logo2

ugm-logo

Warga korban bencana alam di Lebak berharap rumah hunian tetap

Masyarakat korban bencana tanah bergerak di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten berharap rumah hunian tetap yang dijanjikan pemerintah daerah hingga segera terealisasi untuk tahap kedua.

"Kami kini sangat mendambakan rumah hunian tetap, karena kondisi tempat tinggalnya sudah terancam roboh, " kata Marhudi (45) warga Rt01/09 Kampung Jampang Cikuning Desa Sidamanik Kabupaten Lebak, Senin.

Kondisi rumah miliknya kini cukup prihatin dan sebagian besar tiang penyangga dan tembok dinding sudah terlepas akibat pergerakan tanah.

Saat ini, warga yang terdampak tanah bergerak sejak tahun 2019 tahap kedua sebanyak 41 kepala keluarga belum direalisasikan pembangunan rumah hunian tetap.

Mereka warga kini sebagian tetap nekat mengisi rumah, meski kondisinya nyaris roboh, sedangkan sebagian lainnya tinggal di tenda pengungsian.

Oleh karena itu, pihaknya bersama warga lainnya berharap pemerintah setempat dapat mengalokasikan dana stimulan untuk pembangunan rumah hunian tetap.

"Kami sejak sepekan terakhir mendirikan tempat tinggal di samping rumah yang nyaris roboh untuk bertahan hidup dengan keluarga, " katanya menjelaskan.

Ketua RT 01/09 Kampung Jampang Cikuning Sidamanik Kabupaten Lebak Sukanta mengatakan saat ini warganya yang belum direlokasi ke tempat yang aman dari ancaman pergerakan tanah tercatat 41 KK.

"Kami minta tahun ini pemerintah setempat dapat merealisasikan rumah hunian tetap karena sudah tiga tahun kondisi mereka menempati kondisi rumah nyaris roboh, " katanya.

Iyan (60) Ketua Rukun Tetangga (RT) di lingkungan Huntara I Cigobang Kabupaten Lebak mengatakan warganya menempati gubuk-gubuk tenda hunian sementara yang dibangun oleh relawan karena belum dibangun rumah hunian tetap.

Masyarakat hingga kini cukup memprihatinkan tinggal di hunian sementara dengan ruangan sekitar 4x4 meter terpaksa tidur bersamaan dengan istri dan anak-anak hingga saling berdesakan dengan ruangan sempit itu.

Warga yang menempati gubuk di Blok Huntara I sekitar 86 kepala keluarga (KK) Cigobang Kecamatan Lebak Gedong terkadang mengalami gangguan kesehatan lingkungan.

"Kami hampir setiap hari menerima laporan warga sakit akibat tinggal di lokasi hunian yang tidak layak huni itu," katanya.

Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak Febby Rizki Pratama mengatakan pemerintah daerah hingga kini terus mengajukan untuk pembangunan rumah hunian tetap yang terdampak bencana pergerakan tanah di Kecamatan Cimarga juga Cikulur.

Tercatat korban bencana pergerakan tanah di Kecamatan Cimarga sebanyak 41 keluarga di Cikulur 48 keluarga.

Selain itu juga ada korban bencana banjir bandang di Kecamatan Lebak Gedong, Cipanas, Sajira dan Curugbitung pada awal 2020 yang berharap mendapat bantuan hunian tetap untuk 378 keluarga.

sumber: elshinta.com

Buat Aplikasi Mitigasi Bencana, Zola Saputra Raih Prestasi di Ajang Esri Young Scholar Award 2022

BANDUNG, itb.ac.id –Mahasiswa Institut Teknologi Bandung dari Program Studi Geodesi dan Geomatika, Zola Saputra, melakukan penelitian terkait edukasi mitigasi bencana melalui aplikasi. Aplikasi tersebut bisa menampilkan informasi dalam bentuk virtual reality. Aplikasi ini juga memungkinkan masyarakat bisa melihat ketinggian tsunami di sekeliling mereka.

 

 

“Kalau ada masyarakat di daerah Pangandaran yang terdampak, mereka juga bisa tahu shelter terdekat mana yang bisa mereka tuju,” jelas Zola terkait hasil risetnya.

Riset dengan judul “MIGAMI (Mitigasi Bencana Tsunami) - An AR&VR Mobile Application using Artificial Intelligence for Tsunami Mitigation” itu berhasil membuat Zola meraih juara 2 (runner up) pada kompetisi Esri Young Scholar Award 2022.

Esri Young Scholar Award merupakan kompetisi yang diadakan oleh perusahaan ESRI, perusahaan yang merupakan penyedia perangkat lunak terkenal seperti ArcGIS, ArcMap, dll. Pada kompetisi ini, Muhammad Faisal Anshory, Mahasiswa Teknik Geodesi dan Geomatika ITB yang meraih juara 1.

Dengan adanya penelitian ini, Zola ingin membuat masyarakat yang resilien akan tsunami dan tangguh ketika ada bencana sejenis. Untuk menjadi tangguh, dibutuhkan pelatihan yang dilakukan terus-menerus. Pelatihan tersebut harus mirip dengan kondisi aslinya. “Jadi, semoga manfaat aplikasi ini bisa diimplementasikan ke masyarakat, dimulai dari Pangandaran. Kalau terbukti berhasil, mungkin bisa dipakai di daerah sekitarnya,” ujarnya.

Uniknya, topik ini merupakan Tugas Akhir dari Zola untuk menuntaskan pendidikan sarjananya. Ibarat pepatah, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Antusiasmenya terkait topik ini berawal dari cerita dosen yang menjelaskan bahwa potensi tsunami di Pangandaran cukup tinggi. Oleh karena itu dia berniat membuat aplikasi mitigasi bencana tersebut.
Ilmu terkait pengembangan aplikasi tidak pernah ia dapat selamat berkuliah. “Jadi topik ini juga jadi keuntungan tersendiri untuk menambah ilmu,” ucap Zola. Kendala dalam presentasi bahasa Inggris cukup membuatnya gerogi. Hal yang pertama baginya melakukan presentasi dalam bahasa Inggris. Tekanan itu bertambah ketika hendak melakukan presentasi di depan para ahli.

Zola berterima kasih pembimbing Dr.rer.nat. Wiwin Windupranata yang telah membimbing penelitiannya itu. Ia juga berpesan kepada semua orang agar mengerjakan suatu hal dengan sepenuh hati dan semangat.

“Sebenarnya tidak ada pekerjaan yang mudah di hidup ini, semuanya pasti butuh perjuangan, walaupun yang kamu usahakan atau gapai itu bisa dibilang sederhana oleh orang lain, tapi kalau kamu bisa jalankan itu dengan sepenuh hati dan semangat, itu bisa menjadi proses menuju hal yang berbuah manis,” pesannya di akhir wawancara.

Reporter : Kevin Agriva Ginting (Teknik Geodesi dan Geomatika, 2020)

 

More Articles ...