logo2

ugm-logo

Kemenpar Siapkan Magelang Jadi Destinasi Berbasis Mitigasi Bencana

Magelang dipersiapkan Kementerian Pariwisata sebagai destinasi wisata berbasis mitigasi bencana. Untuk itu Focus Group Discussion (FGD) digelar.

Namanya, FGD Mitigasi Bencana pada Destinasi Daya Tarik Wisata di Magelang dan Kawasan Borobudur. Kegiatan ini digelar di Hotel Grand Artos Magelang, Jumat 17 Mei 2019.

Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Pariwisata Regional II Kementerian Pariwisata, Reza Fahlevi, menilai potensi pariwisata Magelang luar biasa. Baik itu potensi alam, buatan, dan budayanya.

Dengan segala potensi seperti itu Magelang menjadi salah satu destinasi unggulan tanah air. Maka dari itu dibutuhkan penanganan secara konprehensif untuk membuat wisatawan semakin nyaman.

"Fasilitasi mitigasi bencana seperti ini sangat penting untuk mendukung meningkatnya kewaspadaan dan kepedulian terhadap risiko bencana. ApalagiApalagi Magelang kini telah menjadi destinasi unggulan yang selalu menjadi pilihan wisatawan. Kami ingin seluruh pihak paham betul bagai mana meminimalkan dampak bencana sehingga wisatawan pun yakin berwisata di Magelang," ujar Reza.

Reza menambahkan, industri pariwisata rentan terkena ancaman bencana. Namun hal ini juga memiliki nilai positif. Salah satunya menjadikan risiko bencana sebagai atraksi wisata.

"Dalam konteks yang lebih maju, dengan kesiapsiagaan yang terukur, efektif dan efisien, kondisi ancaman dapat saja dijadikan atraksi wisata. Contohnya Hawaii yang memiliki Volcano Tourism atau Lava Tour Merapi. Ini yang menjadi landasan digelarnya FGD ini," ungkapnya.

FGD diisi dengan diskusi panel. Hadir berbagai narasumber yang berkompeten dibidangnya. Ada Kadisparpora Kabupaten Magelang Iwan Sutiarso, Kepala Seksi Mitigasi Struktur BNPB Elfina Rozita, serta Staf Ahli Pusat Pengkajian Strategi dan Humanitarian Project Manager CBM Indonesia Tanty S. Reinhart Thamrin.

Ada juga Hanik Humaida dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, dan Iptu Sutarman dari Polres Kabupaten Magelang. FGD juga diikuti oleh seluruh stakeholder pariwisata Magelang.

Kadisparpora Kabupaten Magelang Iwan Sutiarso menyambut baik digelarnya FGD tersebut. Menurutnya ini menjadi langkah yang baik untuk membuat pariwisata Magelang semakin berkembang lagi.

"Sebagai salah satu daerah destinasi pariwisata super prioritas, pariwisata sudah menjadi nadi penting bagi Magelang. Diharapkan melalui FGD ini sharing knowledge dari para narasumber akan menambah pengetahuan pelaku industri pariwisata dan pemerintah dan dapat diimplementasikan untuk meningkatkan kualitas pariwisata di Kabupaten Magelang demi mencapai target 2 juta wisatawan mancanegara," ujar Iwan.

Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Kemenpar Dadang Rizki Ratman ikut angkat bicara. Menurutnya Indonesia dikaruniai alam yang begitu indah. Namun, di balik keindahan alam tersebut posisi Indonesia yang berada di daerah ‘cincin api’ atau ring of fire.

Atau, merupakan negara yang rawan bencana. Hampir setiap tahun, Indonesia mengalami bencana alam. seperti gempa bumi, erupsi, maupun tsunami yang kerap kali berdampak pada pariwisata.

“Oleh karenanya, mitigasi bencana ini merupakan hal penting karena merupakan landasan dimana kita melakukan pembangunan wilayah kedepan. Kalau kita tarik pada bidang pariwisata, nah ini yang harus kita cermati karena bagaimanapun juga wisatawan itu sangat sensitif dengan hal yang terkait dengan safety dan security,” ujar Dadang Rizki

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, bencana kapan saja bisa terjadi, tidak bisa diprediksi dan relatif tidak bisa dihindari. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana mengatasinya dan bagaimana meminimalisir risiko yang ditimbulkan.

“Jika berbagai ancaman krisis ini tidak tertangani secara baik akan berdampak signifikan bagi kepariwisataan nasional dengan menurunnya kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Maka dari itu Kemenpar terus mendorong seluruh destinasi agar siap mengahadapi segala tantangan yang ada,” ucap Menpar.(*)

sumber Tribunnews.com

Erupsi Awal Krakatau Jadi Sinyal untuk Bencana Maha-dahsyat

Liputan6.com, Ujung Kulon - Tahun 1883 menjadi waktu yang tak bisa dilupakan sejarah dunia. Bencana alam besar terjadi, Gunung Krakatau yang terletak di Selat Sunda meletus dan berimbas ke hampir seluruh Bumi.

Erupsi awal, terjadi pada 20 Mei 1883. Kejadian ini pertama kali disadari oleh Kapten Kapal Elizabeth dari Jerman yang tengah berlayar dekat Selat Sunda.

Dilansir dari Livesciene, Senin (20/5/2019), pria tersebut melihat awan berabu setinggi 9,6 kilometer keluar dari kawah Krakatau.

Selama dua bulan beberapa kapal komersial yang berlayar dekat perairan tersebut mendengar gemuruh yang berasal dari Gunung Krakatau dan melihat awan panas mulai keluar.

Kejadian buruk akhirnya terjadi pada 27 Agustus 1883. L meledakkan diri dan hancur berkeping-keping.

Hari itu, pada pukul 10.20, letusan dahsyat Krakatau diperkirakan setara dengan 150 megaton TNT. Jika dibandingkan kekuatannya lebih besar 10 ribu kali dari bom atom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.

Akibat ledakan tersebut, dua pulau lenyap. Tsunami dengan tinggi 40 meter pun terjadi.

Tak ada data valid berapa jumlah korban jiwa letusan tersebut. Tapi beberapa laporan menyebut korban tewas lebih 35 ribu orang.

Lebih mengerikannya lagi, kerangka manusia ditemukan di Samudera Hindia sampai Pantai Timur Afrika.

Gemuruh letusan juga tidak cuma terdengar di daerah dekat Krakatau saja. Namun, sampai 4.600 kilometer jauhnya.

Letusan tersebut masih tercatat sebagai suara letusan paling keras yang pernah terdengar di muka bumi. Siapapun yang berada dalam radius 10 kilometer niscaya menjadi tuli. The Guiness Book of Records mencatat bunyi ledakan Krakatau sebagai bunyi paling hebat yang terekam dalam sejarah.

"Akibatnya tak hanya melenyapkan sebuah pulau beserta orang-orangnya, melainkan membuat mandek perekonomian kolonial yang berusia berabad-abad," demikian ungkap Simon Winchester, penulis buku Krakatoa: The Day the World Exploded, August 27, 1883.

More Articles ...