logo2

ugm-logo

BNPB Susun Analisis pada Pembangunan Berisiko Bencana

BOGOR – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Direktorat Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana Kedeputian Bidang Sistem dan Strategi, mengadakan rapat koordinasi penyusunan Panduan Pelaksanaan Analisis Risiko Bencana pada kegiatan / pembangunan berisiko tinggi bencana yang diselenggarakan di Bogor, Jawa Barat pada Selasa (13/9) dan Rabu (14/9).

Pembahasan kali ini menitikberatkan pada penyusunan panduan analisis risiko bencana untuk setiap pembangunan yang mempunyai risiko tinggi, yang dapat menimbulkan bencana, antara lain pengeboran minyak bumi, pembuatan senjata nuklir, pembuangan limbah, kawasan wisata yang berada di darah rawan bencana dan lain sebagainya.

Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Dr. Raditya Jati menyatakan, seiring dengan perkembangan zaman dan pemenuhan hidup manusia, perlu diadakan pembangunan. Perlu diperhatikan apakah akan menimbulkan risiko bencana di kemudian harinya.

“Kita tidak bisa menolak pembangunan, pembangunan akan mendorong investasi. Bila ada pembangunan yang mana akan menimbulkan risiko baru, perlu diperhatikan terkait pengurangan risiko bencananya,” Ucap Raditya saat membuka acara secara virtual, Selasa (13/9).

Bagi wilayah yang memilki risiko tinggi perlu disiapkan mitigasinya, termasuk wilayah pariwisata yang pernah dilanda bencana.

“Termasuk Kawasan Ekonomi Khusus, sangat penting bagaimana upaya mitigasi di wilayah tersebut. Beberapa wilayah pariwisata yang sempat diterjang tsunami dan bencana lainnya dapat dijadikan pembelajaran untuk melakukan antisipasi mitigasi dengan lebih baik,” Tuturnya.

Pada akhir sambutan, dirinya mengungkap analisis risiko bencana ini sebagai salah satu upaya pemerintah untuk melindungi aset dan keberlangsungan hidup masyarakat.

“Tujuan penyusunan ini sebagai upaya dalam melindungi aset pembangunan dan  meminimalisir risiko bencana yang akan terjadi dari dampak kegiatan pembangunan, ” pungkas Raditya.

Pada kesempatan yang sama, Udrekh selaku Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB, menjelaskan bahwa anaisis ini diharapkan sebagai rekomendasi bagi setiap pembangunan yang akan dilakukan wilayah berisiko tinggi.

“Analisis risiko bencana ini sebagai rekomendasi pembangunan dapat dilakukan dengan syarat adanya mitigasi bencna, asuransi bencana dan disosialisasikan kepada masyarakat,” tutup Udrekh.

Kegiatan ini dilakukan secara hybrid dihadiri oleh perwakilan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Kementerian Perindustrian, dan Kementarian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional.


Abdul Muhari, Ph.D.
Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB

Perbaiki Sistem Manajemen Bencana, Kemenkes dan UGM Bentuk AIDHM

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan melalui Pusat Krisis Kesehatan bekerja sama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada (PKMK-UGM) menggelar pertemuan pembentukan ASEAN Institute of Disaster Health Management (AIDHM) pada tanggal 2-3 Juni 2022, di Yogyakarta.

Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil The 15th ASEAN Health Ministrial Meeting (AHMM) Mei 2022 lalu di Nusa Dua, Bali yang menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah AIDHM.

Kepala Pusat Krisis Kesehatan, Dr. dr. Eka Jusup Singka, M.Sc., mengatakan bahwa Kemenkes bersama PKMK-UGM akan membuat suatu proposal yang bertujuan untuk memperbaiki sistem manajemen bencana di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Ia ingin mengubah julukan Indonesia, dari ‘laboratorium bencana’, menjadi ‘negara yang memiliki banyak pengalaman dalam manajemen bencana’.

“Ini adalah upaya kita, sehingga kita harus bekerja lebih bagus lagi, lebih terintegrasi lagi,” kata dr. Eka.

Dalam kesempatan ini dr. Eka juga menyebut bahwa Kemenkes dengan dunia pendidikan, yaitu UGM dan Unsrat, sebagai cikal bakal perkembangan pendekatan pentahelix dalam manajemen bencana.

“Jadi ada NGO (Non-governmental organization) dan akademis. Ada unsur pentahelix dengan akademis. Jadi tidak hanya pekerjaan Kemenkes dan dinas kesehatan saja,” tutur dr. Eka.

Lebih lanjut, Ia menyebut bahwa Kemenkes juga telah membentuk koalisi dengan NGO seperti, Muhammadiyah Disaster Management Center, Pramuka, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Katolik, Persatuan Protestan dan Buda Tzu Chi, yang jumlahnya mencapai 22, sebagai tenaga relawan saat bencana terjadi.

selengkapnya 

https://www.liputan6.com/health/read/4978447/perbaiki-sistem-manajemen-bencana-kemenkes-dan-ugm-bentuk-aidhm

More Articles ...