logo2

ugm-logo

Citra Satelit Amblesan Tanah akibat Gempa di Palu dan Sigi

Citra satelit amblesan tanah di Palu (Foto: LAPAN)

Jakarta - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) kembali merilis data satelit penginderaan jauh dampak kerusakan gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng), secara khusus di Palu dan Sigi.

Dalam siaran persnya, Kamis (4/10/2018) LAPAN bersama ITB dan AIT Thailand menghitung kerusakan di dua amblesan akibat gempa di Kota Palu. Dua amblesan yang dimaksud berada di wilayah Petobo (Kota Palu) dan Jono Oge (Kabupaten Sigi).

Data Satelit Penginderaan Jauh yang digunakan adalah data Pleiades tanggal 6 Juli 2018, data satelit Sentinel 2 tanggal 17 September 2018 (Sebelum Gempa), dan 2 Oktober 2018 (Setelah Gempa).

Menurut Kepala Bagian Humas LAPAN Jasyanto, data Sentinel 2 merupakan data satelit milik Uni Eropa yang dapat diunduh secara bebas. Data Sentinel 2 memiliki resolusi spasial 10 m. Data Sentinel 2 digunakan untuk delineasi luas wilayah amblesan sedangkan data Pleiades digunakan untuk identifikasi kerusakan bangunan.

 

Amblesan Tanah akibat Gempa di Palu dan Sigi Dilihat dari AntariksaCitra satelit amblesan tanah Palu (Foto: LAPAN)

"Berdasarkan metode visual interpretation diperoleh, luasan area amblesan di Petobo adalah 180 Ha dengan bangunan rusak sejumlah 2.050 dan kemungkinan rusak 168 bangunan," ujarnya.

Sedangkan, luas amblesan di Jono Oge adalah 202 Ha dengan bangunan rusak 366 dan kemungkinan rusak adalah 23 bangunan. "Walaupun luasan amblesan di Jono Oge lebih luas tetapi karena pemukiman jarang maka kerusakan bangunannya lebih sedikit."

 

Amblesan Tanah akibat Gempa di Palu dan Sigi Dilihat dari AntariksaCitra satelit amblesan tanah Sigi (Foto: LAPAN)

Dikatakan Jasyanto, saat ini tim akan terus menyisir jumlah kerusakan dengan data satelit penginderaan jauh dari berbagai sumber, baik dari Stasiun Bumi Parepare milik LAPAN maupun dari komunitas internasional.

Aktivitas Seismik di Indonesia Timur Meningkat Sejak Gempa Lombok

Aktivitas Seismik di Indonesia Timur Meningkat Sejak Gempa Lombok

Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan aktivitas seismik di wilayah Indonesia Timur meninggkat tajam. BMKG menyebut peningkatan itu sejak terjadinya gempa di Lombok beberapa waktu lalu.

"Sejak gempa Lombok aktivitas seismik di Indonesia timur meningkat tajam," kata Kepala Bidang Informasi Gempa bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono di Kantor BNPB, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (4/10/2018).

Namun, menurut Daryono, hingga saat ini belum ada teknologi atau alat yang bisa memprediksi datangnya gempa tersebut.

"Tapi hingga saat ini belum ada teknologi yang bisa prediksi tepat dan akurat kapan, dimana, besaran gempa itu terjadi," imbuhnya.

Dia juga belum memastikan apakah peristiwa gempa di satu daerah bisa memicu gempa di daerah lain. Sebab, menurutnya belum ada ilmu yang bisa menjelaskan terkait perambatan gempa tersebut.

"Konteks saling picu itu baru dapat terjadi bila berada di segmen yang berdekatan, jadi kalau beda sumber gempa, hingga saat ini belum bisa dijelaskan karena belum ada ilmu yang menjelaskan secara empirik adanya perambatan," ujarnya.

Dia menambahkan bila terjadi gempa yang hampir bersama kemungkinan itu hanya kebetulan saja. Sebab, Indonesia memiliki 6 zona subduksi aktif dengan 265 sesar aktif.

"Itu hanya kebetulan bersama saja, di Indonesia memang banyak sumber gempa. Kita memiliki 6 zona subduksi aktif. Dari 6 itu dibagi 16 segmen dan sesar aktif yang baru dikenali ada 295. Kalau ada gempa yang saling berdekatan itu bukan berarti saling picu dan merambat tapi memang sumber gempa itu miliki medan akumilasi stress sendiri, maksimum, kapan pecahnya sendiri, itu yang harus kita pahami," jelasnya.
(ibh/rvk)

More Articles ...