Produksi obat-obatan di Suriah, yang dilanda pertempuran, telah anjlok sejak protes menentang Presiden Bashar al-Assad terjadi 30 bulan lalu dan menyeret negeri itu ke dalam perang saudara.
"Saya mesti menghitung setiap sen, karena perawatan bagi anak laki-laki saya menghabiskan sebagian besar pendapatan saya," kata Motaz, yang berusia 46 tahun, kepada AFP.
Ketiga anaknya sudah lama tidak menikmati pesiar "karena saya sekarang harus mengutamakan perawatan bagi anak laki-laki yang berusia 12 tahun", katanya.
Kelangkaan obat yang disebabkan oleh perang kini menciptakan keadaan "sangat kritis" di Suriah, kata seorang petugas Badan Kesehatan Dunia, Elisabeth Hoff.
"Pabrik obat hanya mampu menghasilkan 20-30 persen dari kebutuhan, meskipun dulu mereka mampu menghasilkan 90 persen sebelum konflik," ujarnya kepada AFP.
Hoff menjelaskan kebanyakan pabrik terletak di pusat kota Homs, Aleppo, di Suriah utara dan di pinggiran Damaskus.
Ketiga wilayah itu adalah daerah pertempuran terberat.
Delapan belas dari 73 pabrik telah tutup karena rusak, angkutan juga mengalami kesulitan demikian pula pasokan bahan baku impor.
WHO pada Maret memperingatkan bahwa produksi obat-obatan telah merosot karena pembatasan impor, fluktuasi nilai tukar uang dan ongkos produksi yang naik.
Perusahaan obat Suriah mengalami kesulitan mengimpor bahan baku karena pembatasan transaksi keuangan yang diterapkan Barat.
Hoff mengeluh dan mengatakan, "Bahan-bahan penting seperti obat seharusnya tidak termasuk dalam pembatasan seperti itu."
Ketua Kamar Industri Fares Ahehabi mengatakan pabrik-pabrik mengalami kelangkaan dan terpaksa melakukan impor dengan nilai tukar pararel.
Mata uang Pound Suriah kehilangan nilai akibat konflik dan terdapat perbedaan yang lebar antara nilai tukar resmi dan pasar gelap, yang terpaksa dipakai oleh pabrik-pabrik manakala mereka memerlukan impor barang.
Surat kabar pemerintah belum lama ini memperingatkan "malapetaka sesungguhnya" ketika pabrik obat lokal mengalami kelangkaan pasokan dan obat-obatan luar negeri diselundupkan untuk dijual dengan harga lima kali lipat.
Perdana Menteri Wael al-Halqi dalam pernyataan melalui televisi mengatakan pada Selasa bahwa "obat-obatan di Suriah dalam keadaan aman".
"Semua obat tersedia, membuka impor dari negara-negara sahabat khususnya dari Iran, Rusia, China, Pakistan dan Kuba," kata al-Halqi.
Namun Bank Sentral telah menahan seluruh kiriman mata uang asing dan memaksa pabrik-pabrik menghentikan produksi karena biaya yang mahal.
Sumber: Antara