tak terasa di pegunungan Dieng.

Sementara itu, di pusat pengungsian bencana gempa Kalibening, 2.104 orang mengungsi. Mereka terdiri dari 526 keluarga terdampak gempa Banjarnegara, yaitu di Desa Kasinoman, Kertosari, dan Plorengan. Ada pula yang mengungsi ke Desa Sidakangen, Kalibening.

Staf Kedaruratan dan Logistik BPBD Banjarnegara, Anis Hamidi mengklaim, distribusi kebutuhan pokok, terutama makanan telah dimulai sejak Rabu malam. Kebutuhan posko itu adalah, beras, mi instan, minyak goreng, gula, bumbu dapur, dan kebutuhan lainnya untuk Posko Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi Kalibening.

"Dari provinsi, dua truk tadi pagi sudah naik didorong ke atas. Tadi malam, untik selimut tikar, dan sebagian untuk makanan juga sudah naik," Anis menjelaskan.

Terkait dengan penetapan masa tanggap darurat bencana gempa bumi selama tujuh hari, antara 18-24 April 2018, saat ini tim gabungan fokus pada penyelamatan barang berharga milik warga yang masih berada di rumah rusak akibat gempa. Selain itu, tim dan warga juga membersihkan jalan dan infrastruktur lain yang sempat terganggu akibat materiel bangunan yang roboh atau ambrol.

Data sementara Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Banjarnegara, sebanyak 317 rumah rusak. Rinciannya, yakni di Desa Kertosari 62 unit, Kasinoman 217 unit, dan Desa Plorengan 37 unit. Di tiga desa tersebut, tiga masjid atau musala juga rusak. Gedung SMP Negeri 2 Kalibening pun rusak.

Sebanyak dua orang meninggal dunia dan 21 orang lainnya luka-luka dalam bencana gempa bumi ini.

Relokasi Korban Gempa Banjarnegara Sulit Dilakukan

Relokasi Korban Gempa Banjarnegara Sulit Dilakukan

Banjarnegara - Plt Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko menilai relokasi warga korban bencana gempa bumi di kecamatan Kalibening Banjarnegara sulit dilakukan. Selain karena sulitnya lahan yang aman juga karena sulit menjauhkan warga dari culture yang sebelumnya.

"Idealnya memang direlokasi tetapi itu sulit karena di Banjarnegara wilayah utara sangat sedikit tanah rata. Sebagian besar perbukitan dan rawan bencana," kata dia saat melihat lokasi gempa di Kecanatan Kalibening Kamis (19/4/2018).

Selain bencana gempa lanjut dia, Banjarnegara wilayah barat rawan tanah longsor. Karena itu untuk merelokasi warga sulit dilakukan. Di sisi lain, jika direlokasi ke daerah yang jauh dari pemukiman sebelumnya juga sulit dilakukan.

"Mereka lahir di situ tumbuh besar juga di situ hingga mata pencaharian juga di dekat situ. Jadi memisahkan dari culture itu sulit. Yang penting kita melakukan upaya antisipasi penyelamatan jiwa saat bencana alam terjadi. Salah satunya dengan pemasangan alat deteksi dini," tuturnya.

Sementara itu salah satu korban gempa bumi di Kecamatab Kalibening Sudar (37) mengaku pasrah kepada pemerintah. Apalagi saat ini rumah miliknya roboh sudah tidak bisa untuk ditempati lagi.

"Mau direlokasi atau tidak saya nurut dengan pemerintah. Asalkan saya dibantu untuk mendirikan rumah lagi," kata warga Desa Kertosari Kecamatan Kalibening itu.
(bgk/bgk)