logo2

ugm-logo

OJK Terbitkan Kebijakan Khusus Perbankan di Daerah Terdampak Bencana

JAKARTA, KOMPAS.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan kebijakan khusus perbankan untuk daerah yang terdampak bencana alam seperti gempa bumi maupun banjir bandang, yakni Kabupaten Pidie Jaya, Kota Bima, dan Kabupaten Karo.

Upaya ini dilakukan untuk mempercepat pemulihan kinerja perbankan dan kondisi perekonomian pasca bencana alam tersebut.

Dalam pernyataannya, Rabu (25/1/2017), OJK mengeluarkan kebijakan dengan menetapkan Kabupaten Pidie Jaya, Aceh dan Kota Bima, NTB sebagai daerah yang memerlukan perlakuan khusus terhadap kredit bank yang berlaku selama tiga tahun terhitung sejak tanggal 20 Januari 2017 dan ditetapkan melalui Keputusan Dewan Komisioner.

“Selain itu, OJK juga memberikan perpanjangan jangka waktu atas penetapan beberapa kecamatan di Kabupaten Karo sebagai daerah yang memerlukan perlakuan khusus terhadap kredit bank selama 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal 22 Januari 2017,” ungkap Deputi Komisioner Pengawas Perbankan 1A Mulya Siregar.

Adapun kecamatan di Kabupaten Karo yang ditetapkan untuk diperpanjang sebagai daerah perlakuan khusus terhadap kredit yaitu Kecamatan Payung, Kecamatan Nawantran, Kecamatan Simpang Ampat dan Kecamatan Tiganderket.

Perlakuan khusus terhadap kredit Bank mengacu pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/15/PBI/2006 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit Bank Bagi Daerah-Daerah Tertentu yang Terkena Bencana Alam.

Perlakuan khusus ini meliputi penilaian kualitas kredit, berupa penetapan kualitas kredit dengan plafon maksimal Rp 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar.

Sementara itu bagi kredit dengan plafon di atas Rp 5 miliar, penetapan Kualitas Aset tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku, yaitu PBI No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.

Aspek lain adalah kualitas Kredit yang direstrukturisasi, yakni kualitas Kredit bagi Bank Umum maupun BPR yang direstrukturisasi akibat bencana alam ditetapkan Lancar sejak restrukturisasi sampai dengan jangka waktu sesuai Keputusan Dewan Komisioner.

Restrukturisasi Kredit tersebut di atas dapat dilakukan terhadap Kredit yang disalurkan baik sebelum maupun sesudah terjadinya bencana.

Selain itu, ada pula aspek pemberian Kredit Baru terhadap Debitur yang Terkena Dampak, yakni bank dapat memberikan Kredit baru bagi debitur yang terkena dampak bencana alam.

Penetapan Kualitas Kredit baru tersebut di atas dilakukan secara terpisah dengan Kualitas Kredit yang telah ada sebelumnya.

Pemberlakuan untuk bank syariah adalah berupa perlakuan khusus terhadap daerah yang terkena bencana alam berlaku bagi penyedia dana berdasarkan prinsip syariah yang mencakup pembiayaan (mudharabah dan musyarakah), piutang (murabahah, salam, istisna), sewa (ijarah), pinjaman (qardh), dan penyediaan dana lain.

Dana Bencana untuk Majalengka Sulit Diakses

MAJALENGKA – Intensitas bencana alam yang meningkat di awal tahun 2017, tidak dapat langsung di-backup lewat dana cadangan bencan alam. Hal itu karena Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2017 belum bisa dieksekusi. Walau sudah bisa diserap, mekanisme pencairannya cukup ribet.

Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Majalengka, Ali Imron AMd menyebutkan dana tidak terduga dalam RAPBD 2017 dianggarkan Rp2 miliar. Salah satu kegunaannya untuk mem-backup upaya darurat ketika terjadi bencana alam dan bencana sosial di Kabupaten Majalengka.

Namun setiap tahunnya penyerapan dana tersebut tidak optimal karena mekanisme pencairannya sangat kompleks. Sehingga ketika terjadi bencana alam di Kabupaten Majalengka dana tersebut tidak otomatis dicairkan, karena perlu sejumlah syarat yang menjadi kewenangan kepala daerah.

“Selama ini penyerapan dana belanja tidak terduga itu tidak optimal. Dana darurat selama ini baru bisa dicairkan kalau bencananya dinyatakan darurat, baru dinas terkait mengajukan rekomendasi ke kepala daerah untuk mengeluarkan SK dan memerintahkan pencairan,” ungkapnya, Selasa (24/1).

Salah satu contoh kasus tahun anggaran 2016 lalu dianggarkan Rp1,5 miliar. Informasinya penyerapan dana tersebut minim karena mekanismenya sulit. “Katanya tahun lalu penyerapanya nihil, tapi akan kita minta data fix realisasinya,” tuturnya.

Dia mengaku setiap tahun pihaknya sudah berupaya mengalihkan pos dana kedaruratan bencana alam tersebut ke leading sector terkait, yakni Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) agar mekanisme pencairan bisa lebih cepat dan simpel. Tapi hal itu terbentur aturan yang menyatakan dana tersebut mesti disimpan di kode rekening belanja tidak terduga.

Ketua Komisi III Liling Alimukti SSos menyebutkan, dalam hasil evaluasi gubernur dana tidak terduga tersebut juga mendapat sorotan dan catatan. Gubernur menyatakan penanggarannya agar memperhatikan potensi bencana alam di Kabupaten Majalengka sepanjang 2017, serta membandingkan secara rasional realisasi penyerapan anggaran serupa di tahun 2016.

“Dalam RAPBD 2017 memang ada anggaran namanya dana belanja tidak terduga sebesar Rp2 miliar. Itu menjadi salah satu sorotan evaluasi Gubernur. Pertanyaannya apakah dana tersebut cukup untuk diserap menanggulangi kebutuhan tanggap darurat bencana alam, atau justru dianggarkan terlalu besar,” ujar dia.

Apalagi melihat potensi dan peristiwa bencana alam yang terjadi di awal tahun 2017 intensitasnya sangat tinggi. Sehingga dikhawatirkan anggaran yang tersedia itu tidak akan habis di awal-awal, jika disalurkan dan direalisasikan untuk menangani bencana alam dan sejenisnya.

Dana tersebut pemanfaatanya lebih ke penyediaan sarana prasarana atau infrastruktur rekonstruksi maupun rehabilitasi penanggulangan bencana alam. Sedangkan untuk penyediaan logistik dan penanganan bencana alam biasanya tersedia di Dinas Sosial. (azs)

More Articles ...