logo2

ugm-logo

SNI Kebencanaan untuk acuan bersama penanggulangan bencana

Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Teknis (Komtek) 13-08 Badan Standardisasi Nasional (BSN) Udrekh mengatakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Kebencanaan dapat menjadi acuan standar bersama bagi semua pihak untuk penanggulangan bencana.

"Dengan menggunakan standar acuan yang dituangkan dalam setiap dokumen SNI, akan sangat membantu mencapai standar minimal mutu, kualitas, dan keseragaman barang/jasa yang dihasilkan untuk upaya penanggulangan bencana di daerah terkait," kata Udrekh saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.

Komite Teknis 13-08 merupakan komite teknis yang dibentuk pada 2011 untuk merumuskan dan menyusun SNI di bidang penanggulangan bencana.

Ia menjelaskan pengembangan SNI Kebencanaan terutama dilatarbelakangi oleh kebutuhan terhadap acuan standar minimal para pihak dalam melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Sebanyak 23 SNI terkait kebencanaan dibuat sejak 2011 hingga 2022, dengan satu SNI telah direvisi dan telah terbit yang terbaru yaitu SNI ISO 22301:2019, yang ditetapkan BSN pada 2021.

Sebanyak 23 SNI tersebut meliputi antara lain SNI 7743:2011 Rambu evakuasi tsunami, SNI 7766:2012 Jalur evakuasi tsunami, SNI 8288:2017 Manajemen pelatihan penanggulangan bencana, dan SNI 8357:2017 Desa dan kelurahan tangguh bencana.

SNI 8357:2017 Desa dan kelurahan tangguh bencana menetapkan indikator desa dan kelurahan tangguh bencana yakni memiliki indikator dasar dan hasil.

Indikator dasar antara lain berupa penguatan kualitas dan akses layanan dasar seperti penguatan kualitas layanan dan akses pendidikan formal maupun non formal, layanan kesehatan yang dapat diakses oleh semua masyarakat, serta sarana dan aksesibilitas transportasi.

Sedangkan indikator hasil meliputi antara lain penguatan pengelolaan risiko bencana di mana desa dan kelurahan memiliki hasil kajian wilayah dengan perspektif kebencanaan, pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan risiko bencana, serta kegiatan aksi masyarakat dalam pengelolaan risiko bencana.

SNI-SNI tersebut diharapkan dapat diterapkan di tingkat tapak/daerah dengan melibatkan komunitas atau masyarakat setempat untuk mendukung upaya tanggap bencana dan pengurangan risiko bencana.

Komite Teknis 13-08 memiliki ruang lingkup yang mengacu pada ISO/TC 292, Security and Resilience yaitu Standardisasi bidang keamanan untuk meningkatkan keselamatan dan ketangguhan masyarakat.

Kegiatan pada standar tersebut bertujuan untuk melindungi kehidupan dan penghidupan masyarakat serta lingkungan dari ancaman bencana alam dan non alam, sehingga standar ini dapat dikembangkan mengacu pada standar tentang penanggulangan bencana dan risiko.

Tujuan berikutnya adalah melindungi masyarakat dari bahaya tindakan yang mengancam dan merugikan sehingga tercipta rasa aman, stabil dan bebas dari gangguan fisik dan mental, demikian Udrekh.

BNPB: Kolaborasi dan kesiapsiagaan kunci kurangi kehancuran bencana RI

BNPB: Kolaborasi dan kesiapsiagaan kunci kurangi kehancuran bencana RI

Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan adanya kolaborasi antar pihak dan sikap kesiapsiagaan pada setiap diri individu menjadi kunci utama dalam mengurangi dampak kehancuran akibat bencana di Indonesia.

“Perayaan Idul Fitri menjadi titik awal kita dalam menjalani kehidupan yang berbeda dengan beradaptasi bersama situasi pandemi yang belum berlalu. Semangat berbagi kegotong-royongan, kerelawanan dan spirit kemanusiaan harus tetap terpatri dalam jiwa kita,” kata Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi dalam Webinar “Membangun Kesiapsiagaan yang Kolaboratif” yang diikuti di Jakarta, Rabu.

Prasinta menuturkan tugas pemerintah untuk membangun ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana dan membangun resiliensi, tidak bisa dipisahkan dari membangun sikap kesiapsiagaan.

Sikap tersebut merupakan hal penting yang harus di bangun pada setiap tingkat kelompok masyarakat. Supaya seluruh lapisan masyarakat lebih siap menghadapi bencana, maka diperlukan sebuah strategi yang lebih efektif yakni kolaboratif, ujarnya.

"Untuk membangun kesiapsiagaan yang kolaboratif, seluruh pihak dapat membagi perannya masing-masing untuk mencapai tujuan dan visi membangun ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana yang dijadikan sebagai acuan bersama," katanya..

Selanjutnya, sikap semangat dan saling mendukung di dalam setiap jiwa penduduk Indonesia harus terus tersemat guna memberikan dukungan emosional ataupun bantuan fisik yang dapat mempermudah alur kerja kemanusiaan.

Kemudian, seluruh lapisan masyarakat mampu membangun komunikasi yang profesional. Tujuannya adalah untuk membangun lingkungan kerja yang positif dan suportif antarsesama, kementerian/lembaga terkait maupun organisasi dan relawan kebencanaan, ujarnya.

Prasinta juga menjelaskan dalam melakukan sebuah pekerjaan kemanusiaan, keterlibatan aktor-aktor manusia dengan gaya kerja yang beragam, nilai-nilai budaya, pendidikan dan latar belakang yang berbeda bisa saling melengkapi satu sama lain dan menghadirkan pemikiran yang berbeda sehingga kebencanaan bisa ditangani dengan lebih baik di berbagai sisi kehidupan.

sumber: https://www.antaranews.com/berita/2872929/bnpb-kolaborasi-dan-kesiapsiagaan-kunci-kurangi-kehancuran-bencana-ri

More Articles ...