logo2

ugm-logo

Tas Siaga Bencana, Upaya Kesiapsiagaan Ketika Hadapi Bencana

SUMUR BANDUNG, AYOBANDUNG.COM -- Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana Jabar, Soma Suparsa, mengatakan ada dua bencana besar yang mengintai Kota Bandung, yakni gempa Sesar Lembang dan erupsi Tangkuban Parahu. Ia menekankan, salah satu upaya yang perlu digalakkan adalah pemahaman tentang kesiapsiagaan terhadap bencana.

Menurut Soma, selain memahami jenis bencana, masyarakat juga disarankan untuk menyiapkan tas siaga bencana. Dia menjelaskan, tas siaga bencana berisikan beberapa benda-benda penting dan benda-benda yang dapat digunakan dalam keadaan darurat.

 "Dokumen-dokumen penting, makanan dan pakaian serta selimut untuk tiga hari, obat-obatan, radio transistor untuk mendengarkan informasi, alat komunikasi, penerangan, P3K, dan air minum," sebutnya. Soma mengatakan, agar mudah dijangkau, tas siaga bencana sebaiknya disimpan di belakang atau samping pintu.

"Di tempel di tempat yang mudah dijangkau seperti sampingan pintu. Begitu terasa getaran misalkan 20 detik, istirahat dulu lalu ambil tas ini. Perkara ada getaran sudah di luar rumah atau berkumpul di satu titik," katanya.

Menurut Soma, upaya ini harus sering disosialisaikan kepada masyarakat sehingga apabila terjadi bencana, mereka bisa langsung bertindak. Ia menuturkan, berdasarkan pengamatan bencana sering terjadi pada malam hari. "Evaluasi mandiri harus sering dilatih, sehingga menjadi otomatis kita. Yang penting faham caranya selamatkan diri," ucap Soma.

Dia menambahkan, ada penelitian yang mengungkapkan, dalam peristiwa gempa Jepang pada 1995 sebanyak 35% orang berhasil selamat karena menyelamatkan diri, lalu 32% lainnya diselamatkan oleh keluarga, dan 28% orang diselamatkan oleh tetangga. "Relawan atau petugas SAR datang beberapa jam kemudian, padahal golden timenya di bawah tiga jam. Padahal itu pertempuran yang sangat hebat mempertahankan diri, kita pun harus melatih diri agar kita selamat," ungkapnya.

BNPB Sosialisasi Desa Tangguh Bencana, Siapkan Masyarakat Hadapi Tsunami

Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan sosialiasi Desa Tangguh Bencana (Destana) tsunami bersama tim ekspedisi dan telah menyasar 512 desa di 24 kabupaten/kota. Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat lebih siap dalam menghadapi bencana tsunami.

"Kegiatan ini dalam rangka penguatan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami dan untuk pengembangan Desa Tangguh Bencana yang berada di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa," kata Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Agus Wibowo dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/8/2019).

BPNB sebagai lembaga negara yang bertugas untuk mengoordinasikan upaya penanggulangan bencana, membuat langkah untuk melindungi masyarakat berisiko yang berada di desa/kelurahan tersebut. Ekspedisi ini juga melibatkan lima unsur (pentahelix), yaitu pemerintah, akademisi, masyarakat, lembaga usaha, dan media.

Ekspedisi ini terbagi dalam empat segmen, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten, yang masing-masing segmen diikuti 200 orang. Dari target 518 desa, hanya tercapai 512 desa yang berhasil disosialisasikan tentang kesiapsiagaan dan potensi tsunami.

"42 ribu masyarakat yang kami datangi, lebih dari 3.700 orang perangkat desa yang kami berikan pemahaman bencana. Kendala di lapangan banyak kami alami, termasuk penolakan dari kepala daerah tersebut," ucap Deputi Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan.

Diketahui, ada 600 ribu lebih masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana tsunami. Fakta Tim Destana di lapangan menemukan tingkat kesiapsiagaan cukup baik bagi daerah yang sudah pernah mengalami tsunami, namun yang belum mengalami tsunami masih banyak yang belum paham dan tidak tahu kemana harus melakukan evakuasi.

"Selain itu, infrastruktur yang masih belum memadai untuk evakuasi. Dari timur Jawa ke barat, masih banyak daerah wisata, yang hampir sebagian besar tidak punya rambu peringatan tsunami. Hal ini sangat riskan bagi keselamatan pengunjung," ucap Lilik.

Kepala BNPB Doni Monardo juga menggagas pembangunan monumen tentang peristiwa bencana alam yang sudah terjadi. Monumen itu ditujukan agar masyarakat mengingat peristiwa bencana alam. Menurutnya, bencana tidak dapat dihindari, namun bisa dikurangi risikonya.

"Konsep pentahelix merupakan sosialisai yang terbaik. Perangkat desa ini diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam memberikan sosialisasi kepada RW/RT dan keluarga, namun tetap memperhatikan kearifan lokal. Poinnya, masyarakat harus sadar potensi bencana yang ada, memahami dan mampu melakukan upaya pencegahan, dan masyarakat menjadi tangguh serta mampu dalam menyelamatkan diri dari bencana," tutur Doni.

Selanjutnya, kegiatan ini akan dilanjutkan menjadi KKN tematik Destana dan bekerjasama dengan perguruan tinggi. Selain itu, ada dua buku mengenai tulisan ekspedisi dan foto perjalanan ekspedisi untuk berbagi pengetahuan kepada masyarakat lain.

More Articles ...