logo2

ugm-logo

Bencana Lagi, Kita Bagai tak Punya Antisipasi

Bencana Lagi, Kita Bagai tak Punya Antisipasi

Bencana demi bencana terus mengepung Aceh. Ketika trauma gempa Pidie Jaya belum lagi pulih, kini masyarakat Aceh di beberapa wilayah harus berhadapan dengan bencana banjir, tanah longsor, dan puting beliung sejak dua hari terakhir.

Sebagaimana diberitakan Harian Serambi Indonesia kemarin, puting beliung menerjang Aceh Timur dan Aceh Utara. Sedikitnya 192 rumah yang tersebar dalam lima kecamatan di kedua kabupaten bertetangga itu rusak.

Tercatat 19 gampong dalam tiga kecamatan di Aceh Timur diterjang puting beliung pada Jumat (6/1) pukul 16.00 WIB. Total warga yang terkena imbasnya 683 jiwa. Sebanyak 38 jiwa mengungsi.3

Selain itu, banjir di barat selatan Aceh terus meluas. Di Aceh Barat 54 dari 320 desa terendam. Warga yang terdampak banjir mencapai 14.184 jiwa. Satu warga Meugo Cut, Kecamatan Panton Reu, Aceh Barat, bahkan hilang terseret banjir dan tiga hari kemudian ditemukan tewas, Sabtu (7/1).

Banjir juga meluas di Aceh Selatan sehinga merendam puluhan desa dalam tujuh kecamatan, yaitu Kluet Tengah, Kluet Utara, Kluet Selatan, Kota Bahagia, Trumon, Trumon Tengah, dan Trumon Timur. Banjir bandang juga menerjang Ujong Batee, Aceh Besar, Sabtu siang, sehingga lintas Banda Aceh-Krueng Raya terputus.

Tentu saja hati kita miris mendengar berita tentang bencana alam sebanyak itu hanya dalam dua hari. Memang, di antara bencana itu ada yang berada di luar kuasa dan intervensi manusia, yakni angin puting beliung. Namun, kita sebetulnya punya lembaga yang mampu mendeteksi dan memprediksi akan datangnya angin puyuh tersebut, yakni Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Informasi tentang puting beliung seharusnya disampaikan lebih awal kepada warga di lokasi terpaan supaya warga siap siaga, sebagaimana sering dilakukan oleh Badan Ramalam Cuaca Amerika terhadap prakiraan akan datangnya badai katrina, tornado, twister, dan hurracane.

Nah, kerusakan yang cukup masif di Aceh Utara dan Aceh Timur itu mungkin bisa diperkecil jika informasi tentang akan adanya puting beliung disampaikan beberapa jam sebelumnya. Sehingga tersedia waktu bagi warga, misalnya, untuk mengencangkan atap rumahnya yang mungkin tak lagi ketat pakunya atau pemasangan pagu, kuda-kuda, dan tolak anginnya selama ini longgar.

Di luar peristiwa puting beliung tersebut, banjir sebetulnya adalah jenis bencana alam yang bisa diprediksi datangnya. Jika curah hujan tinggi, sungai dangkal, dan penebangan pohon merajalela tanpa langkah reboisasi, maka banjir pastilah terjadi. Bukan saja di musim kemarau, terlebih di musim penghujan.

Nah, bulan Januari ini hingga medio Februari mendatang adalah puncak curah hujan, berdasarkan prediksi BMKG. Lantas, apa yang sudah kita persiapkan untuk antisipasi banjir? Adakah waduk, tando, atau bahkan kanal pencegah banjir yang disiapkan Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota dalam setahun terakhir? Jawabnya, nihil! Di Jakarta, pemerintahnya sangat serius mengantisipasi banjir, tapi kita di Aceh seolah menerimanya hanya sebagai takdir tahunan. Bahkan, warga Singkil dalam setahun seolah wajib menerima banjir empat kali, warga Lhoksukon dan Tangse setidaknya dua kali dalam setahun.

Kita bagai keledai yang jatuh pada lubang yang sama dalam urusan banjir, banjir bandang, dan tanah longsor ini. Betapa besar kerugian yang diderita masyarakat dan pemerintah karena bencana yang terus berulang ini. Walhi Aceh sudah menghitung, sepanjang tahun 2016 lalu, kerugian akibat bencana alam di Aceh sedikitnya Rp 2,3 triliun. Ini angka yang tidak kecil, karena mencapai 15% dari APBD Aceh yang totalnya Rp 12 triliun lebih.

Oleh karenanya, mumpung belum terlalu terlambat, dalam artian belum seluruh Aceh tenggelam oleh banjir dan tanah longsor, maka Plt Gubernur Aceh saat ini perlu bertindak antisipatif. Bangun waduk, tando, dan kanal si tempat yang seharusnya dan galakkan reboisasi di seluruh Aceh. Sudah saatnya APBA tahun ini pro pencegahan bencana untuk mengurangi derita Aceh yang terus terulang!

sumber: http://aceh.tribunnews.com

Bencana Alam Repotkan Berbagai Daerah di Awal Tahun

Liputan6.com, Brebes - Awal 2017 diwarnai banyak bencana alam yang melanda warga di Tanah Air. Hal ini karena cuaca buruk yang terjadi pada bulan Januari ini. Tingginya intensitas hujan berpotensi munculnya bencana alam tersebut.

Hal ini sudah disampaikan pihak Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Karena itu, penduduk Indonesia sepatutnya waspada. Apalagi mengingat Indonesia sebagai negara yang rawan bencana.

Berikut bencana alam yang sudah terjadi dalam tiga hari di awal tahun ini:

1. Cuaca Buruk, Bencana Warnai Awal 2017 di Brebes

Hujan deras disertai angin kencang dan petir yang mengguyur wilayah Brebes, Jawa Tengah, dan sekitarnya pada Minggu, 1 Januari 2017, mengakibatkan ratusan rumah terendam banjir. Ada satu rumah warga tersambar petir dan ruas jalan provinsi ambles.

Satu rumah milik seorang janda dua anak bernama Darni (66) di Desa Pulosari, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, tersambar petir. Saat petir menyambar, Darni mengaku tengah tidur di ranjang dekat dapur, sementara dua anak beserta keluarganya tengah berekreasi di Pantai Randu Sanga.

Sementara itu, ratusan rumah warga di Desa Bojongsari, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, terendam banjir di awal tahun 2017. Banjir terjadi akibat meluapnya air Sungai Cisanggarung, setelah hujan deras mengguyur wilayah itu seharian penuh.

Tidak hanya itu, bagi pengguna jalan yang akan melintasi jalur Provinsi Jawa Tengah, yakni jalur Banjarharjo-Salem, Kabupaten Brebes, diimbau untuk ekstra hati-hati.

Pasalnya, saat ini kondisi badan jalan tersebut. Tepatnya di sebelah selatan Desa Sindangheula (daerah Kemancing) ambles akibat diguyur hujan deras pada Sabtu, 31 Desember 2016.

Ratusan Rumah di Losari Terendam Banjir

Sementara itu, ratusan rumah warga di Desa Bojongsari, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, terendam banjir di awal tahun 2017 ini. Banjir terjadi akibat meluapnya air Sungai Cisanggarung, setelah hujan deras mengguyur wilayah itu seharian penuh.

Selain di Desa Bojongsari, hujan deras juga menyebabkan banjir di beberapa wilayah di Kabupaten Brebes. Kepala Desa (Kades) Bojongsari, Kecamatan Losari, Kojin mengatakan, Sungai Cisanggarung yang menjadi batas wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat itu mulai meluap sejak Sabtu malam.

Kojin menambahkan, luapan sungai menyebabkan ratusan rumah di tiga pedukuhan di wilayahnya terendam banjir. Diantaranya, di Dukuh Bojongsari 1, Dukuh Bojongsari 2, dan Dukuh Bantarsari.

"Hingga saat ini data yang kami terima, di Dukuh Bojongsari 1 ada sebanyak 100 rumah yang terendam dan di Dukuh Bojongsari 2 serta Dukuh Bantarsari ada sebanyak 23 rumah," ucap Kojin.

Sedangkan, ketinggian air yang masuk ke rumah warga itu rata-rata mencapai 30 sentimeter. Untuk mengantisipasi air masuk lebih tinggi, warga membuat tanggul buatan di sekitar rumahnya. 

Saat ini, banjir yang merendam rumah warga telah surut. Warga mulai membersihkan rumahnya dari sisa banjir.

"Air sudah mulai surut karena dari limpasan Sungai Cisanggarung," kata dia.

Akibat peristiwa banjir itu, pihaknya meminta Pemkab untuk membuat tanggul permanen di sungai tersebut. Apalagi, banyak rumah penduduk di desanya yang langsung berbatasan dengan tanggul sungai sehingga rawan terkena banjir.

Sementara, Plt Camat Losari Subagiyo mengatakan, Desa Bojongsari memang daerah rawan banjir. Selain Bojongsari, Desa Babakan di kecamatannya juga rawan banjir karena berdekatan dengan Sungai Cisanggarung.

"Ya kalau tidak segera dibuat tanggul, maka akan mengancam desa lain. Saya berharap pemerintah untuk segera membuat tanggul darurat. Untuk sementara ini, warga membuat tanggul pasir di bantaran sungai Cisanggarung," ucap Subagiyo.

Jalur Provinsi Banjarharjo-Salem Ambles

Bagi pengguna jalan yang akan melintasi jalur Provinsi Jawa Tengah, yakni jalur Banjarharjo-Salem, Kabupaten Brebes, diimbau untuk ekstra hati-hati.

Pasalnya, saat ini kondisi badan jalan tersebut. Tepatnya di sebelah selatan Desa Sindangheula (daerah Kemancing) ambles akibat diguyur hujan deras pada Sabtu malam kemarin.

"Jalan provinsi ini adalah jalur satu-satunya, tidak ada jalur altenatif lainnya. Kalaupun ada, pengguna jalan, khususnya bagi warga Desa Salem hendak ke Brebes, maka harus melewati atau muter lebih dari 40 kilometer ke puncak Lio, Salem kemudian menuju ke Sumiati (Bumiayu)," ucap Heri, warga Banjarharjo Brebes Jateng.

Ia menambahkan, jika hujan deras kembali mengguyur, akan sangat membahayakan keselamatan warga setempat dan pengguna jalan yang hendak melintasinya.

"Lha, kan apalagi kalau sampai putus, jelas akan sangat membahayakan sekali," kata dia.

Sementara itu, Kapolsek Banjarharjo AKP Kamal Hasan mengatakan, badan jalan tersebut ambles sekitar 46 meter, lebar 5 meter dengan kedalaman sekitar 2,60 meter.

Kamal menerangkan, tidak ada korban jiwa dari kejadian yang diakibatkan intensitas curah hujan yang tinggi tersebut. Namun, kerugian ditaksir sekitar Rp 80 juta.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, jajaran kepolisiannya telah memasang pagar betis dari bambu dan rambu peringatan demi keselamatan pengguna jalan.

"Selain itu, kami juga sudah berkoordinasi dengan pihak terkait, khususnya PU Bina Marga Provinsi Jateng agar segera mengambil tindakan, yakni perbaikan," imbuh dia.

Sebelumnya, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Brebes Eko Andalas mengatakan ada sembilan kecamatan di Brebes yang rawan bencana tanah bergerak.

"Saya minta warga untuk waspada," ucap Eko Andalas.

Ia menyebutkan sembilan kecamatan itu adalah Sirampog, Salem, Bantarkawung, Bumiayu, Paguyangan, Tonjong, Larangan, Ketanggungan, dan Banjarharjo.

Menurut dia, kerawanan itu berdasarkan pemetaan yang dilakukan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pada 2015 lalu. Kepada warga yang berada di wilayah perbukitan diminta untuk waspada pada saat musim penghujan ini.

More Articles ...