logo2

ugm-logo

Blog

Alarm Deteksi Dini Bencana Longsor Nganjuk Rusak Sudah Setahun

TEMPO.CO, Nganjuk - Warga yang menjadi korban bencana tanah longsor di Desa Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, mengungkapkan alarm tanda bahaya yang dipasang di lokasi itu rusak sekitar satu tahun lalu dan hingga kejadian bencana itu belum diperbaiki, sehingga warga tidak tahu akan terjadi musibah.

Muh Rifai, salah seorang warga yang menjadi korban tanah longsor yang terjadi Senin, 15 Februari 2021, mengatakan beberapa tahun lalu sebenarnya pernah terjadi tanah longsor, dan warga mendengar alarm tanda bahaya, namun alat itu kini sudah rusak.

"Pas kejadian alatnya rusak. Satu tahun ini. Jadi, tidak bisa nyala," kata Muh Rifai di Nganjuk, Rabu.

Ia juga tidak mengetahui dengan pasti terkait perbaikan alat tersebut. Yang ia tahu, alat itu dipasang di sekitar perkampungannya, sehingga jika akan terjadi bencana otomatis langsung bekerja.

"Sudah lama rusaknya, sekitar satu tahun. Pasangnya sudah lama. Jadi, ketika akan terjadi longsoran warga mau mengungsi, namun kemarin itu tidak ada (tidak menyala), karena rusak," kata dia.

Sementara itu, Wakil Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi mengakui bahwa petugas memang sebelumnya sudah memasang sejumlah titik Early Warning System (EWS), yang digunakan untuk mendeteksi dini bencana alam.

"Di beberapa tempat sebenarnya ada, tapi kemarin itu juga tidak bunyi. Ada yang hilang dan kurang perawatan," kata dia.

Ia mengatakan, alat itu fungsinya otomatis sehingga jika ada bencana alam langsung bisa terdeteksi. Namun, karena tidak berfungsi, akhirnya alat tersebut tidak dapat memberikan informasi peringatan dini kepada masyarakat.

Pihaknya juga menjadikan hal ini sebagai evaluasi, agar tidak terulang lagi dan korban bencana alam bisa dicegah. Terlebih lagi korban manusia. "Nanti pengadaan baru lagi dan ini akan jadi evaluasi," kata dia.

Sementara itu, terkait dengan relokasi warga yang terdampak bencana tanah longsor di Desa/Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk tersebut, Wabup mengatakan hal itu sudah dibahas antara Bupati, Mensos Tri Rismaharini dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Menko PMK) Muhadjir Effendi.

Pemkab juga sudah berencana untuk merelokasi warga ke tempat yang lebih aman. Beberapa skema telah disiapkan antara lain alternatif untuk pindah ke lokasi rumah di Kecamatan Berbek, yang sudah dibangun terlebih dahulu oleh Dinas PUPR Kabupaten Nganjuk maupun akan tukar guling dengan tanah Perhutani yang masih di Kecamatan Ngetos.

"Intinya kami lakukan relokasi, paling tidak ada dua skema. Di Berbek, dulu perumahan yang masih memungkinkan bisa pindah ke situ. Atau di daerah Ngetos tepi jalan juga ada tanah kosong milik Perhutani. Bisa tukar guling atau bagaimana," ujar dia.

Terjadi bencana tanah longsor di Dusun Selopuro, Desa, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Minggu, setelah hujan deras mengguyur daerah ini. Akibatnya 10 rumah rusak, yakni delapan rumah warga tertimbun dan dua rusak berat. Dari 186 orang warga yang terdata di daerah itu, 21 orang dinyatakan hilang. Setelah pencarian, dua berhasil selamat, enam orang masih dicari dan sisanya meninggal.

ANTARA

42 Titik Rawan Bencana Terdeteksi di Sulawesi Selatan

Makassar: Basarmas mencatat ada 42 titik rawan bencana dan kecelakaan di Sulawesi Selatan. Dari 42 titik rawan bencana dan kecelakaan di Sulsel itu, terdiri dari enam titik kecelakaan penerbangan, tujuh titik kecelakaan pelayaran, bencana gempa delapan titik, angin kencang delapan titik, longsor delapan titik, banjir lima titik dan tsunami dua titik.
 
"Dari kejadian pada 2020 itu, sebanyak 2.158 orang yag selamat, meninggal 86 orang, dan hilang 37 orang," kata Kepala Basarnas Makassar, Djunaidi, Selasa, 16 Februari 2021.

Basarnas Makassar juga mencatat pada 2020 ada sebanyak 117 kejadian musibah dari empat musibah. Yaitu kondisi membahayakan manusia 56 kejadian, kecelakaan kapal 49 kejadian, dan bencana alam 12 kejadian. Untuk kecelakaan pesawat nihil.
 
Djunaidi mengatakan selama 2021 hingga Februari, sudah terjadi 14 musibah. Terdiri dari kondisi yang membahayakan orang 10 kejadian, kecelakaan kapal dua kejadian, dan bencana alam dua kejadian. Korban jiwa yang terdampak tapi selamat sebanyak 18.182 orang, meninggal 18 orang dan hilang empat orang.
 
"Karenanya, ke depan, kami sudah punya program 2020-2024, untuk menambah sumber daya manusia (SDM) untuk tim SAR, penambahan shelter, penambahan lahan dermaga, pengembangan pos menjadi kantor SAR, serta menambah potensi SAR sebanyak 200 orang," jelas Djunaidi.
 
Sementara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat sebagian besar wilayah Indonesia atau sekitar 96 persen dari 342 zona musim, saat ini telah memasuki musim hujan.

 

Mitigasi Bencana Jabar Jadi Rujukan Pembahasan UU Penanggulangan Bencana

Bisnis.com, BANDUNG — Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan kurikulum mitigasi bencana Jabar Resilience Culture Province (provinsi tangguh bencana) menjadi salah satu rujukan dalam pembahasan revisi Undang-undang Penanggulangan Bencana.

"Komisi VIII (DPR RI) meminta masukan terkait penanganan [pandemi] Covid-19, kebencanan, keagamaan, pemberdayaan perempuan, dan lain-lain. Mereka akan meng-copy dan merujuk juga pada cetak biru Jabar tangguh bencana [dalam pembahasan revisi UU Penanggulangan Bencana]," katanya dalam pernyataan yang dikutip Selasa (16/2/2021).

Kang Emil --sapaan Ridwan Kamil-- berujar, Jabar Resilience Culture Province (JRCP) dinilai bisa menjadi acuan atau syarat lengkap yang harus dimiliki provinsi lain di Indonesia dalam penanggulangan bencana.

Kang Emil menjelaskan, JRCP mendorong budaya tangguh bencana sejak sekolah dasar bagi warga Jabar dengan mengusung lima pilar yaitu pendidikan, pengetahuan kebencanaan, infrastruktur tahan bencana, regulasi dan kebijakan, dan ekologi ketahanan.

"Kebencanaan kami berhubungan dengan air karena Jabar dari tengah ke utara datar pasti banjir, sedangkan tengah ke selatan longsor. Jumlah kebencanaan 1.500-1.800 per tahun," kata Kang Emil.

Dalam pertemuan tersebut, Kang Emil juga melaporkan bahwa masing-masing daerah di Jabar menginginkan adanya tindakan cepat kedaruratan terutama di daerah yang dilewati aliran sungai.

“Kalau boleh diizinkan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), karena selama ini ada batas kewenangan (pusat) sehingga kadang-kadang uang ada tapi tidak bisa dilakukan,” ucapnya.

“Mungkin di pusat juga harus ada terobosan sehingga daerah yang teknis bisa mempercepat melakukan pertolongan dari sisi kebencanaan,” tambahnya.

Pemprov Sumsel Jamin Stok Bantuan Bencana

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menjamin stok bantuan bencana untuk mengantisipasi terjadinya banjir dan tanah longsor pada puncak musim hujan Februari 2021 tersedia dalam jumlah cukup.

Stok bantuan bencana terutama beras tersedia cukup banyak, jika sewaktu-waktu terjadi banjir dan tanah longsor bisa segera disalurkan kepada masyarakat yang menjadi korban bencana tersebut, kata Wakil Gubernur Sumsel, Mawardi Yahya di Palembang, Selasa.

Dia menjelaskan, stok beras yang dialokasikan khusus untuk membantu masyarakat jika terjadi bencana pada suatu daerah saat ini tersedia 100 ton per kabupaten dan kota.

Dengan tersedianya bantuan dalam jumlah cukup sesuai ketentuan itu, jika sewaktu-waktu terjadi bencana di suatu daerah, korbannya bisa dibantu dengan cepat sehingga dapat mencegah terjadinya masalah sosial di lokasi bencana.

"Jika diketahui ada masyarakat mengalami bencana banjir dan tanah longsor, bisa segera diberikan bantuan sehingga dapat dicegah timbulnya masalah sosial seperti rawan pangan," ujarnya.

Bantuan tersebut sifatnya sebagai perlindungan sosial kepada masyarakat yang benar-benar layak menerimanya, untuk menyalurkannya akan dilakukan secara selektif sehingga tepat sasaran.

Beberapa daerah berpotensi terjadinya bencana tanah longsor yang menjadi pusat perhatian seperti Kabupaten Lahat, Empat Lawang dan Kota Pagaralam, mengingat daerah tersebut berada di dataran tinggi.

Sedangkan daerah yang kemungkinan berpotensi terjadi bencana banjir adalah yang berada di kawasan dataran rendah seperti Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin, Ogan Ilir, Musirawas, dan Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Masyarakat yang berada di daerah tersebut diimbau agar meningkatkan kewaspadaan dari ancaman bencana itu sehingga diharapkan permasalahan sosial akibat dampak bencana pada musim hujan dapat dihindari atau paling tidak bisa diminimalkan, kata wagub.

Muhammadiyah Ingatkan Indonesia Sebagai Negara "Supermarket Bencana"

JAKARTA - Tren bencana di Indonesia cenderung meningkat, Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah, Rahmawati Husein ingatkan masyarakat tentang pentingnya mitigasi.

Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, pada tahun 2020 mulaI 1 Januari sampai 18 Mei total bencana sebanyak 1.296 kejadian. Pada rentang tersebut, berdampak pada 2.015.363 manusia mengungsi, 249 luka-luka, 178 meninggal dunia dan 8 hilang.

“Kalau kena, masyarakat juga bisa termiskinkan juga orang semakin kekurangan. Apalagi di zaman pandemi ini,” tuturnya dikutip MNC Portal Indonesia dari laman resmi Muhammadiyah (15/2/2021)

Karena kondisi geologis, geografis, dan demografis Indonesia sering disebut sebagai negara supermarket bencana. Rahmawati memaparkan, hampir setiap daerah di Indonesia memiliki ancaman gempa bumi. Bahkan, Pulau Kalimantan juga memiliki potensi, meski sedikit.

Selain itu, Indonesia juga terletak di atas cincin api. Letak geografis Indonesia di sisi lain juga memberikan potensi bencana, termasuk demografis kependudukan yang tidak menyebar merata Indonesia memiliki resiko indeks bencana yang merah.

Sehingga semua pihak atau stakeholder harus bersinergi dalam menanggulangi bencana dan melakukan mitigasi penyelamatan jiwa manusia, termasuk umat Islam, hal itu merujuk QS. Al Maidah Ayat 32.

Selain itu, bagi Muhammadiyah dalam peran kebencanaan juga merujuk pada pesan KH. Ahmad Dahlan. “Hadjatnya PKO itoe akan menolong kesangsaraan dengan memakai azas agama islam dengan segala orang, tidak dengan membelah bangsa dan agamanya.”

Maka dari itu, Muhammadiyah melalui LPB mengajak kepada masyarakat muslim Indonesia untuk turut serta melakukan penyadaran tentang bencana atau dakwah mitigasi. Amma menjelaskan, mitigasi bencana adalah fase situasi tidak terjadi bencana.

“Saat ini, banyak masyarakat yang fokus di tanggap darurat, termasuk di Muhammadiyah. Kerja-kerja mitigasi dan kesiapsiagaan lebih sedikit ketimbang kerja-kerja dari tanggap darurat,” kata Rahmawati.

Anggota Dewan Pengarah Central Emergency Response Fund (CERF) PBB mengajak warga persyarikatan lebih intens untuk melakukan dakwah mitigasi. Warga persyarikatan diharapkan bisa menjadi pelopor dakwah mitigasi, sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemauan menghadapi bencana.