logo2

ugm-logo

BMKG: Wilayah Jakarta Belum Aman dari Gempa

JAKARTA - Kepala Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan jika wilayah Jakarta bukan wilayah aman dari gempa.

Menurut Daryono "mesin pembangkit" gempa di Jakarta dapat melalui sesar Lembang, Sesar Baribis, Sesar Simandiri, Sesar Megatras Barat, maupun Sesar Selat Sunda.

Dari tahun 1699 hingga sekitar tahun 1700an ada setidaknya tiga gempa yang telah memporak-porandakan Jakarta.

"Artinya Jakarta pernah rusak karena gempa, siap yang bilang Jakarta aman itu tidak tepat karena historinya ada, pembakit gempa Jakarta itu bisa sesar Lembang, sesar baribis, bisa simandiri, atau megatras barat, atau selat Sunda, jadi ada banyak ada lima," kata Daryono di Graha BNPB, Jakarta Timur, Kamis (4/10/2018).

Untuk itu Daryono mengatakan sudah waktunya wilayah Jakarta mulai melakukan edukasi gempa.

Seprti ontoh terjadinya gempa di Jakarta pada Januari 2018. Gempa tersebut, sebut Daryono merupakan satu peringatan agar masyarakat harus meningkatkan tingkat kewaspadaanya.

"Kalian merasakan awal Januari gempa yang gede, itu sebenarnya ya peringatan, supaya kita sadar," ujar Daryono.

Selain itu Daryono menyebut perlu ada audit atau peninjauan kembali soal bangunan yang ada di Jakarta.

Dalam artian, perlu melihat, apakah struktur bangunan memenuhi standar kelayakan tahan gempa atau tidak.

"Apakah rumah bertingkat ini ada jalur evakuasi, apakah strukturnya memenuhi standar gempa, apakah ada perangkat dalam penyelamatan gempa," ujar Daryono. 

sumber: Tribunnews.com

Penanganan Bencana Gempa Palu yang Dirumitkan Aksi Penjarahan

disaster plan

Aksi penjarahan marak terjadi setelah tsunami dan gempa di Sulawesi Tengah (Sulteng). Skala bencana yang di luar dugaan, lumpuhnya roda pemerintahan lokal, kelambanan penyaluran bantuan, dan pernyataan pemerintah yang memberi kesan warga boleh mengambil makanan dan kebutuhan pokok di toko memicu penjarahan meluas. Tak ada pilihan, bantuan harus bergerak lebih cepat dan tatanan hukum harus tetap berjalan agar bencana tidak memicu krisis sosial.

Data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sampai Rabu (3/10) siang, jumlah korban tewas mencapai 1.407 jiwa. Rinciannya, 1.177 korban meninggal di wilayah Kota Palu, 153 korban ditemukan di Kabupaten Donggala, 65 di Kabupaten Sigi, dan 12 di Kabupaten Parigi Moutong. Baru 519 jenazah yang sudah dimakamkan.

Jumlah korban tewas masih akan terus bertambah. Sebab, menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, ada 113 orang yang dinyatakan hilang dan 152 orang yang teridentifikasi tertimbun. Ini di luar jumlah korban yang diduga tertimbun di Petobo, Sigi, Balaroa, dan daerah lain. Jumlah mereka yang hilang dan tertimbun diperkirakan mencapai ribuan orang.

Sementara 70.821 orang kini hidup di alam terbuka dan menjadi pengungsi lantaran tempat tinggal mereka hancur. Mayoritas mereka terkonsentrasi di 141 titik pelayanan pengungsi yang tersebar di beberapa wilayah. Kondisi mereka memprihatinkan karena kekurangan makanan, air bersih, obat-obatan, tenda, dan pelayanan medis.

Kondisi ini menyebabkan terjadi aksi penjarahan di berbagai tempat, fenomena yang jarang sekali muncul dalam situasi bencana di daerah lain sebelumnya. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey, pengambilan barang di gerai ritel modern di Palu, sampai Minggu (30/9), sudah terjadi di 41 titik, mayoritas adalah gerai minimarket. Penjarahan memang banyak terjadi di Palu, salah satu wilayah yang paling parah terkena dampak bencana.

Warga juga menjarah Stasiun Pengisian Bahan-bakar Umum (SPBU). Di SPBU Jalan Pue Bongo, Kota Palu, sebagaimana dilaporkan Kompas.com, ratusan orang melakukan penjarahan bensin. Mereka datang membawa jeriken dan memanjat truk tangki. Ada pula yang menyedot minyak dari tangki penyimpanan bawah tanah dengan menggunakan selang. Lainnya bahkan membuka paksa gas elpiji yang tersegel dengan rantai.

Logistik yang hendak didistribusikan juga menjadi incaran penjarahan. Iring-iringan truk bantuan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) misalnya, dijarah di wilayah perbatasan provinsi ketika hendak disalurkan ke Donggala, Selasa (2/10). Menurut Gubernur Sulbar Ali Baal Masdar, warga berdalih mereka juga memerlukan makanan. Untuk menghindari kejadian serupa, bantuan berikutnya akan disalurkan melalui jalur laut.

Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menjelaskan, pada hari-hari awal pasca gempa, bantuan logistik memang terhambat masuk karena infrastruktur yang rusak dan kendala jarak. Penjarahan bahan makanan dan barang kebutuhan pokok akhirnya tak terhindarkan. Namun, polisi bertindak tegas ketika aksi penjarahan meluas.

Menurutnya, polisi sudah mencegah penjarahan toko-toko elektronik di Palu dan pusat perbelanjaan Transmart. Polisi juga sudah menggagalkan setidaknya lima upaya pencurian uang dari mesin anjungan tunai mandiri (ATM). Sebagian pelaku ternyata penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Petobo yang ramai-ramai kabur saat terjadi gempa.

Untuk mencegah peristiwa serupa, personel polisi telah disiagakan menjaga pusat-pusat perniagaan. Rencananya, Mabes Polri akan mengirimkan sekitar 1.400 personel tambahan dari Polda Sulawesi Utara (Sulut), Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulbar, Gorontalo dan Mabes Polri untuk membantu mengamankan wilayah bencana.

Meluasnya penjarahan ini pada gilirannya juga punya dampak menghambat penyaluran bantuan. Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta mengatakan, banyak perusahaan anggota Aprindo menyalurkan bantuan secara langsung maupun lewat organisasi seperti Palang Merah Indonesia (PMI). Namun, mereka khawatir bantuan dijarah sebelum bisa disalurkan kepada mereka yang memerlukan.

Warga di provinsi lain di Sulawesi yang ingin mengirim langsung bantuan ke saudaranya yang ada di Sulteng juga khawatir bantuan mereka dicegat di tengah jalan. Sementara korban di lokasi bencana, karena khawatir dengan aksi penjarahan, mereka memilih bertahan di rumahnya yang sebenarnya sudah rusak karena khawatir harta bendanya dijarah orang.

Situasi yang tidak menentu ini juga membuat sebagian warga memilih untuk meninggalkan Palu. Mereka memenuhi bandara dan mencoba naik ke pesawat angkut militer yang membawa bantuan karena kekhawatiran akan adanya gempa susulan, ketiadaan logistik, dan kekhawatiran terhadap masalah keamanan.

Dalam masalah penjarahan, Roy menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan arogan dengan memberikan izin bagi masyarakat untuk mengambil barang di toko ritel yang ada di Palu dan Donggala tanpa koordinasi lebih dahulu dengan pemilik usaha, atau manajemen, maupun menghubungi Aprindo sebagai asosiasi pengusaha toko modern.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Wiranto dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memang menyatakan, warga bisa mengambil makanan di sejumlah mini market. Pemerintah nanti yang akan membayar. "Kami bijaksanakan daripada terjadi penjarahan liar, lebih baik kami buka saja minimarket, diambil barangnya nanti diganti dengan uang,” kata Wiranto.

Masalahnya, pernyataan pemerintah yang multitafsir tersebut dipahami sebagai suatu izin, bahwa ketika warga mengambil barang di toko setelah bencana, itu menjadi hal yang dapat dimaklumi. Padahal, pengusaha ritel selama ini sudah turut berkontribusi dalam memberikan bantuan setiap terjadi bencana, seperti gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Belakangan, Tjahjo malah menyatakan, pernyataan pemerintah disalahpahami oleh media. Menurutnya, pemerintah tidak pernah mempersilakan warga mengambil makanan dan minuman. Yang ada, pemerintah meminta pemerintah daerah untuk memfasilitasi pembelian minuman dan makanan di toko yang menjual, yang lalu dibagikan secara gratis kepada para pengungsi.

Problemnya, roda pemerintahan daerah sudah lumpuh akibat skala dampak bencana yang masif. Dan ini tampaknya sudah disadari oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Menurut Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar, Kemendagri akan menerjunkan tim untuk menangani lumpuhnya roda pemerintahan daerah di Donggala dan Palu. Tim akan memberikan pendampingan pemberian pelayanan darurat ke masyarakat.

Mendagri juga telah merilis surat edaran untuk daerah yang terkena bencana. Inti edarannya adalah, dalam kondisi daerah mengalami bencana, pemerintah daerah bisa untuk menggunakan dana anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk keadaan darurat.

Pakar kriminologi dari Universitas Indonesia (UI) Purniati menilai, pemerintah punya tanggung jawab untuk memberi bantuan, bukan mengizinkan orang mengambil barang dengan alasan kondisi darurat. "Izin" pemerintah untuk mengambil barang menjadi preseden buruk lantaran mendorong problem semakin tak terkendali.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid menilai aksi penjarahan menunjukkan adanya problem dalam penanganan bencana yang belum bisa sepenuhnya menjangkau korban. Karena itu, tidak ada pilihan, penyaluran bantuan harus bergerak lebih cepat lagi agar masalah penjarahan tidak meluas.

sumber: katadata.com

More Articles ...