logo2

ugm-logo

Gempa Magnitudo 3,3 Goyang Palu, Warga Panik Berhamburan

Potret Kehidupan Pengungsi Korban Gempa dan Tsunami Palu

Jakarta - Gempa dengan magnitudo 3,3 mengejutkan warga Kota Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (24/10/2018). Padahal, warga baru saja mulai kembali ke rumah mereka dari sejumlah lokasi pengungsian.

Gempa bumi yang terjadi pada pukul 09.42 WITA itu sempat mengusik ketenangan warga Kota Palu yang selama beberapa hari terakhir ini mulai bangkit. Meski gempa berkekuatan kecil, namun getarannya terasa cukup keras sehingga membuat warga, termasuk para siswa di sejumlah sekolah terpaksa berhamburan keluar tenda.

Seperti yang terlihat di SD VI Inti Lolu yang terletak di bilangan jalan RA Kartini Palu Timur, siswa dan guru keluar karena masih trauma dengan gempa magnitudo 7,4 pada 28 September 2018 yang memporak-porandakan bangunan dan perekonomian masyarakat dan menelan korban jiwa ribuan orang.

Dikutip dari Antara, suasana sama juga terlihat di SD II Lolu berdekatan dengan SD VI tersebut. Guru dan siswa juga berhamburan keluar saat gempa.

Bahkan, pihak sekolah langsung menginstruksikan siswa untuk pulang lebih awal ke rumah. Hingga kini siswa-siswa di Palu dan Kabupaten Sigi masih belajar di tenda-tenda bantuan dari pemerintah Indonesia dan juga Unicef salah satu bidang di Perseritakan Bangsa Bangsa (PBB).

Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan lokasi pusat gempa berada di Teluk Palu, 11 km arah utara Palu pada koordinat 0,80 LS - 119,86 BT dengan kedalaman 5 km. Ditinjau dari lokasi episentrum dan kedalaman sumber gempa, penyebab lindu diperkirakan akibat aktifitas sesar Palu Koro.

Getaran gempabumi diperkirakan dirasakan pada skala III-IV MMI di Palu, dan daerah disekitarnya yang berdekatan dengan lokasi sumber gempabumi.

Pada skala ini digambarkan getaran dirasakan oleh orang banyak tetapi tidak menimbulkan kerusakan, benda-benda ringan yang digantung bergoyang, jendela kaca bergetar, kata Cahyo Nugroho, Kepala Stasiun Geofisika Klas I Palu.

Berdasarkan informasi masyarakat yang diterima di BMKG, getaran gempabumi dirasakan lemah-sedang (II SIG BMKG / III-IV MMI) di Palu.

Terkait dengan peristiwa gempa bumi tersebut, masyarakat disekitar lokasi sumber gempabumi diimbau tetap tenang mengingat gempa bumi yang terjadi berkekuatan relatif kecil dan tidak berdampak merusak.

sumber: Liputan6.com

BMKG Pasang 20 Sensor Gempa Portabel di Pulau Sulawesi

https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20181017/bc-60f0c74917e2d40170320992e61c5385_600x400.jpg

Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dam Geofisika (BMKG) memasang 20 sensor gempa atau seismograf portabel di Sulawesi. Pemasangan alat ini tak lain untuk mengamati aktivitas seismik di pulau tersebut.

"Sensor dipasang untuk mendapatkan data akurat terkait aktivitas seismik di Sulawesi," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Tiar Prasetya di Jakarta, seperti dilansir Antara, Rabu (17/10/2018).

Rincian lokasi sensor portabel itu di antaranya, 1 buah di perbatasan Gorontalo dan Sulawesi Utara, 1 buah di perbatasan Gorontalo dan Sulawesi Tengah, 9 buah di Provinsi Sulawesi Tengah, 5 buah di perbatasan Sulawesi Tengah dengan Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara, 2 buah di Sulawesi Barat, dan 2 buah di Sulawesi Tenggara.

Tiar menjelaskan, sensor portabel tersebut digunakan untuk mendukung data sensor yang sudah ada sebelumnya, yakni sebanyak 15 unit yang tersebar di seluruh Sulawesi.

Sebagian besar sensor portabel tersebut dipasang di Sulawesi Tengah yang diguncang gempa bumi bermagnitudo 7,4 sehingga menimbulkan tsunami dan likuefaksi pada Jumat 28 September 2018. Sejak peristiwa tersebut hingga Selasa kemarin BMKG mencatat telah terjadi 543 kali gempa bumi susulan di mana 20 gempa bumi berkekuatan di atas 5 M.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Kamis, 11 Oktober lalu, jumlah korban meninggal dunia mencapai 2.073 jiwa. Proses pencarian korban meninggal sendiri telah dihentikan pada Jumat, 12 Oktober 2018 sesuai dengan prosedur standar Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).

Prosedur baku menetapkan, pencarian korban bencana berlangsung selama tujuh hari dengan perpanjangan tiga hari. Pencarian dan pertolongan korban gempa, tsunami dan likuefaksi di Sulawesi Tengah sendiri memakan waktu 14 hari.

Sementara itu, masa tanggap darurat bencana di Sulawesi Tengah diperpanjang 14 hari terhitung mulai Sabtu, 13 Oktober 2018 hingga Jumat, 26 Oktober 2018.

Liputan6.com

More Articles ...