logo2

ugm-logo

Kerugian Bencana Alam di Jabar Capai Rp 20 Miliar

Sukabumi - Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, selama Januari sampai April 2015, kerugian akibat bencana alam yang terjadi di berbagai wilayah mencapai Rp20 miliar.

"Angka kerugian pada tahun ini memang sangat tinggi, karena intensitas bencana yang sering bahkan kerusakan bangunan pun sangat banyak," kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Sukabumi, Usman Soesilo di Sukabumi, Minggu (19/4).

Menurut dia, contoh dari sekian banyaknya bencana alam yang terjadi di Kabupaten Sukabumi seperti di Kampung Cimerak, Desa Tegalpanjang, Kecamatan Cireungas yang menewaskan 12 orang dan merusak belasan rumah, serta banjir di Kecamatan Lengkong dan Jampang Tengah juga menyebabkan 30 rumah rusak.

Selain merusak bangunan seperti rumah, bencana juga merusak fasilitas umum lainnya seperti jembatan dan juga merusak pesantren dan puluhan hektare lahan pertanian, seperti di Kecamatan Lengkong total kerugian diperkirakan mencapai Rp2 miliar. Bahkan hampir di waktu bersamaan, bencana angin puting beliung pun merusak puluhan rumah lainnya seperti di Kampung Cibodas, Desa Neglasari, Kecamatan Nyalindung pada 15 April lalu menyebabkan 20 unit rumah rusak.

Kemudian di Desa/Kecamatan Sukabumi pada 17 April bencana angin puting beliung juga menyebabkan 27 rumah rusak. Data kerugian ini merupakan hasil verifikasi tim penanggulangan bencana, belum lagi bencana serupa yang terjadi di beberapa wilayah di Kabupaten Sukabumi yang kerusakannya tidak terlalu parah.

"Bantuan sementara yang pemkab berikan baru berupa makanan siap saja, perlengkapan tidur dan makan yang minimalnya bisa mengurangi beban korban bencana," tambahnya.

Pascaterjadinya bencana alam ini, di sejumlah tempat sudah dilakukan rehabilitasi dan antisipasi terjadinya bencana susulan, seperti di Kampung Cimerak, pihaknya sudah membuat tanggul dan memasang bronjong kawat agar tidak terjadi longsor susulan dari tebing setinggi kurang lebih 30 meter.

Kemudian memasang bronjong kawat di beberapa lokasi rawan banjir, langkah ini diambil untuk meminimalisir terjadinya bencana bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Kemudian yang tidak bisa diantisipasi adalah bencana alam seperti puting beliung dan gempa bumi, namun untuk mengurangi dampak kerugian pihaknya sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana alam tersebut untuk selalu waspada.

"Kami juga sudah menetapkan status siaga II bencana karena potensi terjadi bencana cukup tinggi, apalagi informasi dari BMKG pusat, hujan deras disertai angin berpotensi terjadi sampai Mei mendatang," kata Usman.

Pembangunan Sarana Penanggulangan Bencana Sinabung Terkendala Izin

KARO - Pembangunan sejumlah sarana dan prasarana serta pengerukan jalur aliran lahar dingin di sejumlah titik kawasan terdampak erupsi Sinabung terkendala izin pemilik lahan.

Hal ini  terungkap saat pertemuan perwakilan Kementerian PU Dirjen Sumber Daya Air Satuan Kerja Balai Wilayah Sungai Sumatera II Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air II, dengan Pemkab Karo, Selasa (14/4/2015), di ruang rapat Bupati Karo.

Dalam paparannya, PPK OP SDA II, Arron Lumban Batu kepada Bupati Karo, Terkelin Brahmana, mengatakan, kendala pembangunan kawasan terdampak bencana di lapangan, khususnya di kawasan Kecamatan Tiganderket, yakni tidak diberikannya izin lewat untuk memobilisasi material pembangunan.

Selain itu tempat buangan deposit material  dari dalam sungai bawaan lahar dingin juga tidak tersedia.

“Sungai yang mau digali karena tumpukan material tidak ada buangan. Sisi kiri kanan sungai tidak cukup untk menampung. Sementara  selebihnya endapan deposit yang terbawa arus lahar dingin, tidak diberikan warga di beberapa titik dibuang ke tanah milik  mereka,  di kawasan  aliran Sungai Borus,” ungkap Arron Lumban Batu kepada Terkelin.

Untuk itu, Arron Lumban Batu mengharapkan Pemkab Karo agar bekerjasama dengan pihaknya untuk menyelesaikan  kendala tersebut.

Sehingga pelaksanaan darurat Sinabung I yang dimulai sejak 1 April 2014 lalu, tetap berkesinambungan pada tahap dua (tahun ini).

Sehubungan kurang singkronnya pemahaman antar penduduk dengan program sekiranya bisa disosialisasikan secara bersama.

“Memang ada warga yang datang dan protes, mengapa tidak seluruh  pinggiran sungai diberonjong. Lalu kami jelaskan, kalau kami hanya menangani standar penanganan bencana. Dengan kata lain, hanya pembukaan (normalisasi) dalam situasi bencana. Bukan penyelesaian secara keseluruhan, karena anggaran yang dikucurkan juga terbatas,” kata Arron Lumban Batu.

Dipaparkannya, selama ini pihaknya telah melakukan normalisasi pembukaan alur disejumlah titik hulu dan hilir sungai Lau Borus (jalur aliran lahar dingin), jembatan darurat  di Desa Selandi (jalur evakuasi), dan sejumlah pengerukan dan beronjong di kawasan Jembatan Titi Kambing, Lau Kawar, Desa Jandi Meriah, Guru Kinayan, Batu Karang, dan Gamber/Kutambaru.

Sementara Camat Tiganderket Hendrik Tarigan menyatakan ada kesalahpahaman antara pelaksana dengan masyarakat.

Ketika sosialisasi, pihak perwakilan OP SDA II  menyatakan akan melakukan perbaikan secara menyeluruh. Sehingga warga pemilik lahan segera memberikan persetujuan dan membubuhkan tandatangan.

Namun pada kenyataan dalam pelaksanaaan, tidak sesuai kesepakatan. Oleh karena itulah, sejumlah warga keberatan jika lahannya terkena imbas pengerjaan proyek normalisasi pasca bencana.

Untuk menaggulangi permasalahan yang dihadapi, Bupati Karo Terkelin Brahmana meminta pihak OP SDA II dan Camat Tiganderket untuk kembali melakukan sosialisasi kepada masyarakat, agar program dapat terlaksana.

Sementara itu, pasca hujan deras yang mengguyur puncak Sinabung sekira pukul 15.30 WIB menyebabkan terjadinya terjangan aliran lahar dingin di sejumlah desa di Kecamatan Tiganderket.

Akibatnya, sebuah mobil Suzuki APV BK 1969 GT milik warga sempat hanyut namun berhasil diselamatkan. Namun mesin mobil rusak dan tidak bisa lagi menyala.

Selain itu, salah satu akses jembatan penghubung di Desa Perbaji, Kecamatan Tiganderket amblas pada bagian kanan. Untuk sementara hanya kendaraan roda dua yang dapat melintas menuju desa tersebut.

Sementara di Desa Selandi, sumber air bersih yang digunakan masyarakat setempat tidak dapat lagi dikonsumsi karena telah bercampur lumpur.

More Articles ...